Anak yang mendapat ASI cuma dua bulan lebih berpotensi berperangai
buruk.

Ada Adi, 4,5 tahun, berarti ada keributan. Boleh jadi itu ungkapan
yang tepat untuk bocah Taman Kanak-kanak itu. Pertengkaran tak cuma
terjadi dengan temannya di sekitar rumah, di sekolah pun begitu.
Ibunya mengeluh, tapi anak lelaki itu tak surut juga bertingkah-
polah secara berlebihan. Cepat beradu mulut plus ringan tangan dan
kaki.

Ada kemungkinan pemicunya memang beragam. Namun, bila menilik sebuah
penelitian terbaru tentang kaitan asupan air susu ibu (ASI) dengan
perilaku dan mental anak, ada baiknya si ibu bertanya kepada diri
sendiri, "Apakah si anak mendapat ASI dalam masa yang cukup?"

Penelitian yang dilakukan Dr Katherine Hobbs Knutson, dari
Departemen Psikiatri, Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston,
Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa ASI secara signifikan
mempengaruhi perangai sang anak di masa depan. Studi baru seperti
dikutip dari HealthDay News ini menyebutkan, seorang ibu yang
mencukupi asupan ASI bayinya tidak pernah melaporkan adanya masalah
perilaku dan mental pada anaknya selama lima tahun fase
pertumbuhannya. Namun, ditemukan anak yang cuma disusui selama dua
bulan berpotensi berperangai buruk dibanding anak yang ditunjang ASI
selama satu tahun.

"Ini merupakan indikasi jika memberi ASI selama pertumbuhan dapat
memiliki efek pada anak," kata Hobbs. Studi melibatkan sekitar 100
ribu partisipan dari usia 10 bulan hingga 18 tahun. Dalam
penelitian, orang tua ditanya seputar pemberian ASI dan perilaku dan
mental anaknya.

Menurut spesialis anak, dr Soedjatmiko, selama proses menyusui akan
terjadi interaksi penuh kasih sayang antara ibu dan buah
hatinya. "Bayi merasa aman, nyaman, dan dilindungi sehingga
terbentuk attachment basic trust sebagai landasan utama perkembangan
emosi yang baik di kemudian hari," ujarnya.

Konsultan laktasi, dr Utami Roesli, SpA, mengungkapkan, bayi yang
terpenuhi asupan ASI akan memiliki emotional quetient (EQ) dan
spiritual quetient (SQ) yang baik. "Ini yang akan membentuk behave-
nya," ucapnya. Dibanding susu formula, menurut dia, kontak langsung
dari kulit ke kulit membuat buah hati lebih merasa dekat. "Ketika
menyusui juga ada rangsangan terhadap panca inderanya. Bayi akan
merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada di
dekatnya, termasuk keintiman dengan ibunya." Anak yang diberi ASI
akan tumbuh lebih cerdas dan sehat dibanding bayi dengan susu
formula," kata Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia itu.

Keampuhan ASI pun sudah terbukti. Utami memberi contoh Skandinavia
dan Swedia, dua negara yang sangat mendukung asupan maksimal ASI
kepada bayi dengan membuat kebijakan cuti bagi orang tua. "Bukan
cuti hamil untuk ibunya saja," ujarnya. Di kedua negeri itu, cuti
dapat diambil satu tahun penuh. Empat bulan pertama pasangan suami-
istri tetap mendapat 100 persen gaji. Mulai bulan kelima, gaji
dibayar 80-90 persen. "Kebijakan ini yang membuat anak-anak di
Swedia dan Skandinavia cerdas dan sehat. Di sana juga sangat sulit
ditemukan susu formula," ia menambahkan. Lagi pula, ia menegaskan,
menyusui itu merupakan proses bertiga, yakni istri, suami, dan anak.

Adapun pemenuhan ASI sudah harus dilakukan sejak bayi lahir sampai
usia 6 bulan tanpa dicampur makanan atau cairan lain meski air putih
sekalipun. "ASI diperlukan hingga usia bayi 2 tahun, tapi dengan
makanan pendamping," kata Utami. Dari data yang dimilikinya,
tercatat anak yang disusui ASI, IQ-nya lebih tinggi 12,9 poin pada
usia 9 tahun.

Berdasarkan penelitian American Academy of Pediatrics, asupan ASI
pada bayi juga membuat anak terhindar dari penyakit infeksi, seperti
diare, radang paru-paru, dan radang otak. Studi juga mengindikasikan
mereka lebih rendah risiko terkena obesitas, diabetes, dan kanker.
Hal ini disebabkan oleh kandungan enzim dalam ASI mendukung sistem
pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Terutama dari kandungan
yang terdapat pada susu jolong atau kolostrum--cairan kuning kental
pada awal menyusui sampai hari keempat dan ketujuh.

Tidak hanya untuk anak, menyusui juga sangat fungsional untuk kaum
ibu. Menurut Utami, bagi ibu menyusui akan mencegah risiko anemia.
Menyusui secara eksklusif selama enam bulan berdampak pada penundaan
haid. Dengan demikian, ibu dapat menyimpan zat besi dan mencegah
terjadi defisiensi zat besi yang memicu anemia. Lalu, isapan bayi
pada payudara ibu juga akan mencegah perdarahan setelah melahirkan
dan mempercepat involusi uterus (pengecilan rahim kembali). Selain
itu, dapat mengurangi risiko terjangkit kanker payudara dan
ovarium. "Banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara
infertilitas dan tidak menyusui dengan peningkatan risiko terkena
kanker," ucap Utami. Walhasil, dia menyimpulkan bayi akan sehat
secara fisik, intelektual sekaligus emosional, jika hak ASI anak
dapat dipenuhi oleh sang ibu. HERU TRIYONO

AGAR OPTIMAL

Minta Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
Bayi jangan dipisahkan dari ibunya setelah melahirkan.
Selama 48 jam pertama tidak diberi susu formula.
Permintaan dan suplai ASI secara rutin (dikeluarkan 10 cc, maka
diproduksi 10 cc)
Ada dukungan emosi dari suami dan keluarga.
ASI eksklusif saat bayi berusia 0-6 bulan.
Konsultasi ke dokter (bila perlu).