meski banyak ditentang, tradisi sunat perempuan tetap berlangsung di sejumlah negara Afrika dan Timur Tengah. Kalangan medis tengah mempertimbangkan alternatif yang lebih aman namun sesuai dengan kebutuhan tradisi.Sunat perempuan digolongkan sebagai female genital mutilation (FGM). Karena secara medis tidak dianjurkan, praktik ini biasanya dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki ketrampilan medis. Selain itu, kebersihan peralatan yang tidak terjamin juga menjadi keprihatinan banyak kalangan.Sejak 1990, Australia dengan tegas telah melarang sunat perempuan. Namun larangan tersebut tidak efektif, karena banyak orangtua yang tetap mengirim anak perempuannya ke negara asal untuk disunat.
Terkait kekhawatiran tersebut, kalangan medis di Australia mengikuti langkah American Academy of Paediatrics untuk mempertimbangkan alternatif sunat perempuan. Alternatif tersebut berupa prosedur bedah minor pada klitoris, yang dinamakan 'ritual knick'.Jika dalam sunat yang sesungguhnya klitoris dan labia benar-benar dipotong, maka ritual knick tidak seekstrem itu. Meski lebih sederhana, diyakini cara ini tetap sesuai dengan kebutuhan adat dan tradisi.Namun sekretaris Royal Australia New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, Dr Gino Pecoraro membantah hal ini dimaksudkan untuk melegalkan sunat perempuan.Dikutip dari ABC, Selasa (1/6/2010), pertimbangan ini semata-mata hanya untuk meminimalisirMenurut Dr Pecoraro, ide untuk melegalkan ritual knick masih perlu didiskusikan lebih lanjut karena menyangkut kesesuaian dengan adat budaya. Dalam hal ini tokoh budaya serta warga asal Afrika perlu dilibatkan.Ketika Australia mulai mempertimbangkan ritual knick, American Academy of Paediatrics justru telah berubah pikiran. Lembaga itu telah mengumumkan untuk tidak lagi mempertimbangkan alternatif tersebut. Sejak 20 April 2006, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat telah mengeluarkan kebijakan berisi larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan. Tembusan juga diberikan ke Menteri Pemberdayaan Perempuan RI dan Ketua Komnas Perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kekerasan bagi perempuan. Sunat perempuan merupakan perusakan alat kelamin perempuan yang menggangu kesehatan reproduksi, hal ini disebabkan karena tindakan tersebut bukan merupakan tindakan simbolis, tetapi mengarah kepada pemotongan yang sesungguhnya baik yang dilakukan oleh dukun maupun tenaga kesehatan.
Saat ini sunat perempuan di Indonesia mengacu pada sunat laki-laki, yang dikenal juga sebagai sirkumsisi atau khitan perempuan. Sementara diluar negeri dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC). Istilah itu sendiri masih banyak diperdebatkan. Istilah FGM tersebut lebih mengarah ke istilah “damaging”, berbeda dengan sirkumsisi yang berarti cutting around dimana mengarah kepada salah satu prosedur medis dalam pemotongan bagian alat kelamin pada sunat laki-laki.
Istilah FGM tersebut dianggap bermakna politis sehingga banyak digunakan dalam advokasi aktifis hak-hak perempuan karena bermakna negatif. Walapun begitu World Health Organization (WHO) masih tetap menggunakan istilah tersebut. Dimana FGM didefinisikan sebagai semua tindakan/ prosedur yang meliputi pengangkatan sebagian atau seluruh dari organ genitalia eksterna perempuan atau dalam bentuk perlukaan lain terhadap organ genitalia perempuan dengan alasan budaya atau alasan nonmedis lainnya.
WHO mengklasifikasikan FGM kedalam 4 tipe:
1. Tipe 1: Clitoridotomy, eksisi dari permukaan (prepusium) klitoris, dengan atau tanpa eksisis sebagian atau seluruh klitoris.
2. Tipe 2: Clitoridectomy, eksisi klitoris beserta sebagian atau seluruh labia minor.
3. Tipe 3: Infibulasi yang dikenal sebagai Khitan ala Fir’aun, eksisi sebagian atau seluruh genita eksterna dan penjahitan untuk mempersempit mulut vulva, merupakan tipe terberat FGM.
4. Tipe 4: Tidak terklasifikasi, berbagai macam tindakan diluar tipe 1,2,dan 3 yang sesuai dengan definisi FGM.
Pelaksanaan sunat perempuan di Indonesia biasanya dilakukan pada usia 0-18 tahun, tergantung budaya setempat. Di Jawa dan Madura contohnya, sunat perempuan biasanya dilaksanakan pada saat usia sang anak dibawah 1 tahun dan sebagian kecil pada usia 7-9 tahun, menandai masa menjelang dewasa. Pelaksanaannya sendiri bervariasi mulai dari tenaga medis, dukun bayi, istri kyai (nyai), sampai tukang sunat baik dengan alat modern (gunting, scapula) ataupun alat-alat trasisional (bambu, jarum, kaca, kuku, pisau, sembilu) dengan atau tanpa anestesi. Hasil penelitian yang diadakan oleh Population Council di Indonesia menyebutkan bahwa 28% pelaksanaan FGM merupakan simbolik yang berarti tanpa pemotongan atau perlukaan sesungguhnya, tetapi 72% sisanya merupakan FGM sesungguhanya, baik eksisi maupun insisi.Dampak yang dapat segera terjadi akibat FGM adalah nyeri berat, perdarahan, perlukaan daerah jaringan sekitar, retensi urine, sepsis, syok (akibat kesakitan karena tanpa anastesi maupun perdarahan), tetanus, maupun ulserasi pada daerah genital. Perdarahan massif dan infeksi bisa menyebabkan kematian.
Dalam jangka waktu panjang juga dilaporkan terjadinya kista dan abses, keloid, kerusakan uretra yang menjadi penyaba inkontinetia urine, dispareni, disfungsi seksual, dan cronic morbidity (contohnya fistula vesico vaginal). Disfungsi seksual sendiri biasanya diakibatkan oleh dipaureni serta turunnya sensitivitas permanen akibat klitoridectomi dan infubulasi. Sementara Kauterisasi elektrik klitoris bisa berpengaruh pada psikis sehingga menghilangkan hasrat untuk bermasturbasi. Selain itu penggunaan alat tanpa sterilisasi bisa menjadi media penyebaran penyakit seperti HIV dan hepatitis.
WHO menyampaikan bahwa FGM dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana pun. WHO berdasarkan etika dasar kesehatan mengatakan bahwa mutilasi bagian tubuh yang tidak perlu tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. FGM membahayakan dan tidak berguna bagi perempuan, walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Selain itu medikalisasi (keterlibatan tenaga kesehatan) juga akan mempertahankan tradisi ini, sebab masyarakat akan lebih yakin karena ada dukungan dan legalitas provider kesehatan. Lebih jauh WHO juga memasukan FGM sebagai salah satu bentuk kekerasan pada perempuan, walaupun hal tersebut dilakukan oleh tenaga medis.Di Indonesia pada 31 mei sampai 1 juni 2005 lalu telah diadakan Lokakarya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan berkaitan dengan sunat. Pesertanya terdiri dari berbagai golongan, baik Menteri pemberdayaan Perempuan, Depkes, Depag, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kesehatan Rakyat, Institusi Pendidikan, Organisasi Profesi, ormas perempuan dan agama, media massa, yayasan yang berkaitan dengan medis, dan institusi penelitian. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu sunat perempuan tidak memiliki landas ilmiah dan lebih didasari pada tradisi dan budaya serta tidak ada landasan agama. Penelitian juga membuktikan bahwa sunat perempuan membawa dampak buruk dan ternyata sunat perempuan yang cenderung ke arah mutilasi bertentangan dengan hukum. Sayangnya sunat perempuan ternyata menjadi bahan komersialisasi oleh tenaga kesehatan. Karena itu penyebaran informasi terhadap masyarakat dan tindakan tegas oleh pemerintah terhadap tenaga medis yang terkait sangat diperlukan. -ADS-
ibu,sebenarnya sunat unk anak perempuan itu sekarang sdh tidak di perbolehkan lagi di Indonesia,ada lho Undang2nya. itu krn apabila Si-anak perempuan di sunat, bs mengakibatkan Si-anak tsb bs mengurangi kenikmatan saat Dia berhubungan dg suaminya kelak (bs kurang bergairah). namun, ada yg berpendapat sunat itu perlu krn unk menghilangkan najis,tp tdk ada bag. yg dipotong,melainkan spt dicongkel bag. klitofilnya (yg spt kacang)
Terakhir dibalas oleh - 17 February 2015, 11:21 AM
Lihat Kategori Lain Forum Ibu & Balita
Cara Cek Nomor Anggota
Sudah punya nomor anggota tapi lupa nomornya? Cek nomor anggota Ibu dengan cara:
Kirim SMS ke 0811 860 8111/ 0817 660 811 dengan format:
FF#NOMOR#Nomor HP yang terdaftar di Ibu & Balita
Contoh: FF#NOMOR#08137869021
Keuntungan Menjadi Anggota Ibu&Balita
Dengan menjadi anggota Ibu&Balita, Ibu bisa mendapat keuntungan seperti: informasi terbaru mengenai kehamilan sampai tahap pertumbuhan si Kecil, kesempatan tanya jawab dengan pakar-pakar kami, dan berbincang dengan ibu-ibu lain tentang dunia si Kecil.
Selain itu, Ibu juga bisa memenangkan hadiah-hadiah menarik dengan mengikuti program poin dan hadiah Ibu&Balita.
Untuk info lebih lanjut, silakan buka halaman ini.
Pemberian ASI merupakan nutrisi terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan merupakan cara optimal untuk memberi makan kepada bayi. Setelah itu bayi harus menerima makanan pelengkap dengan terus menyusu hingga dua tahun atau lebih.
Nutrisi ibu yang baik membantu mempertahankan persediaan dan kualitas ASI yang memadai.
Pengenalan pemberian susu botol secara tidak benar, sebagian atau seluruhnya, atau makanan dan minuman pelengkap lainnya dapat memberikan dampak negatif pada proses menyusui, yang mungkin tidak dapat dipulihkan lagi.
Konsultasikan dengan dokter Anda dan pertimbangkan implikasi sosial dan finansial sebelum memutuskan untuk menggunakan pengganti ASI atau jika Anda mengalami kesulitan dalam menyusui.
Ikuti petunjuk penggunaan, persiapan dan penyimpanan pengganti ASI atau makanan dan minuman komplementer lainnya dengan hati-hati karena penggunaan yang tidak tepat atau tidak diperlukan dapat menimbulkan bahaya terhadap kesehatan.
26 July 2010, 11:47 AM
Terkait kekhawatiran tersebut, kalangan medis di Australia mengikuti langkah American Academy of Paediatrics untuk mempertimbangkan alternatif sunat perempuan. Alternatif tersebut berupa prosedur bedah minor pada klitoris, yang dinamakan 'ritual knick'.Jika dalam sunat yang sesungguhnya klitoris dan labia benar-benar dipotong, maka ritual knick tidak seekstrem itu. Meski lebih sederhana, diyakini cara ini tetap sesuai dengan kebutuhan adat dan tradisi.Namun sekretaris Royal Australia New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, Dr Gino Pecoraro membantah hal ini dimaksudkan untuk melegalkan sunat perempuan.Dikutip dari ABC, Selasa (1/6/2010), pertimbangan ini semata-mata hanya untuk meminimalisirMenurut Dr Pecoraro, ide untuk melegalkan ritual knick masih perlu didiskusikan lebih lanjut karena menyangkut kesesuaian dengan adat budaya. Dalam hal ini tokoh budaya serta warga asal Afrika perlu dilibatkan.Ketika Australia mulai mempertimbangkan ritual knick, American Academy of Paediatrics justru telah berubah pikiran. Lembaga itu telah mengumumkan untuk tidak lagi mempertimbangkan alternatif tersebut. Sejak 20 April 2006, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat telah mengeluarkan kebijakan berisi larangan medikalisasi sunat perempuan bagi petugas kesehatan. Tembusan juga diberikan ke Menteri Pemberdayaan Perempuan RI dan Ketua Komnas Perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap kekerasan bagi perempuan. Sunat perempuan merupakan perusakan alat kelamin perempuan yang menggangu kesehatan reproduksi, hal ini disebabkan karena tindakan tersebut bukan merupakan tindakan simbolis, tetapi mengarah kepada pemotongan yang sesungguhnya baik yang dilakukan oleh dukun maupun tenaga kesehatan.
Saat ini sunat perempuan di Indonesia mengacu pada sunat laki-laki, yang dikenal juga sebagai sirkumsisi atau khitan perempuan. Sementara diluar negeri dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC). Istilah itu sendiri masih banyak diperdebatkan. Istilah FGM tersebut lebih mengarah ke istilah “damaging”, berbeda dengan sirkumsisi yang berarti cutting around dimana mengarah kepada salah satu prosedur medis dalam pemotongan bagian alat kelamin pada sunat laki-laki.
Istilah FGM tersebut dianggap bermakna politis sehingga banyak digunakan dalam advokasi aktifis hak-hak perempuan karena bermakna negatif. Walapun begitu World Health Organization (WHO) masih tetap menggunakan istilah tersebut. Dimana FGM didefinisikan sebagai semua tindakan/ prosedur yang meliputi pengangkatan sebagian atau seluruh dari organ genitalia eksterna perempuan atau dalam bentuk perlukaan lain terhadap organ genitalia perempuan dengan alasan budaya atau alasan nonmedis lainnya.
WHO mengklasifikasikan FGM kedalam 4 tipe:
1. Tipe 1: Clitoridotomy, eksisi dari permukaan (prepusium) klitoris, dengan atau tanpa eksisis sebagian atau seluruh klitoris.
2. Tipe 2: Clitoridectomy, eksisi klitoris beserta sebagian atau seluruh labia minor.
3. Tipe 3: Infibulasi yang dikenal sebagai Khitan ala Fir’aun, eksisi sebagian atau seluruh genita eksterna dan penjahitan untuk mempersempit mulut vulva, merupakan tipe terberat FGM.
4. Tipe 4: Tidak terklasifikasi, berbagai macam tindakan diluar tipe 1,2,dan 3 yang sesuai dengan definisi FGM.
Pelaksanaan sunat perempuan di Indonesia biasanya dilakukan pada usia 0-18 tahun, tergantung budaya setempat. Di Jawa dan Madura contohnya, sunat perempuan biasanya dilaksanakan pada saat usia sang anak dibawah 1 tahun dan sebagian kecil pada usia 7-9 tahun, menandai masa menjelang dewasa. Pelaksanaannya sendiri bervariasi mulai dari tenaga medis, dukun bayi, istri kyai (nyai), sampai tukang sunat baik dengan alat modern (gunting, scapula) ataupun alat-alat trasisional (bambu, jarum, kaca, kuku, pisau, sembilu) dengan atau tanpa anestesi. Hasil penelitian yang diadakan oleh Population Council di Indonesia menyebutkan bahwa 28% pelaksanaan FGM merupakan simbolik yang berarti tanpa pemotongan atau perlukaan sesungguhnya, tetapi 72% sisanya merupakan FGM sesungguhanya, baik eksisi maupun insisi.Dampak yang dapat segera terjadi akibat FGM adalah nyeri berat, perdarahan, perlukaan daerah jaringan sekitar, retensi urine, sepsis, syok (akibat kesakitan karena tanpa anastesi maupun perdarahan), tetanus, maupun ulserasi pada daerah genital. Perdarahan massif dan infeksi bisa menyebabkan kematian.
Dalam jangka waktu panjang juga dilaporkan terjadinya kista dan abses, keloid, kerusakan uretra yang menjadi penyaba inkontinetia urine, dispareni, disfungsi seksual, dan cronic morbidity (contohnya fistula vesico vaginal). Disfungsi seksual sendiri biasanya diakibatkan oleh dipaureni serta turunnya sensitivitas permanen akibat klitoridectomi dan infubulasi. Sementara Kauterisasi elektrik klitoris bisa berpengaruh pada psikis sehingga menghilangkan hasrat untuk bermasturbasi. Selain itu penggunaan alat tanpa sterilisasi bisa menjadi media penyebaran penyakit seperti HIV dan hepatitis.
WHO menyampaikan bahwa FGM dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana pun. WHO berdasarkan etika dasar kesehatan mengatakan bahwa mutilasi bagian tubuh yang tidak perlu tidak boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. FGM membahayakan dan tidak berguna bagi perempuan, walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Selain itu medikalisasi (keterlibatan tenaga kesehatan) juga akan mempertahankan tradisi ini, sebab masyarakat akan lebih yakin karena ada dukungan dan legalitas provider kesehatan. Lebih jauh WHO juga memasukan FGM sebagai salah satu bentuk kekerasan pada perempuan, walaupun hal tersebut dilakukan oleh tenaga medis.Di Indonesia pada 31 mei sampai 1 juni 2005 lalu telah diadakan Lokakarya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan berkaitan dengan sunat. Pesertanya terdiri dari berbagai golongan, baik Menteri pemberdayaan Perempuan, Depkes, Depag, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kesehatan Rakyat, Institusi Pendidikan, Organisasi Profesi, ormas perempuan dan agama, media massa, yayasan yang berkaitan dengan medis, dan institusi penelitian. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu sunat perempuan tidak memiliki landas ilmiah dan lebih didasari pada tradisi dan budaya serta tidak ada landasan agama. Penelitian juga membuktikan bahwa sunat perempuan membawa dampak buruk dan ternyata sunat perempuan yang cenderung ke arah mutilasi bertentangan dengan hukum. Sayangnya sunat perempuan ternyata menjadi bahan komersialisasi oleh tenaga kesehatan. Karena itu penyebaran informasi terhadap masyarakat dan tindakan tegas oleh pemerintah terhadap tenaga medis yang terkait sangat diperlukan. -ADS-
26 July 2010, 10:10 AM
26 July 2010, 10:07 AM
26 July 2010, 10:03 AM