Anda tentu mengenal istilah hypnosis atau hipnotis, yakni suatu teknik memengaruhi alam bawah sadar orang lain agar bertindak sesuai yang dikehendaki oleh penghipnotisnya. Selama ini, hipnotis banyak digunakan untuk motif-motif kriminal, seperti penipuan atau perampokan. Meski sebenarnya hypnosis dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan mulia.

Dalam hal pengasuhan anak, ternyata teknik hypnosis juga dapat diterapkan. Akhirnya, lahirlah istilah hypnoparenting. Pada dasarnya hypnoparenting merupakan penerapan teknik hypnosis atau hypnotherapy dalam hal mengasuh anak. Tujuannya, untuk menopang tugas-tugas orangtua dalam proses perkembangan anak ke arah yang positif dan tanpa paksaan.

Teknik hypnosis terkait langsung dengan teori-teori mengenai pikiran dan struktur bahasa.

Proses memasukkan informasi ke dalam pikiran anak menggunakan struktur bahasa tertentu. Melalui hypnoparenting, orangtua dapat mengarahkan anak untuk senantiasa berperilaku dan punya kebiasaan positif. Kekeliruan dan kebiasaan buruk anak pun dapat dikoreksi lewat hypnoparenting, tanpa Anda harus marah-marah atau melakukan kekerasan terhadapnya.

Cara kerja hypnoparenting beroperasi Iangsung dalam alam bawah sadar anak. Orangtua sebagai pusat kendali utamanya sehingga pemahaman anak secara bertahap dapat terus berkembang ke arah yang lebih baik. Untuk menerapkan hypnoparenting, Anda memang perlu mengetahui konsep dasarnya. Sangat baik jika berkonsultasi terlebih dulu dengan ahli hypnotherapist.

Gunakan kalimat positif, bukan negatif

Perlu diketahui, otak anak ibarat spons yang mampu menyerap informasi apa saja dari lingkungannya. Baik yang didengar, disaksikan, dan dirasakannya. Terutama dari orang tua dan orang-orang terdekatnya. Jika yang didengar dan dilihatnya adalah informasi keliru, ia akan meniru. Kemudian, akan mengarah pada pembentukan perilaku keseharian-nya. Begitu pula sebaliknya, jika yang didengar adalah informasi positif.

Nah, di sinilah pentingnya peran orangtua menanamkan ke dalam pikiran anak sugesti-sugesti positif, sesuai kebutuhan perkembangannya. Dengan begitu, perilakunya akan mengarah pada aktualisasi dari kata-kata sugesti itu.

Intl dari hypnoparenting adalah mengucapkan kalimat-kalimat yang menguatkan dan mempunyai kekuatan sugesti secara berulang-ulang ter-hadap anak. Kalimat yang dipakai haruslah kalimat positif. Kata-kata¬nya harus yang positif. Hindari kata¬kata negatif, seperti bodoh, tolol, nakal, malas, sulit, bosan, ribut, rusuh, kacau, dan sebagainya. Kata “tidak” dan “jangan” pun sebisa mungkin di jauhi. Seperti “jangan nakal”, “tidak berisik”, “jangan malas”, “tidak bisa”, dan lain-lain.

Berikut beberapa contoh kalimat penegasan berkekuatan sugestif, misalnya:

“Jessi, ayo kita belajar berjalan lagi ya sayang. Kamu pasti bisa! Sebab, kamu anak yang gigih dan berani.”
“Ayo ibu bantu merapikan mainan kamu, Nak! Kita masukkan ke kotaknya, agar ruangannya kembali rapi seperti semula.”
“Aldo, hari sudah malam sayang. Sekarang, kamu tidur yang pulas. Besok pagi, bangun dengan badan yang se-hat dan bugar. Kamu pun semakin pintar.”
“Kamu pasti bisa menahan pipis, Axel. Kalau pipis, di kamar mandi ya. Jika malam hari kamu mau pipis, bangunkan saja ayah atau bunda untuk mengantar kamu ke kamar mandi.”
“Sekarang, sudah waktunya makan slang, Vira. Kamu harus makan agar bertam bah sehat, kuat, dan cerdas.”
“Ayo kita coba menulis huruf lagi ya, Nak! Kemarin, tulisan mu sudah bagus. Pasti sekarang akan semakin bagus lagi.”

Kalimat-kalimat di atas mengandung muatan sugesti positif yang mampu memotivasi anak seperti yang dikehendaki. Apalagi jika diucapkan dengan bahas batin dan berulang-ulang pada kesempatan lain. Sampai akhirnya anak benar-benar memahami dan berperilaku sesuai yang diharapkan. Kalimat-kalimat yang mensugesti itu membuat mental anak semakin kuat, pantang menyerah, dan kepercayaan dirinya semakin tinggi.

Berbeda dengan contoh-contoh kalimat di atas, sebaiknya jangan gunakan kalimat-kalimat berikut dalam melakukan hypnoparenting:

“Jessi, kamu jangan takut melangkah dong! Kapan kamu mau bisa jalan kalau selalu takut melangkah.”
“Mainan kamu jangan diberantakan seperti ini dong! Kenapa sih kamu tidak bisa rapih.”
“Aldo, kok sudah malam kamu tidak tidur juga sih? Besok, kamu kesiangan bangunnya.”
“Axel, kamu kok ngompol terus sih. Bunda kan capek terus-terusan harus menjemur kasur. Memangnya kamu tidak bisa kalau tidak ngompol sehari saja.”
“Vira, kok tidak makan slang sih. Nanti, tubuhmu kurus dan sakit-sakitan loh.”
“Ayo kita menulis huruf lagi. Tapi, ibu tidak mau kalau kamu nulisnya sejelek kemarin. Capek ibu ngajarin kamu.”

Kalimat-kalimat tadi lemah dari segi sugesti positif sehingga jauh dari muatan yang memotivasi anak. Aka kalimat itu terus digunakan dan terakumulasi dalam pikiran anak, justru dapat mengarah pada pembangkangan anak. Apa pun yang sebelumnya Anda kehendaki, akhirnya dilanggar oleh anak. Sebab, ketika kalimat-kalimat negatif diucapkan pada anak, risiko tidak dipatuhi anak menjadi lebih besar, dibandingkan dengan menggunakan kalimat-kalimat positif.