Poeguh/nakita

K alau birunya lantaran kebentur, wajar. Tapi bila ada atau tidak ada benturan lalu muncul biru disertai gejala lain, bisa merupakan gejala suatu penyakit yang berbahaya.

Bila anggota tubuh si kecil, misal, kaki, terbentur, biasanya akan berbekas lebam biru. "Hal ini terjadi akibat perdarahan di bawah kulit. Normalnya, perdarahan itu akan diabsorpsi kembali," terang dr. Wawan Hermawan, SpA. dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Lamanya penyerapan tergantung dari besarnya lebam (intensitas kuatnya benturan).

Tanda biru lain yang juga normal adalah tanda lahir. Mongolian Spot, misal. "Bayi baru lahir ada yang punya tanda ini. Warnanya bisa biru jelas, bisa pula hanya remang-remang. Bentuknya seperti bercak, ada yang kecil dan besar. Letaknya bisa di pundak, leher, pantat, dan punggung." Umumnya, tanda biru ini tak bermakna apa-apa, hanya sekadar tanda. Bisa menghilang di usia setahun, bisa juga menetap sampai dewasa. Kebanyakan tanda biru ini pada orang-orang kulit berwarna, semisal orang Amerika Latin, serta Asia, seperti India dan Indonesia.

Ada pula tanda lahir yang disebut hemangioma; warnanya kemerahan dan mengerumpul seperti buah strawberry, tapi juga ada yang kebiruan dan merah kebiruan. Bentuknya ada yang datar dan menonjol berupa benjolan. Umumnya, tanda ini 60 persen akan menghilang di usia 5 tahun dan 90 persen di usia 9 tahun.

Hemangioma adalah suatu kelainan pembuluh darah. Bila Hemangioma datar dan kecil, menurut Wawan, tak perlu khawatir. "Biasanya akan menghilang atau regresi sendiri. Jadi, bisa ditunggu sampai anak usia 4 tahun." Tapi bila hemangioma besar dan menonjol, biasanya kecil kemungkinan untuk regresi. "Bahayanya, kalau trauma mudah terjadi perdarahan." Dianjurkan untuk mengkonsultasikannya ke dokter bedah guna pertimbangan operasi atau ditatalaksana lebih awal.

YANG BERBAHAYA

Tanda biru bisa juga merupakan suatu kelainan darah, yang harus diwaspadai dan dikonsultasikan pada dokter. Umumnya, timbulnya biru-biru ini tanpa jelas penyebabnya. Apalagi bila disertai tanda-tanda lainnya.

Nah, berikut ini sejumlah tanda biru yang berbahaya dan perlu dikenali orang tua.

* Hemofilia

Bila anak mudah sekali terjadi bercak biru-biru pada kulit kala mengalami trauma ringan dan lama menghilangnya; bila terjadi benturan di persendian akan terasa nyeri sendi dan otot, serta bengkak pada tanda biru lebam itu; dan bila tergores, perdarahannya lama berhenti, maka patut dicurigai kemungkinan anak menderita hemofilia. Terlebih bila di dalam keluarga ada riwayat penyakit ini, karena hemofilia dapat merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua.

"Jadi, meski terbentur ringan, perdarahan atau bercak biru terus berlangsung. Hingga, anak harus tetap dibawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang semestinya," tutur Wawan. Apalagi jika benturannya keras, bisa menyebabkan perdarahan di dalam tubuh. Misal, bila trauma di kepala bisa terjadi perdarahan di otak dan lainnya.

* Trombosit rendah atau idiopatik trombositopenia (ITP)

Pada anak yang mengalami idiopatik trombositopenia ditemui tanda bercak lebam biru atau keunguan dan bintik merah seperti digigit nyamuk di sekitarnya, atau tanda bintik-bintik merah menyebar di seluruh tubuh (bila kulit agak diregangkan, bintik merah tetap tampak). Bintik merah ini disebut petechia atau perdarahan kulit. Lokasinya bisa menyebar di seluruh tubuh, bisa juga hanya di sebagian tubuh semisal di kaki. Gejala lain, demam. Biasanya orang tua mencurigai penyakit demam berdarah. Hanya dokter yang bisa mengetahuinya dengan pasti setelah dilakukan pemeriksaan darah.

Idiopatik trombositopenia merupakan kelainan jumlah trombosit dalam darah, yaitu rendah atau kurang dari normal. Normalnya, trombosit pada anak antara 150-400 ribu unit per mikroliter. "Penyebabnya tak diketahui, tapi diduga karena ada infeksi virus atau kontak dengan zat kimia, obat-obatan. Biasanya kelainan ini didapat, bukan sejak lahir," kata Wawan.

Karena jumlah trombosit yang rendah, akan mudah terjadi perdarahan. Bahayanya bila sampai terjadi perdarahan hebat di otak, misal. Untuk mengetahui seberapa berat trombositopenianya, harus diobservasi di rumah sakit. Bagaimana penanganan tindakan selanjutnya, sebaiknya konsultasikan ke dokter.

* Kekurangan Enzim G6PD (glucose-6-phosphatase)

Angka kejadiannya lebih sering pada anak lelaki daripada anak perempuan. Kekurangan enzim ini dapat diketahui sejak lahir ataupun sudah besar. Kalau pada bayi, misal, bayi yang mengalami kuning cukup hebat. "Ini bisa disebabkan kekurangan enzim tersebut," bilang Wawan.

Sedangkan kemunculan di usia anak, bila bertemu dengan zat-zat tertentu. Banyak sekali zat pemicunya, antara lain minum salisilat (obat panas) bisa muncul biru-biru atau tanda lebam kebiruan, berupa bercak atau menyebar di tubuh anak. Bisa juga karena penggunaan kapur barus. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut dapat menyebabkan sel darah mudah pecah dan terjadi perdarahan.

Kekurangan enzim tak dapat diobati karena tak ada terapi enzim, jadi berlaku seumur hidup. Yang dapat dilakukan, menghindari zat-zat tertentu yang mudah memicu terjadinya perdarahan. Kondisi anak bisa turun-naik tergantung pemicu yang datang dari luar. Bahayanya, bila terjadi perdarahan bisa tak ketahuan.

Misal, terjadi perdarahan di saluran cerna, maka BAB-nya berwarna hitam atau bisa juga muntah warna merah. Jadi, tergantung letak perdarahannya.

* Leukemia

Pada gejala leukemia juga ditemui tanda bercak lebam-lebam biru seperti terbentur dan letaknya di beberapa tempat di tubuh, misal, di lengan atau tulang kering. Leukemia merupakan kanker darah, penyebabnya belum diketahui pasti, bisa karena infeksi virus atau ada zat kimia tertentu hingga menyebabkan terjadi mutasi gen, dan lainnya.

Namun jangan buru-buru mengira si kecil menderita leukemia hanya lantaran ada tanda biru. Sebab, gejala leukemia tak sesederhana itu, masih ada gejala lainnya, yaitu: demam yang tak jelas, kadang hilang-sembuh, bila diobati tak sembuh-sembuh; anak tampak pucat; ada pembesaran organ hati dan limfa, hingga perutnya tampak membesar. Untuk mendiagnosisnya, dokter akan mengambil cairan dari sumsum tulangnya. Pengobatannya biasanya dengan obat-obatan sitostatik atau anti kanker.