Anak adalah anak apapun keadaannya. Mereka tetap berhak mendapatkan bantuan untuk bisa tumbuh semaksimal mungkin sesuai kapasitasnya, bahkan ketika keadaannya terbatasi oleh kendala kondisi fisik atau pun mental yang kurang optimal.

Anak dengan down syndrome misalnya, yang mengalami suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom, yakni kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Secara fisik anak dengan down syndrome cenderung cukup mudah dikenali karena punya tanda-tanda fisik yang biasanya cukup nyata. Bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).

Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).

Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain yang biasanya pada bayi baru lahir terdapat congenital heart disease. Kelainan ini biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).

Anak “Bahagia”

Tak hanya keterbelakangan fisik, anak down syndrome juga kerap mengalami keterlambatan mental. Meski demikian, bukan berarti keadaan mereka adalah takdir buruk yang sama sekali tidak bisa dibantu untuk berkembang. Apalagi, di luar segala ciri khas yang terkesan “kurang” pada anak dengan down syndrome, Prof. Eric Lim, PhD, DBA, MBA, MPsych, Med, BSpEd BSc(Hons), DIP(ECE), Founder Kits4Kids Foundation serta Yayasan Dandika Indonesia, justru memiliki ciri khas unik yang kontras dengan keadaannya. Mereka adalah anak yang selalu terlihat bahagia karena selalu ceria. Mereka bukanlah anak yang selalu memasang wajah murung dengan duka nestapa.

Menurut Lim, dengan pendekatan dan terapi tepat yang memadai, anak dengan down syndrome juga bisa memiliki kemampuan membaca, menulis, berbicara dan mendengar secara memadai. Demikian diungkapkan.

Memang kita takkan mampu mengkalkukasi berapa persentasi peningkatan yang akan diterima anak. Namun, Menurut Lim, semakin dini intervensi yang dilakukan, maka harapan akan semakin baik. “Ini bukan marketing, kita tidak bisa berbicara tentang angka-angka persentasi di sini, di samping itu setiap anak spesifik dan unik, karena itu pendekatan pada masing-masing juga harus berbeda, namun semua itu yang terpenting adalah bagaimana upaya meningkatkan quality of life mereka,” kata Lim.

Pendekatan Model ABC

Salah satu yang dilakukan Lim adalah pendekatan terapi yang dinamainya model ABC (A= Affective, B=Behavior, C=Cognitive). Semua pendekatan ini dilakukan agar anak terbantu dalam mengembangkan emosional, perilaku, sensorik dan motorik mereka, serta bagaimana mereka dapat berbicara, berbahasa dan berkomunikasi serta perilaku secama umum. Sehingga mereka punya kemampuan untuk membantu dirinya sendiri.

Lim menyarankan sejak usia enam bulan setelah lahir dan ketika terlihat tidak ada perkembangan pada anak, akan lebih baik untuk segera dilakukan assessment. Assessment tersebut memiliki peran penting untuk mengetahui permasalah lebih dini sehingga intervensi segera bisa dilakukan.

Majunya teknologi kedokteran saat ini telah menemukan pemeriksaan untuk mendeteksi kelainan-kelainan genetik bahkan sejak bayi masih dalam kandungan, termasuk kelaian pada anak dengan down syndrome. Ini tentunya akan membantu para orang untuk mengetahui kondisi lebih dini pada janinnya. Pengetahuan ini tentu ke depan akan berguna dalam membantu mereka melakukan antisipasi-antisipasi atau menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Inilah mengapa pemeriksaan genetik terkadang penting untuk dilakukan, apalagi jika Anda atau salah satu pasangan Anda termasuk golongan yang berisiko.