Susu formula yang mengandung DHA dianggap baik untuk pertumbuhan otak. Berefek samping perdarahan dan gangguan sistem kekebalan.

Anda ingin punya anak cerdas? Simak ini: jangan terlalu banyak terpaku dan memberi susu yang mengandung docosabexaenoic acids (DHA)! Sebab, pemberian susu DHA yang berlebihan berisiko terhadap kesehatan. Peringatan ini diungkapkan Sri Nasar, dokter spesialis anak pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Menurut Sri Nasar, asupan DHA berlebih bisa membuat darah makin encer. Akibatnya, si anak akan mudah mengalami perdarahan. “Sistem kekebalan anak menurun,” ujarnya pada seminar di aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Sabtu dua pekan lalu.

Kelebihan DHA bakal mengganggu kerja enzim desaturase dan elongase. Dalam kondisi normal, dua enzim itu mengubah lemak jadi asam linoleat an asam alfa linolenat. Dua asam inilah yang memproduksi DHA dan asam arachidonic (AA). DHA merangsang produksi prostalglandin yang berfungsi mengencerkan darah dan memperlebar pembuluh darah.

Sementara itu, AA merangsang produksi trombosit yang membuat darah mengental dan mempersempit pembuluh darah. Berhubung kelebihan pasokan DHA, enzim mengurangi produksi DHA-nya. Otomatis produksi AA pun ikut berkurang. Akibatnya, jumlah trombosit di dalam pun menyusut. “Darah akan lambat membeku,” ujar Sri Nasar.

Bayi mendapatkan DHA dari air susu ibu (ASI) dan sewaktu masih dalam kandungan. Pasokan DHA di luar ASI dibutuhkan hanya untuk kasus bayi lahir prematur, bayi baru lahir, dan penyakit metabolisme, misalnya gangguan liver. Pemberian susu ini hanya dianjurkan pada bayi baru lahir hingga dua tahun. Susu itu pun harus berupa ASI yang kandungan DHA dan AA berimbang. Lewat dari usia 2 tahun tadi, pasokan DHA kurang perlu. DHA diproduksi tubuh secara alamiah. “Kalau ingin anaknya cerdas, ya beri pendidikan yang benar,” kata Sri Nasar kepada Hendra Makmur dari Gatra.

Peringatan Sri ini berkait dengan bermunculannya susu DHA belakangan ini. Produsen memasukkan DHA yang ada pada minyak nabati dan minyak ikan. Iklannya pun kerap ditayangkan di sejumlah media cetak dan elektronika. Salah satu isi iklan produk tadi menyebutkan bahwa DHA merangsang pertumbuhan otak dan memperbaiki retina mata.

Memang, DHA merangsang penyusunan dinding sel saraf hingga timbul penampang yang baik di otak. Dengan DHA, sel-sel saraf bisa saling berorganisasi dan berhubungan dengan cepat. Bila itu terjadi, anak akan cepat bereaksi. Jika seorang anak melihat sesuatu, ia akan cepat menangkap apa yang dilihatnya.

Kebutuhan bayi pada DHA memang banyak. Sebab, pada usia dini, otak bayi membutuhkan energi yang cukup besar. Karena itu para ibu tergiur ingin anaknya bisa cepat cerdas. Ibu lalu memberikan susu ber-DHA tanpa memperhatikan dosis yang tepat. Padahal, dosis itu menjadi penting.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kadar ideal untuk bayi normal maksimum 20 mg per kilogram berat bayi per hari. Sedangkan kadar DHA untuk bayi prematur, WHO menyarankan 40 mg per kilogram berat bayi. Sedangkan Sri menganjurkan kadar DHA di bawah 0,5% dari jumlah asam lemak pada susu.

Menanggapi kabar tentang susu DHA itu. Lira Oktaviani, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan PT Indomilk, mengaku baru mendengarnya. Sejauh ini, kata Lira, DHA aman saja diberikan kepada bayi. Padahal, sejak 1998, Indomilk sudah menambahkan unsur DHA dalam produknya bermerek Indomilk.

DHA juga bermanfaat untuk membantu perkembangan sel-sel otak dan retina mata. Bahan DHA yang dipakai sebagai bahan susu, berasal dari ikan yang hidup di laut dalam, seperti ikan salmon dan tuna. Ikan laut ini mengandung omega-3, yang mempunyai unsur DHA di dalamnya.”DHA yang kami pakai adalah ekstrak minyak ikan, dan dilapisi gelatin ikan,” ujarnya. Bentuknya serbuk.

Lira mengatakan, dosis DHA yang dipakai susu bermerek Indomilk bisa dilihat dari kandungan omega-3-nya. Indomilk cuma memasukkan kadar 15 mg per 100 gr susu. Jika seseorang meminum susu dua gelas sehari, berarti orang tersebut telah minum 7,5 mg omega-3. “Jadi, masih dalam taraf aman,” ujarnya. Jadi? G Aries Kelana dan Amalia K.Mala