Pemberian uang saku tak hanya mengenalkan kemampuan mengelola keuangan. Menuntut tanggungjawab, komitmen dan kedisiplinan anak.

Tidak pernah ada istilah 'terlalu cepat' untuk memperkenalkan pengelolaan keuangan pada anak. Mengenalkan pengelolaan uang berarti juga memperkenalkan nilai uang, cara membuat anggaran, serta menabung. Semakin cepat diperkenalkan, anak akan semakin siap mengelola keuangannya secara mandiri. Konon, kebiasaan anak mempergunakan uang, kelak akan mempengaruhi kemampuannya mengelola keuangan. Untuk itu orangtua perlu mendidik anak dimulai dari hal yang sederhana terlebih dulu yaitu bagaimana memanfaatkan uang saku.

Konsultan keuangan dari Safir Senduk & Rekan, Ahmad Gozali mengatakan pemberian uang merupakan sarana pembelajaran anak terhadap tanggungjawab, komitmen, dan matematika sederhana. Tanggungjawab untuk menyimpan uang dan membuat keputusan sendiri penggunaan uangnya. Agar tujuan tersebut tercapai, anak harus diberikan pengertian terlebih dahulu bahwa uang yang diterima memiliki jangka waktu tertentu (mingguan/bulanan). Dengan demikian ia harus berkomitmen untuk tidak meminta uang lagi sebelum waktunya tiba, meski uangnya sudah habis.

Pada usia awal sekolah dasar, anak sudah mulai belajar matematika sederhana. Sehingga sebelum memutuskan untuk membeli A atau B, anak sudah dapat menimbang-nimbang. Apakah akan menyisakan uang sakunya hingga akhir pekan, atau menghabiskannya selama beberapa hari di sekolah. Apakah ia akan menabung, atau langsung menghabiskan seluruh uanganya untuk sekali belanja?

Gozali mengatakan, jika anak tidak terbiasa mengelola uang saku, dampaknya akan terlihat ketika harus tinggal terpisah dari orangtuanya. Misalnya, ketika kuliah di luar kota dan menerima uang saku bulanan, mungkin anak akan kikuk dalam mengelola uang sakunya. Atau ketika ia menerima gaji pertamanya kelak. Padahal semasa sekolah anak tidak pernah dididik memegang uang saku bulanan.

Dampaknya, ia akan merasa gajinya itu sangat besar dan lupa bahwa gaji itu harus cukup hingga waktu gajian berikutnya. Pada anak yang telah terbiasa diberi uang saku untuk sepekan atau per bulan, maka ia akan terbiasa menahan keinginan untuk menghabiskan uangnya di awal pekan/bulan. “Jika pembiasaan ini tidak dilakukan sejak kecil, bukan tidak mungkin anak akan kehilangan kontrol dalam kehidupan keuangannya,” katanya.

Menurut Sonitha Poernomo, Assistant Vice President Citibank, pemberian uang saku secara reguler merupakan cara yang baik bagi anak untuk belajar tentang nilai uang dan sekaligus menumbuhkan kemampuan pengelolaannya. Selain itu juga mengajarkan tanggung jawab dan disiplin sejak dini. Uang saku membantu anak memahami prinsip dasar pengelolaan uang dan ekonomi. Anak-anak seringkali meminta orangtuanya agar membelikan barang atau mainan ketika bersama-sama pergi berbelanja. “Daripada anak memaksa minta dibelikan barang, dengan uang sakunya anak dapat memutuskan apa yang akan dibelinya. Sehingga termuat konsep bahwa uang tersedia dalam jumlah terbatas,” katanya.

Namun sebelum memberikan uang saku pada anak, orangtua perlu mempertimbangkan kebutuhan anak. Menurut psikolog dari DR.Sarlito&Rekan, Ami S Budiman Msc, ada kemungkinan anak belum membutuhkan uang saku. Selain mengamati kebutuhan anak, orangtua juga perlu mengukur kemampuan lingkungan menyanggupi kebutuhan kesehariannya. Misalnya, anak mendapatkan katering untuk makan siang di sekolah, pergi ke sekolah dengan antar jemput, dan selalu disiapkan bekal dari rumah. Kondisi demikian memungkinkan anak tidak membutuhkan uang saku. “Beritahu alasannya mengapa dalam kondisi tertentu anak tidak membutuhkan uang saku. Misalnya mengatakan bahwa anda akan ada disampingnya jika anak ingin membeli sesuatu,” jelasnya.