Rotavirus adalah kuman diare pembawa maut yang berbahaya. Jadi, jangan anggap sepele penyakit diare, karena nyatanya, 18% penyebab kematian pada bayi dan balita di Indonesia disebabkan oleh virus yang membawa penyakit ini.

Suasana duka masih menggantung di rumah pasangan Laila, 27 tahun dan Dandy, 35 tahun. Aurel, putri mereka yang belum genap berumur 10 bulan, sekitar dua bulan lalu telah berpulang pada Tuhan. “Saya menyesal karena tak menganggap serius penyakit Aurel. Karena saya pikir Aurel hanya diare biasa, saya tidak segera membawanya ke rumah sakit dan hanya memberinya oralit. Tapi Aurel tak kunjung berhenti muntah dan buang air, sehingga ia kemudian dehidrasi dan kemudian kehilangan kesadaran. Saat kami membawanya ke rumah sakit, semuanya sudah terlambat,” kisah Laila dengan wajah muram.

Memang belum banyak orang tahu bahwa ada bahaya mengintai di balik penyakit diare yang diderita bayi dan balita, khususnya bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun. Rotavirus, nama si kuman berbahaya ini, ditemukan pertama kali tahun 1973 oleh profesor Ruth Bishop, Director of the World Health Organization (WHO) Collaborating Laboratory for Research on Human Rotavirus dan Director of the National Rotavirus Surveillance Centre, Australia. “Ruth yang menangani wabah diare sempat melihat, bahwa dari sekian banyak anak yang terkena diare, sebagian tidak dapat sembuh dan akhirnya meninggal. Beliau kemudian melakukan penelitian pada para balita tersebut, dan ternyata 38% anak ditemukan meninggal akibat kuman Rotavirus yang terdapat pada feses mereka,” jelas profesor Yati Soenarto, dokter anak serta konsultan untuk Gastroenterelogy dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Gejala dan Penanganannya
Menurut prof. Yati, diare akibat kuman Rotavirus memang sulit dibedakan dengan diare biasa. Tapi, Anda sebaiknya langsung curiga dan segera membawa si kecil ke rumah sakit, jika diare yang diderita si kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

* Muntah-muntah
* Feses cair (mencret, tapi tanpa darah)
* Dehidrasi
* Sakit perut
* Sebagian anak juga mengalami demam saat terinfeksi virus ini

Sebanyak 70% bayi dan balita yang mengalami gejala di atas positif terinfeksi kuman Rotavirus. Dokter di rumah sakit akan memberikan zinc dalam bentuk tablet sebagai langkah pengobatan, dan bukan antibiotik, karena antibiotik justru akan membuat kuman menjadi persistance/kebal, sehingga diare malah tidak kunjung sembuh. Namun sebelum Anda membawa si kecil ke rumah sakit, ada baiknya beri dulu anak Anda oralit atau cairan rumah tangga seperti air garam, air gula, atau sup sebagai tindakan pertolongan pertama untuknya. “Si kecil juga tetap harus mengonsumsi makanan supaya usus-usus yang rusak membaik- karena virus merusak usus- selain untuk memberikan daya tahan pada tubuh. Satu hal yang harus diingat, jangan sekali-kali memberikan obat anti diare atau anti muntah, karena diare adalah mekanisme pertahanan tubuh. Obat anti diare/muntah hanya akan menghambat pengeluaran cairan dan mengakibatkan kuman-kuman tak bisa terbuang dan akan kembali terserap tubuh, sehingga bisa terjadi keracunan. Jadi biarkan saja feses keluar secara alami,” papar prof. Yati.

Penyebaran Kuman dan Tindakan Preventifnya
Lalu, apakah Rotavirus bisa dicegah? Jawabnya: Ya, dengan beberapa cara. Pertama, dengan pemberian ASI eksklusif, karena air susu ibu terbukti memiliki zat anti Rotavirus. Kedua, dengan memperhatikan hieginitas si kecil, misalnya dengan mencuci bersih semua alat makan dan minum bayi dan balita Anda, dan bagi si kecil Anda yang sudah bisa makan sendiri, pastikan ia sudah cuci tangan sebelum makan. Kuman ini memang sangat mudah menular dari satu anak ke anak lain. Cara penularan yang pertama adalah melalui makanan yang terkontaminasi kuman Rotavirus yang lalu masuk dalam mulut anak, dan yang kedua penularan secara person to person, atau kontak langsung antara penderita dengan yang sehat.

Tindakan pencegahan yang ketiga, yang sebetulnya bisa menjadi pencegah Rotavirus yang utama adalah dengan pemberian vaksinasi. Pemberian vaksin dilakukan mulai dari anak usia 12 minggu sampai lebih dari 6 bulan, sebanyak 2-3 kali. “Sebetulnya saya bersama beberapa staf medis di Indonesia sudah lama melakukan penelitian bersama Ruth Bishop dalam rangka pembuatan vaksin ini, tapi kami terpentok masalah biaya yang sangat besar,” kata prof. Yati. “Dua vaksin rotavirus yang sudah beredar sejak tahun 1990-an di negara maju saat ini masih dalam proses perizinan untuk masuk ke Indonesia. Saya harap nantinya vaksin ini akan semakin banyak dibuat sehingga harganya pun semakin murah. Dengan demikian, vaksin ini dapat masuk daftar imunisasi wajib di Indonesia dan semua lapisan masyarakat bisa mendapatkannya.”

Jadi, Anda tak perlu khawatir. Selama vaksin Rotavirus belum ada di sini, Anda tetap bisa melakukan dua tindakan preventif yang telah disebutkan di atas untuk mencegah penyakit ini. Keduanya relatif mudah untuk dilakukan, dan tentunya, tidak membutuhkan banyak biaya, dibanding risiko yang harus ditanggung dalam proses penyembuhan jika si kecil sampai “tersentuh” si Rotavirus.

Asia-Pacific Rotavirus Metaforum
Memenuhi undangan Family Health International (FHI), Mother & Baby Indonesia turut berkumpul di Bangkok, Thailand, bersama para pakar kesehatan yang meliputi para profesor, dokter, badan pemerintah, serta kalangan industri di bidang medis dari 16 negara se-Asia Pasifik, untuk melakukan diskusi dalam Asia-Pacific Rotavirus Metaforum, tanggal 13-14 November 2007 lalu. Dampak dari Rotavirus memang luar biasa. Data yang dimiliki FHI menunjukkan, setiap tahun, sebanyak 171.000 anak di bawah usia 5 tahun meninggal akibat infeksi ini, 1, 9 juta anak-anak dirawat di rumah sakit akibat diare yang disebabkan Rotavirus, 13,5 juta anak-anak datang ke klinik rawat jalan, dan total biaya yang dihabiskan untuk penyakit ini per tahunnya adalah sebesar $US 191 juta! “Itulah mengapa forum ini menjadi sangat penting, karena tugas kita di sini adalah mengidentifikasi dan menentukan langkah-langkah apa selanjutnya yang perlu diambil guna menanggulangi penyebaran wabah ini,” kata Janet Robinson, Director of Research for FHI’s Asia Pacific Region, Bangkok.

Kesimpulan akhir dari diskusi panjang yang berjalan interaktif dan sangat menarik ini adalah, bahwa Rotavirus adalah penyakit yang harus menjadi prioritas pemerintah untuk segera ditangani, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi wajib. “Program vaksinasi sangat potensial untuk mencegah kematian yang terjadi di setiap negara bagian ini, di luar kerugian lain yang ditimbulkannya, seperti biaya yang sangat besar dan turunnya kondisi fisik dan mental orang tua dan keluarga penderita,” kata profesor Lulu Bravo, moderator sekaligus salah satu pembicara ahli dari Filipina dalam forum ini. Dua vaksin yang telah diakui secara internasional adalah Rotarik dan Rotatek, yang belum masuk ke Indonesia dan bilamana ada pun masih mahal harganya. Tapi janji Prof. Yati tentu cukup melegakan hati, karena Prof. Yati bersama kalangan medis di Indonesia masih terus mengusahakan hadirkan vaksin ini untuk para bayi dan balita di Indonesia.

from : mother and baby