Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4 persen. Sementara di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Wajar bila wadah organisasi profesi dan non-profesi yang bergerak dalam bidang penanggulangan asma di Indonesia, Dewan Asma Indonesia (DAI), resmi diluncurkan pada Rabu (14/11).

''Tujuan dari pendirian DAI adalah untuk berperan aktif membantu mewujudkan penyandang asma di Indonesia menjadi manusia yang sehat dan berkualitas,'' ujar Ketua DAI, Prof Dr Faisal Yunus PhD SpP(K) kepada pers, Rabu (14/11). Menurut Faisal, meskipun saat ini telah ada beberapa organisasi maupun perkumpulan asma di Indonesia, namun masing-masing masih berjalan sendiri-sendiri.

Wakil Ketua DAI Prof DR Dr Heru Sundaru menambahkan, keanggotaan DAI terdiri dari perwakilan dari berbagai organisasi yang bergerak dalam bidang asma. Oleh karena itu, kehadiran DAI sangat dibutuhkan agar dokter, tenaga kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga profesi yang bergerak dalam bidang asma.

Saat ini, pedoman penanganan asma yang diterima secara umum di dunia adalah GINA (Global Initiative for Asthma). Namun, menurut Heru, ada beberapa hal khusus yang sulit untuk diterapkan di Indonesia sehingga menyebabkan penanganan asma tidak optimal. ''Oleh karena itu perlu adanya suatu pedoman sederhana yang mengacu pada GINA namun sesuai dengan karakteristik asma di Indonesia,'' jelasnya.

Penyakit asma berasal dari kata 'asthma' yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti 'sukar bernapas'. Penyakit asma ditandai dengan tiga hal, antara lain mengkerutnya saluran napas, pembengkakan, dan pengeluaran lendir yang berlebih pada saluran napas. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. ''Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma,'' keluh Faisal.

Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2005 menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen menjadi 5,4 persen. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun mendatang. WHO memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita meninggal dunia karena asma.

Menurut Faisal, tingginya angka kematian akibat asma banyak disebabkan oleh kontrol asma yang buruk serta sikap pasien dan dokter yang seringkali meremehkan tingkat keparahan. ''Padahal asma yang tidak terkontrol dapat membatasi kualitas hidup secara drastis,'' ingatnya