Pertengkaran antara sesama anak tentu harus dilerai. Namun, kita tak cukup hanya bertindak sebagai juru damai. Bertindaklah juga sebagai "guru" yang memberi pemahaman dan jalan keluar dari setiap pertengkaran. Melalui intervensi orangtua diharapkan anak-anak prasekolah yang bertengkar tadi akhirnya sampai pada pemahaman mengenai kompromi, empati, toleransi dan berbagi. Tentu saja pemahaman sederhana sesuai daya tangkap mereka.

Mengapa intervensi figur orangtua sebagai penengah amat diperlukan? Tak lain karena para bocah usia prasekolah ini belum mengerti bagaimana caranya untuk membenahi masalah sendiri. Lagi pula, pada mereka belum melekat nilai salah dan benar karena semua dianggap benar. Mereka baru mengetahui apa yang salah dan benar jika ada figur-figur yang bisa menuntun mereka. Untuk memberikan pemahaman moral, inilah beberapa strategi intervensi yang dapat dilakukan:

* Beri contoh yang baik saat mengatasi perbedaan pendapat yang terjadi antara Anda dan pasangan atau dengan orang dewasa lainnya. Tanpa disadari anak-anak akan meniru sikap yang Anda perlihatkan.

* Kembangkan sikap kompromi. Permainan dalam kelompok merupakan ajang yang baik untuk mengajarkan makna kerja sama antarteman. Ajarkan anak tentang pentingnya bergiliran demi kepuasan semua pihak.

* Ajari anak untuk mengekspresikan rasa marah atau ketidaksukaan mereka melalui kata-kata. Tentu saja bukan dengan kata-kata kasar dan tidak disertai tindakan fisik seperti memukul, menendang, menggigit dan sejenisnya.

* Tumbuhsuburkan empati dalam diri anak terhadap orang lain. Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain membuat anak prasekolah tak mudah terlibat dalam perselisihan. Sikap empati dapat dikembangkan dengan mencoba memikirkan perasaan orang lain. Contohnya, "Coba, gimana perasaanmu kalau mainanmu yang dirusak teman?"

* Bersikap adil saat menjadi penengah. Jangan membela anak sendiri dan menyalahkan anak lain. Ingat anak-anak usia ini belum paham betul mana perilaku yang salah dan benar. Sama sekali tak pantas pula kalau orangtua malah mengajari anaknya untuk membalas dengan perlakuan serupa, "Kalau kamu dipukul, ya balas pukul lagi dong!" atau melarang anak bermain lagi dengan temannya itu.

* Bantu anak mengatasi rasa bosan karena kebosanan selama bermain sering kali memicu anak untuk berulah. Ujung-ujungnya apa lagi kalau bukan bertengkar dengan temannya. Mengatasi rasa bosan dapat dilakukan dengan memberi kesibukan kepada anak. Misalnya lewat aneka permainan yang dapat dimainkan bergantian.

* Jelaskan pada anak apa akibatnya bila berlaku kasar/agresif. Antara lain teman-teman jadi enggan main dengannya.

* Jangan lupa melontarkan pujian bila anak tidak bertengkar dan mampu menunjukkan kerja sama yang baik dengan rekannya.

MANFAAT BERTENGKAR

* Pertengkaran dan perselisihan sebenarnya merupakan hal penting bagi bocah prasekolah sebagai ajang latihan bersosialisasi.

* Lewat pertengkaran, mereka belajar mengatasi ketidaksepahaman yang muncul dari keberagaman. Dengan bantuan orangtua yang bijak, akan tertanam dalam benak anak bahwa solusi dari perbedaan pendapat saat bersosialisasi tak harus diakhiri dengan konflik.

* Melalui pertengkaran pula anak belajar menemukan kiat tepat bagaimana menjalin hubungan dengan teman sebaya atau malah kalangan dewasa.

* Dengan bertengkar, anak-anak prasekolah belajar tentang perilaku-perilaku sosial yang dibutuhkan dalam berinteraksi. Di antaranya berbagi, empati, antre, kompromi, negosiasi, mengikuti aturan sosial, tahu batasan benar dan salah, sopan, dan berbagai perilaku sosial yang bisa dipraktikkan selagi bersama teman-teman saat ini maupun hingga dewasa kelak

KALAU TAK PERNAH BERTENGKAR

Jika si prasekolah sama sekali tak pernah terlibat pertengkaran selama bermain dengan temannya, justru orangtua harus bertanya-tanya ada apa dengan buah hatinya. Bila mainannya direbut dan si anak diam saja, segera gali apa alasannya. Contohnya, "Mainanmu tadi direbut teman, kok kamu diam saja?" Kalau jawabannya, "Aku bosan sama mainan itu," sebagai orangtua kita boleh berlega hati. Ia berlaku demikian lantaran sama sekali tak merasa dirugikan.

Lain halnya kalau si prasekolah tampak terganggu, merengut tapi diam saja karena merasa takut atau tak tahu harus berbuat apa. Orangtua bisa mengajarinya untuk menyampaikan bentuk protes atau ketidaksukaannya dengan cara-cara yang wajar. Misalnya, "Lo, kalau kamu enggak suka orang lain merebut mainanmu, bilang dong, 'Tunggu dulu' atau 'Jangan berebut dong' sama temanmu itu." Biasakan pula anak untuk memberi reaksi bukan dengan melawan secara fisik, tapi mengutarakan apa yang semestinya. "Kamu juga kalau mau pinjam barang teman minta izin dulu dong." Dengan demikian kedua belah pihak mendapat pembelajaran yang sama tentang giliran dan gantian.

Jelasnya, anak yang tak pernah bertengkar perlu dicermati karena mungkin saja ia tak percaya diri untuk bisa mempertahankan haknya. Kemungkinan lain, ia sama sekali tak peduli pada apa yang terjadi akibat adanya kelainan emosi. Percayalah, saat bersosialisasi, pasti akan muncul konflik. Keterampilan mengolah konflik dan mencari solusi inilah yang juga harus diajarkan.