Karena mirip selesma (pilek), pneumonia pada bayi sering diabaikan orangtua. Padahal, dalam satu hari, dua juta orang meninggal dunia akibat penyakit ini.

Ketua Umum IDAI Dr. Badriul Hegar, SpA(K) mengatakan pneumonia merupakan proses radang akut pada jaringan paru (alveoli) akibat infeksi kuman yang menyebabkan gangguan pernapasan.

"Mungkin karena gejalanya mirip selesma biasa, dan tidak ada efek dramatis, seperti langsung meninggal atau cacat, maka orang sering mengabaikan penyakit ini. Padahal, penyakit ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian pada anak akibat paru-paru tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mendapatkan oksigen bagi tubuh. Hal inilah yang masih banyak belum dipahami para orangtua," ujar Dr. Darmawan Budi Setyanto, SpA(K), Kepala UKK Respiroksi PD-IDAI seperti ditulis, Kamis (3/3/2011).

Kekurangpahaman ini, menurut Budi, harus dibayar mahal. Pneumonia, menurut WHO, merupakan penyebab kematian tunggal pada anak, terbesar di seluruh dunia. Hingga saat ini, pneumonia membunuh hampir dua juta balita, atau sekitar 20% dari seluruh kematian balita di seluruh dunia.

"Angka ini lebih tinggi dari kematian akibat AIDS, malaria, dan campak, jika digabungkan. Setiap tahun, terjadi 155 juta kasus pneumonia di seluruh dunia. Indonesia, merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia," jelasnya.

Balita Paling Rentan

Menurut Budi, pneumonia disebabkan oleh kuman, bisa berupa bakteri atau virus, yang mencapai paru-paru melalui beberapa rute. Pertama, kuman di udara kotor terhirup melalui hidung dan tenggorokan sampai ke paru dan terjadi infeksi. Kedua, menyebar melalui darah.

Bayi baru lahir merupakan kelompok paling rawan yang rentan tertular pneumonia dari ibunya melalui jalan lahirnya saat proses persalinan. Selain bayi, anak-anak dengan sistem imunitas yang rendah juga termasuk kelompok yang rawan terkena pneumonia.

"Balita yang tidak menerima ASI eksklusif, akan kekurangan zat seng. Begitu juga dengan penderita AIDS atau campak, memiliki risiko pneumonia tinggi,” tambah Budi.

Anak-anak yang tinggal di pemukiman yang kumuh, miskin, padat, jorok, dan kotor, juga termasuk kelompok yang beresiko lebih tinggi terkena pneumonia, dibanding kelompok di atas.

"Tempat tinggal mereka itu sangat tinggi polusi serta pajanan asap rokok dan sisa pembakaran," ujar Hegar.

Kenali Gejalanya

Gejala pneumonia pada anak bermacam-macam, tergantung usia dan penyebabnya:

1. Biasanya didahului gejala selesma berupa demam yang disertai batuk dan pilek, sakit kepala, dan hilang nafsu makan.

2. Pada perkembangan selanjutnya, akan timbul 2 gejala penting pneumonia, yaitu napas cepat dan sesak napas.

3. Jika usia anak kurang dari 2 bulan, napasnya lebih cepat dari 60 kali per menit. Jika usianya 2-12 bulan, napasnya lebih cepat dari 50 kali per menit. Sedangkan jika usianya 1-5 tahun, napasnya lebih cepat dari 40 kali per menit.

4. Untuk kategori sesak napas, ditandai dengan napas pendek, hidung kembang kempis.

5. Pada kasus pneumonia berat, terlihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK), kejang, penurunan kesadaran dan suhu tubuh.

"Orangtua bisa melakukan penghitungam napas ini di rumah, untuk penentuan awal apakah anaknya mengalami napas cepat atau tidak. Jika memang benar, segera larikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Jika tidak, bisa fatal akibatnya," ujar Budi.

Tidak Selalu Dirawat

Orangtua sebenarnya tidak perlu khawatir membawa anaknya yang sakit pneumonia ke dokter atau rumah sakit. Tidak semua anak dengan peneumonia perlu dirawat di rumah sakit. Jika masih tergolong ringan, anak bisa dirawat oleh keluarganya di rumah.

Cukup dengan pemberian obat antibiotik pilihan dengan dosis tepat dan teratur, dalam 1-2 minggu anak bisa sembuh total, tergantung imunitasnya.

Jika pengobatannya tidak optimal, maka efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ-organ di paru-paru. Namun, jika gejalanya memburuk maka orangtua harus segera membawa anak kembali ke rumah sakit.

"Tapi anak di bawah 2 tahun yang terkena pneumonia harus dirujuk ke rumah sakit karena berisiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit berat, bahkan kematian," ujar Budi.

Tips mencegah penumonia:

Berikan ASI secara ekslusif kepada bayi selama 6 bulan
Penuhi asupan gizi bayi dan balita, terutama vitamin A dan mineral seng (zinc)
Berikan imunisasi lengkap pada anak, yaitu DPT (untuk mencegah terjadinya batuk
rejan/100 hari/pertusis) dan campak (untuk kekebalan terhadap pneumonia dengan
mencegah virus campak masuk ke paru-paru), influensa, Hib, dan pneumokokus (agar
kebal dari kuman pneumonia).
Jaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dari polusi udara, seperti asap rokok,pembakaran sampah, dan kendaraan.