Mengajari Anak Suka Berbagi

Anda mungkin pernah melihat si kecil berkata “ini punyaku” atau “nggak mau” saat Anda memintanya untuk membagi mainan atau makanan miliknya kepada teman atau saudaranya. Bahkan, karena bersikeras, ia sering kali menolak itu dengan berlari sambil merebut mainannya, dan secara keras menolak permintaan Anda untuk berbagi walaupun terkena resiko marah.
Sikap ini terasa kental saat anak memasuki usia 3 tahun. Orang mengenalnya dengan masa trotz atau usia membangkang. Namun ritme perkembangan mental pada anak sangat dipengaruhi oleh sikap lingkungan terutama keluarga. Ketika anak berusia sekitar 4-6 tahun, maka hampir seluruh perilakunya adalah pengaruh dari lingkungan keluarga, karena bagaimanapun juga keluarga memiliki kontribusi peran yang tidak kecil dalam meng-create perilaku anak. Tetapi hal ini tidak berarti bila anak pelit, maka belum pasti orang tuanya juga pelit, meskipun tidak menutup kemungkinan hal itu sesungguhnya terjadi.
Anak biasanya merasa bahwa barang kepunyaannya adalah miliknya saja, dan tidak perlu ada orang lain yang turut ambil bagian, sehingga andai ia harus berbagi, maka anak merasa ada sesuatu yang hilang dari benaknya dan itu sangat menyiksa batinnya.
Nah apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, anak akan tidak mengalami perkembangan mental yang matang sehingga cenderung asosial pada masa dewasa mendatang.
Oleh karenanya, berikut adalah cara memberikan treatment pada anak agar senang berbagi:
1. Berilah support pada anak saat ia terlihat ingin berbagi dengan temannya dengan pujian dan menyediakan barang untuk berbagi. Misalnya, Anda buatkan kue untuk dimakan bersama dengan teman-temannya disore hari.
2. Berilah contoh nyata, ketika anda memberi uang sedekah pada pengemis dan bahkan ajarkan pada anak agar tangannya sendiri yang memberikan uang itu, sehingga kesannya cukup mendalam.
3. Saat senggang, berceritalah tentang orang yang suka memberi dan tunjukkan manfaatnya bila berbagi dengan sesama. Perlahan-lahan akan membentuk sikap dan opini dalam diri anak bahwa berbagi itu bermanfaat bagi dirinya.
4. Jangan memaksa untuk berbagi saat kondisi sangat buruk bagi anak secara emosi, karena akan menanamkan memori yang tidak menyenangkan tentang berbagi didalam alam bawah sadarnya. Akibatnya dilain waktu, ia akan menolak untuk berbagi.
5. Jadikan kebiasaan dalam keluarga untuk rajin dalam menjalankan program berbagi. Misalnya didalam anggota keluarga, bersama-sama menyantuni anak yatim setiap bulannya secara rutin, atau saling memberi diantara anggota keluarga dengan cara saling meminjami barang satu sama lainnya.
Yuk berbagi bersama...

Anda mungkin pernah melihat si kecil berkata “ini punyaku” atau “nggak mau” saat Anda memintanya untuk membagi mainan atau makanan miliknya kepada teman atau saudaranya. Bahkan, karena bersikeras, ia sering kali menolak itu dengan berlari sambil merebut mainannya, dan secara keras menolak permintaan Anda untuk berbagi walaupun terkena resiko marah.

Sikap ini terasa kental saat anak memasuki usia 3 tahun. Orang mengenalnya dengan masa trotz atau usia membangkang. Namun ritme perkembangan mental pada anak sangat dipengaruhi oleh sikap lingkungan terutama keluarga. Ketika anak berusia sekitar 4-6 tahun, maka hampir seluruh perilakunya adalah pengaruh dari lingkungan keluarga, karena bagaimanapun juga keluarga memiliki kontribusi peran yang tidak kecil dalam meng-create perilaku anak. Tetapi hal ini tidak berarti bila anak pelit, maka belum pasti orang tuanya juga pelit, meskipun tidak menutup kemungkinan hal itu sesungguhnya terjadi.

Anak biasanya merasa bahwa barang kepunyaannya adalah miliknya saja, dan tidak perlu ada orang lain yang turut ambil bagian, sehingga andai ia harus berbagi, maka anak merasa ada sesuatu yang hilang dari benaknya dan itu sangat menyiksa batinnya.

Nah apabila hal ini dibiarkan terus terjadi, anak akan tidak mengalami perkembangan mental yang matang sehingga cenderung asosial pada masa dewasa mendatang.

Oleh karenanya, berikut adalah cara memberikan treatment pada anak agar senang berbagi:

1. Berilah support pada anak saat ia terlihat ingin berbagi dengan temannya dengan pujian dan menyediakan barang untuk berbagi. Misalnya, Anda buatkan kue untuk dimakan bersama dengan teman-temannya disore hari.

2. Berilah contoh nyata, ketika anda memberi uang sedekah pada pengemis dan bahkan ajarkan pada anak agar tangannya sendiri yang memberikan uang itu, sehingga kesannya cukup mendalam.

3. Saat senggang, berceritalah tentang orang yang suka memberi dan tunjukkan manfaatnya bila berbagi dengan sesama. Perlahan-lahan akan membentuk sikap dan opini dalam diri anak bahwa berbagi itu bermanfaat bagi dirinya.

4. Jangan memaksa untuk berbagi saat kondisi sangat buruk bagi anak secara emosi, karena akan menanamkan memori yang tidak menyenangkan tentang berbagi didalam alam bawah sadarnya. Akibatnya dilain waktu, ia akan menolak untuk berbagi.

5. Jadikan kebiasaan dalam keluarga untuk rajin dalam menjalankan program berbagi. Misalnya didalam anggota keluarga, bersama-sama menyantuni anak yatim setiap bulannya secara rutin, atau saling memberi diantara anggota keluarga dengan cara saling meminjami barang satu sama lainnya.

Yuk berbagi bersama...