Inilah yang saya maksud Syndrom Kakak Balita Cemburu Sama Adik Bayi. Saat sudah usia sekolah sih, syndrom ini sudah hampir tidak terlihat lagi. Tapi pada saat anak Balita, ini benar-benar seperti sengaja ‘didemonstrasikan’ di depan mata kita.



Hukuman, konsekuensi, time out, isolasi atau yang sejenis ini tidak akan menghentikkan perbuatan buruk anak selamanya, sifatnya hanya sementara, tapi tetap, meski demikian ini juga penting dilakukan.



Saat kesepakatan telah dibuat, sebenarnya minta maaf dan konsekuensi dua hal yang tak berbenturan. Bergantung kesepakatannya dari awal. Apakah dengan meminta maaf otomatis melepaskan konsekuensi?



Menurut abah, boleh tak setuju, perbuatan minta maaf dapat melepaskan konsekuensi tapi tidak semua minta maaf melepaskan konsekuensi. Mohon dicermati kalimat ini. Maksudnya begini: minta maaf adalah tanda taubat. Jadi, taubat itu tidak boleh diulang lagi. Tapi jika sudah dikasi warning dll, konsekuensi sudah disepakati, lalu perbuatan diulangi lagi, maka minta maaf tetap wajib, tapi konsekuensinya wajib dilaksanakan. Jika tidak minta maaf, konsekuensinya malah lebih tinggi.



Misalnya, jika ada orang membunuh orang lain, lalu orang ini mengatakan "maaf ya Pak Hakim saya sudah membunuh", apakah kemudian karena minta maaf ia otomatis jadi hilang hukumannya?



Jadi tidak setiap kesalahan harus dihukum, tapi ada sebagian kesalahan harus memang menanggung konsekuensi atau akibatnya. Demikian juga, tidak semua minta maaf melepaskan diri dari tanggung jawab untuk menanggung konsekuensinya.



Jika anak mengulangi terus perbuatannya, maka minta maaf tidak bisa melepaskan dia dari konsekuensi yang ia dapat



Yang membuat anak berhenti lebih mudah adalah kesadarannya. Bagaimana cara membangunkan anak agar sadar? Program pikirannya. Bagaimana memprogram pikirannya? ceritakan kisah, buku, dongeng tentang nilai2 kasih sayang, nilai baik dan buruk, ngobrol dengan anak, gali pikirannya tentang pendapatnya tentang si adik, apa yang ingin ia lakukan bersama adik yang menyenangkan jika si adik sudah besar, dll.



Sebenarnya syndrom ini wajar, insya Allah akan hilang dengan sendriinya saat ia mulai semakin besar. Bahwa sebenarnya mamanya tidak “dicuri” atau “diambil” oleh si adik. Tapi memang semakin parah jika kita tidak tepat menanganinya.



“Kecemburuan” ini normal. Orangtua yang memahami anak, akan memahami perasaan dari si balita yang punya adik ini. Apa yang ada di pikiran si Kakak? “Kemarin Bunda punya banyak waktu untukku, sekarang gara-gara adik bayi, Bunda jadi tak perhatikkan aku, sedikit menemaniku, tidak lagi banyak bermain denganku. Dikit-dikit adik, dikit-dikit adik, dikit-dikit nangis tuh si adik bayi, dikit-dikit pipis, mpupnya bau lagi! Sebel deh!



Karena itu, Abah pernah bilang banyak orangtua memutuskan punya anak lagi salah satu tujuannya adalah ingin memberi ‘hadiah’ untuk si Kakak. Biar kakak tidak kesepian, biar si kakak ada teman main. Tapi kenyataannya, seringkali dianggap si kakak bukan hadiah, tapi sebagai ‘musibah’ karena telah mengambil sebagian waktu, hak si kakak dengan si ayah dan terutama si bunda.



Jika kita memahami ini, maka kita akan proaktif. Jadi orangtua proaktif artinya kita mengansipasi masalah, bukan reaktif setelah masalah terjadi. Misalnya semua anak punya rumus ini: setiap benda di rumah adalah baru, apa yang baru sangat memikat hati. Maka wajib hukumnya bagi hampir semua anak “menyentuh semua barang di rumah” termasuk bedak, lipstik, pisau, colokan listrik dll”



Nah jika orangtua sudah memahami rumus ini, maka seharusnya, kita mengamankan barang-barang ini dahulu agar tak berbahaya untuk bayi atau tak berbahaya untuk orangtua. Maksudnya, colokan listrik kan bahaya bagi bayi tapi kalau bedak dan lipstik dirusak anak, kan “bahaya” tuh untuk orangtua.



Jadi saat anak menghamburkan bedak di lantai, sebenarnya bukan salah anak lho. Kenapa? Karena kita sudah mengatahui rumus anak “semua bagi baru, setiap yang baru memikat hati, apa yang memikat wajib disentuh, diujicoba, dipakai, dll”



Nah Abah sering bilang, please, jika bedak Anda tak mau diganggu, simpan bedak Anda di atas genteng! Insya Allah itu bedak akan sehat wal afiat. Atau ya tak harus lebay begitu, maksudnya, simpan bedak yang aman dari jangkauan anak. Gitu lho..



Demikian juga saat si Balita ini punya adik. Pake rumus ini: JANGAN PERNAH MEMBIARKAN ADIK BAYI DEKAT SI KAKAK TANPA PENGAWASAN.



Insya allah si Kakak tidak akan punya kesempatan untuk menyakiti kan? Abah khawatir jika Si Kakak ini terus-terusan dikasi hukuman, alih-alih ia berhenti dari mengganggu si adik, yagn terjadi malah menyebabkan ia makin 'benci' pada si adik. Kenapa sih gara-gara adik aku malah dihukum terus?



Jadi daripada sebanyak-banyaknya ngasih hukuman, abah lebih setuju dengan sebanyak-banyak ngasih pencegahan.



Pencegahan yang lain adalah dengan mencoba menggali kesenangan-kesenangan bersama antara si kakak dan si adik. Membina hubungan baik antara si kakak dan si adik. Ngajak adik bayi bicara bareng, dll.



Lalu sering-sering memuji si kakak saat di depan adik bayi "klo sudah besar, adik insya allah nanti jadi anak baik ya kayak kakak!" atau yang semacam ini.



Cara lainnya dalah dengan sering-sering melibatkan si Kakak saat ngurus sama adik, sehingga kk merasa diakui dan diperhatikan juga. Dan mungkin ia merasa 'dibutuhkan.



Tambah lagi, saat ibu sibuk ngurus adik bayi, penyakitnya adalah si Kakak merasa dicuekkin. Apalagi si ibu terus-terusan berjam-jam sama adik bayi sedangkan karena ibunya energinya terbatas, jadi menyebabkan 'nggak sempat' mendekat sama si kakak.



Jadi pastikan ada yang 'ngurus' dia juga. Apakah Ayahnya, apakah si bibinya atau siapapun. Nah pada si bayi tidur, pastikan si kakak setiap hari masih memiliki waktu dengan si ibu. So ini akan mengurangi dampak si kakak merasa ada 'pencurian' ibu oleh 'adik'.