BAHAN pengawet berbahaya, formalin, dan boraks tentunya tidak asing lagi di telinga kita. Formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan mayat banyak digunakan pedagang kecil untuk mengawet dan mengenyalkan bahan makanan. Begitu juga dengan boraks yang biasa digunakan untuk mengawetkan kayu, saat ini banyak ditemui terkandung dalam mi basah, lontong, bakso, pempek, cincau hitam, dan kerupuk udang.

Hal itu tidak hanya dipaparkan para ahli gizi, tetapi di tingkat lokal, para dosen Politeknik Kesehatan Tanjungkarang beberapa kali melakukan penelitian di beberapa pasar tradisional dan swalayan di Bandar Lampung. Salah satunya dosen analis Poltekkes, Agus Purnomo. Selain melakukan penelitian tentang boraks, dia juga melakukan penelitian tentang kandungan logam timbal (Pb) dan Cadmiun (Cd) pada ikan basah dan ikan asin di Pulo Pasaran.

Menurut Agus, contoh makanan berupa mi basah, lontong, bakso, pempek, dan kerupuk udang diambil secara acak di Pasar SMEP, Tugu, Bambu Kuning, Kampung Sawah, dan swalayan Bandar Lampung. Setelah dilakukan ujian laboratorium, dari 30 contoh mi basah, 84 positif mengandung boraks. Dari 9 sampel lontong, 11,1 mengandung boraks, dan dari 13 sampel pempek, 85 juga positif mengandung borak.

Dan, yang lebih parah, adalah 12 sampel bakso, 7 sampel cincau hitam, dan 12 sampel kerupuk undang, 100 positif mengandung boraks.

"Biasanya pedagang menggunakan boraks sebagai pengenyal makanan. Kalau Anda menemukan lontong, cincau atau bakso yang kenyal, hati-hati, biasanya ada kandungan boraksnya," kata Agus.

Jajanan lontong dan bakso sudah menjadi favorit di kalangan anak-anak dan remaja. Dalam jumlah kecil, boraks bisa menyebabkan gangguan saluran pencernaan (diare, kejang perut), ginjal, hati dan kulit. Efek kumulatif dapat menyebabkan gangguan saraf pusat dan depresi.

"Nah, yang berbahaya, pada anak-anak dapat menyebabkan kemunduran otak anak," kata dia. Dosis letal pada orang dewasa 15-20 gram, sedangkan pada bayi 3-6 gram.

Yang sangat disayangkan, sampai kini tidak ada sanksi tegas bagi pedagang yang terbukti menggunakan bahan kimia berbahaya ini. Perlindungan terhadap konsumen belum berjalan secara baik. Untuk itu, para guru dan orang tua harus mengawasi dan mengontrol pola makan anak-anak dan siswa mereka. Tidak hanya boraks, formalin, pewarna tekstil, rhodamin, juga kerap dijadikan pewarna pada makanan anak-anak, seperti kembang gula merah. Rhodamin juga digunakan sebagai pewarna merah pada kerupuk, terasi udang, cendol, dan biji delima.

"Rhodamin ini tidak larut dalam air. Jadi Anda bisa mengetahui dengan mudah, apakah bahan makanan itu diberi pewarna rhodamin. Celupkan ke air, kalau warnanya tidak luntur, berarti itu pewarna rhodamin," ujarnya. Efek kronis dari rhodamin dan formalin bisa menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, dan kanker.

Selain bahan kimia berbahaya, cemaran logam juga mengintai kesehatan kita. Menurut dia, laut di Lampung sudah dinyatakan tercemar cadmiun (Cd) melebihi ambang batas, lebih besar dari 0,05 pm. Berawal dari fakta ini, dia melakukan penelitian ikan basah dan kering di Pulo Pasaran. Sampel yang diambil yaitu ikan kembung, teri basah, tanjan asin, dan teri asin. Semua ikan positif mengandung Cd. Penelitian dilanjutkan dengan memeriksa urine dan darah masyarakat sekitar. Dari 284 sampel urine dan darah, sekitar 9,5 atau 27 urine dan darah responden berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat logam Cd.

Menurut dia, cemaran logam Cd ini bisa berakibat kepada pengeroposan tulang (osteoporosis), gangguan sistem reproduksi, dan kerusakan ginjal. Cadmium dalam darah, oleh tubuh dilihat sebagai senyawa yang ikatannya mirip dengan kalsium (Ca), sehingga ketika kita kekurangan kalsium dalam pembentukan tulang dan perawatan tulang, darah kita akan mengambil Cd sebagai pengganti Ca. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeroposan tulang.