Ear Candle atau terapi dengan lilin dari linen yang dilapisi parafin, sudah sedemikian digandrungi masyarakat perkotaan.

Promosi produsen tentang manfaat ear candle pun memang cukup gencar. Di antara manfaat yang dijajakan, mampu membersihkan kotoran telinga yang mengeras. Bahkan, ada produsen yang menyebut manfaat mengatasi sinus, sakit kepala, pilek, dan bisa untuk relaksasi.

Jasa ear candle tak hanya ada di salon-salon khusus. Produsen pemroduksi ear candle kini juga memasarkan lilin khusus tersebut yang bisa dipesan secara online. Tapi benarkah memiliki manfaat lebih?

“Menurut saya, ear candle sama sekali tak ada manfaatnya. Sebab, cara tersebut tidak bisa mengeluarkan kotoran telinga. Jangankan untuk mengeluarkan kotoran di dalam telinga, sekadar membersihkan saja tidak bisa,” kata dokter spesialis THT dari RS Pelni, Jakarta, dr Hanekung Titisari, SpTHT.

Sang dokter berujar, promosi menimbulkan kerugian ekonomis. Artinya, orang sudah telanjur tertarik pada ear candle karena promosinya begitu gencar dirugikan secara ekonomi. “Kalau Anda tidak percaya, coba saja ear candle itu dibakar kemudian ditempelkan di atas meja. Maka kotoran yang muncul adalah kotoran hasil pembakaran ear candle itu sendiri, bukan kotoran yang terangkat dari meja itu. Mejanya tetap saja kotor,” jelasnya.

Kalau kemudian banyak orang percaya pada terapi ini, mungkin karena sensasi hangatnya. Orang merasa nyaman lantaran seperti sedang fisioterapi. Dengan rasa nyaman itu, kita merasa telinga bersih setelah terapi ear candle.

“Padahal terapi tersebut sama sekali tidak bisa mengeluarkan kotoran yang ada dalam lubang telinga kita. Itu artinya sama saja kita telah membiarkan kotoran telinga kita menumpuk,” tambahnya.

Menurut Hanekung, yang penting perlu diketahui perawatan paling baik bagi telinga. Perlu dikenali dulu jenis kotoran dan jangka waktu telinga dalam memproduksi kotoran. Jenis kotoran itu, ada yang basah dan kering. Sedangkan jangka waktu memproduksi kotoran ada yang cepat sekali, ada yang satu minggu sudah penuh, ada pula yang baru dua bulan sekali harus datang ke dokter untuk membersihkan kotoran telinga.

“Yang seperti itu termasuk kondisi tidak biasa. Kalau yang wajar-wajar saja, paling cepat enam bulan hingga satu tahun,” jelasnya.

Untuk kotoran berjenis kering sulit dibersihkan sendiri dan perlu bantuan medis. Biasanya kotoran ini menggumpal dan tidak bisa sepenuhnya bersih jika hanya dikorek dengan menggunakan korek kuping (yang bentuknya seperti sendok). Kotoran kering juga tak cukup dibersihkan dengan cotton buds. Justru kotoran bisa semakin terdorong ke dalam, menumpuk hingga mengganggu pendengaran.

“Membersihkan sendiri kotoran telinga jenis kering adalah tindakan berbahaya, karena pada dasarnya dia tidak bisa dikeluarkan tanpa alat medis. Tapi kadang-kadang kita sok tahu, dan kalau sudah ada apa-apa baru datang ke dokter THT,” katanya.

Lain lagi bila kotoran basah, lebih mudah dibersihkan sendiri. Bisa dengan menggunakan cotton buds. Lalu bagaimana tanda-tanda seseorang sudah harus memeriksakan telinga ke THT? “Ya kalau orang tersebut mengalami sedikit gangguan pendengaran, pendengarannya berkurang karena telinganya berdengung,” tutupnya.