BAHAYA MAKAN JAJANAN
Pada umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau
warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang
kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan
minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat
keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih
lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah,
menarik dan bervariasi. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah.
Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang
berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Sekitar 5% anak-anak
tersebut membawa bekal dari rumah. Mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan
mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut.
Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak
36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima
pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut baik
dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor
telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Penelitian
lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan
yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso
dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan
borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif mengandung
rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan
jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal
yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (
pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat
terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan
penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Belakangan juga
terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk
gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan
konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka
pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah,
diare atau bahkan kesulitan Luang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari
WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada
makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan
Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
Wawancara dengan PKL menunjukkan bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan
baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima
karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya
sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Lebih jauh lagi, kita ketahui
bahwa makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih.
Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman,
mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah.
Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan
baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan
temperatur penyimpanan yang tidak tepat.