Ada empat terapi utama untuk anak autis. Semuanya harus dilakukan secara terpadu dan terintegrasi. Itu adalah:

1. TERAPI PERILAKU

Gangguan perilaku diatasi dengan terapi perilaku (behavioral). Tujuannya agar perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

Terapi ini berupaya memberikan rewards positif jika anak merespons secara benar sesuai dengan instruksi yang diberikan. Jika responnya tidak positif, anak tidak mendapatkan hukuman melainkan tidak mendapatkan rewards positif. Terapi dilakukan untuk mengajari anak tentang aturan.

2. TERAPI WICARA

Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang, sementara kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.

3. TERAPI BIOMEDIK

Banyak pakar menemukan, anak penyandang autisma mengalami banyak gangguan metabolisme dalam tubuhnya yang memengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisma atau memicu timbulnya gejala autisma.

Terapi berupaya mencari semua gangguan tersebut di atas dan bila ditemukan, harus diperbaiki. Dengan demikian diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala-gejala autisma berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah laboratorik yang meliputi pemeriksaan darah, urine, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.

Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki “dari dalam”, sehingga diharapkan perbaikan akan lebih cepat terjadi.

4. TERAPI SENSORI INTEGRASI

Banyak gangguan integrasi sensori anak autis. Di antaranya: pengendalian sikap tubuh, motorik halus, motorik kasar, dan lain-lain. Integrasi sensori berarti ketidakmampuan mengolah rangsang sensori yang diterima.

Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat. Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.

Narasumber: DR. Adriana Soekandar Ginanjar, M.S