Bila Ibu-Bapak menemukan setumpuk bekas bungkus permen atau aneka batu, dedaunan, kelereng warna-warni, dan lainnya di tempat mainan si kecil, jangan buru-buru membuangnya. Coba, deh, ingat-ingat lagi, bukankah dulu pun kita melakukannya? Seperti dikatakan Sherly Saragih Turnip, Psi., semua orang sewaktu kecilnya minimal pernah melakukan hal serupa, sekalipun sekarang ia lupa.

Kegiatan ini dinamakan collecting play atau bermain mengumpulkan. Biasanya dimulai pada usia 2-3 tahun atau sejak anak bisa bereksplorasi ke luar, entah di taman, halaman, atau kompleks tempat tinggalnya. Dalam eksplorasinya itu, anak akan membawa apa saja yang dijumpainya tapi hanya yang sangat menarik baginya dan disukai. Bisa berupa batu, kartu, gambar, koin, daun, dan lainnya, yang lalu disimpan di suatu tempat, entah dalam kotak, laci, tas kecilnya, atau bahkan di pojok ruangan.

MENAIKKAN GENGSI

Buat si batita, tentulah ia belum tahu untuk apa dirinya mengumpulkan benda-benda itu. Ia mengumpulkannya cuma untuk memenuhi rasa senangnya. "Pokoknya, anak akan merasa bahagia dan sangat senang jika berhasil atau menemukan barang-barang yang sedang ia kumpulkan," tutur psikolog pada Klinik Anakku ini. Jadi, hanya sebagai pemuas kebutuhan dan kesenangan dirinya semata.

Barulah di usia prasekolah, ia mulai berkembang. Jika awalnya ia hanya ingin mengumpulkan baterai kecil tanpa memilah-milah warnanya, lama-lama ia hanya mengumpulkan baterai kecil yang berwarna hitam belaka, misal. Selain itu, kala tertarik pada benda lain, bisa jadi ia langsung beralih dan meninggalkan atau membuang "koleksi" lamanya. "Yang tadinya ngumpulin baterai, sekarang kartu telepon, misal. Maka tak ayal lagi setiap ia menemukan kartu telepon, dengan senangnya ia ambil untuk dikumpulkan." Namun, ada pula yang tetap mengumpulkan "koleksi" lamanya sambil mengumpulkan "koleksi" barunya, hingga ia punya dua jenis benda yang dikumpulkan.

Biasanya si prasekolah akan mengumpulkan benda-benda yang dianggap berguna oleh peer group-nya atau teman-teman sebayanya. Soalnya, ketertarikan si prasekolah mengumpulkan bukan lagi sebagai pemuas kesenangan diri, tapi sudah ada suatu kebanggaan dalam dirinya. "Jika ia berhasil mengumpulkan benda-benda yang jadi favorit anak-anak sebayanya, maka gengsinya akan naik." Walaupun benda-benda tersebut kalau dilihat oleh kacamata orang dewasa tak ada gunanya.

Itu sebab, benda yang dikoleksi biasanya berganti-ganti, disesuaikan trend-nya atau musimnya saat itu. Misal, jika sekarang lagi ngetrend ngumpulin kartu telepon, ia akan berburu kartu telepon sebanyak-banyaknya. Tapi suatu saat jika yang jadi trend adalah bungkus permen, bisa jadi ia sudah tak tertarik lagi pada kartu telepon. Bahkan, sekalipun ia belum bisa menulis, tapi bila trend-nya ngumpulin kertas/amplop surat yang wangi, ia pasti akan mengumpulkannya. Semata agar ia mendapat pengakuan dari teman-temannya hingga bisa menaikkan gengsinya, "Wah, kertas surat kamu bagus-bagus, lucu-lucu dan wanginya beda-beda," misal.

MANFAAT

Jadi, dengan mengumpulkan, sekalipun barang-barang yang dikumpulkannya menurut kita tak berguna dan hanya mengotori atau membuat rumah berantakan, ada rasa kebanggaan pada diri anak. Menurut Sherly, hal ini sangat baik bagi perkembangan self esteem-nya. "Jika self esteem-nya bagus, bisa dipastikan ia akan punya kecenderungan untuk berkembang lebih optimal," tutur lulusan Fakultas Psikologi UI ini.

Selain itu, dengan bermain mengumpulkan, anak pun belajar menjalin sosialisasi. Bukankah di usia 4-5 tahun, anak sudah punya teman bermain? Nah, saat melakukan pengumpulan benda yang diakui oleh teman-teman sepermainannya, bisa saja mereka sambil melakukan tuker-tukeran koleksinya. Tak hanya itu, permainan ini secara tak langsung juga membangun minat anak dan memancing rasa ingin tahunya. Bahkan, bisa jadi rasa ingin tahu itu akan mengantarkan anak untuk lebih menekuni bidang tersebut. Misal, ia suka mengumpulkan batu dan tertarik pada batu itu, "Kenapa, ya, kok, batu ada yang lembek dan ada yang berwarna," misal. Jika ia terus menggali dan mencari tahu tentang batu tersebut, bisa jadi ia nantinya akan memilih profesi sebagai geolog atau malah arkeolog.

Tak hanya itu, dengan makin meningkatnya usia anak, kegemaran bermain mengumpulkan akan bertransformasi ke dalam bentuk yang bukan sekadar bermain, melainkan sudah mempunyai arti yang lebih berguna. Misal, mengumpulkan perangko atau uang kuno. Pada tahap ini, biasanya sudah ada tujuan lain, semisal koleksinya bisa diperjualbelikan dengan harga mahal hingga menambah uang sakunya. Bahkan, ia bisa naik "pangkat" atau memperoleh tanda jasa di kegiatan pramukanya, misal. Nah, ini, kan, makin memperkuat self esteem-nya. Walaupun tak tertutup kemungkinan, kegemaran ini akan hilang sama sekali. "Bisa saja ia tak ingin lagi atau menurutnya ada hal lain yang lebih penting lagi bagi dirinya daripada mengumpulkan benda-benda tersebut."

PERAN ORANG TUA

Itulah mengapa, Sherly berpesan agar kita tak melarang anak melakukan aktivitas mengumpulkan. Toh, bila ia terlihat jorok atau tak rapih karena sembarangan menyimpan "koleksi"nya, kita tinggal membimbing dan mengajarkan tentang kerapihan dan ketertiban padanya. "Bukankah hal ini sudah menjadi tugas orang tua?" ujar Sherly. Misal, "Kak, jangan digeletakkan begitu saja, dong. Sayang, kan, kalau rusak. Nih, Bunda sudah buatkan tempat khusus untuk barang-barang kamu itu. Yuk, kita masukkan ke tempatnya. Nah, kelihatan manis dan rapi, kan?"

Kita pun sebaiknya ikut mengenalkan benda-benda yang dikumpulkan si kecil agar pengetahuan dan wawasannya bertambah. Misal, "Nak, bungkus permen ini dibuatnya enggak gampang, lo. Dibuatnya di pabrik besar dengan melewati proses pencampuran bahan-bahan kimia dan bahan baku plastik. Setelah itu, barulah menjadi seperti apa yang kamu kumpulkan itu." Hingga, ia pun jadi tahu apa itu kimia, apa itu bahan baku, apa itu proses pencampuran, dan lainnya. Otomatis, kosa katanya pun ikut bertambah. Jadi, tak ada ruginya, kan, anak bermain mengumpulkan?

Hanya, perlu diwaspadai bila anak tertarik mengumpulkan benda-benda yang sulit didapat atau hanya bisa diperoleh dengan cara membeli seperti kertas surat yang lucu dan wangi. Soalnya, anak usia prasekolah mulai bisa menuntut dan memaksakan kehendaknya pada orang tua. Selain itu, kemampuan kognitifnya juga mulai berkembang, hingga ia bisa terpengaruh atau dipengaruhi teman-temannya. "Bukan mustahil ia akan melakukan cara apa saja untuk mendapatkan barang yang dikehendakinya, semisal 'mencuri' uang atau mengambil barang yang ia inginkan dari siapa pun."

Itulah mengapa, bilang Sherly, kita wajib pula memantau atau mengawasi anak dan mengendalikannya. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai. "Berikan pengertian padanya bahwa sebagai manusia, kita tak bisa memaksakan diri dan semua keinginan tak bisa terpenuhi, bahwa kita masih punya kebutuhan lain yang lebih penting dipenuhi." Misal, "Bunda senang kamu bermain begitu, tapi enggak usah memaksakan diri, ya. Sebab, kita harus mendahulukan kebutuhan yang lebih penting. Bukankah kamu perlu susu? Nah, bagaimana jika uang untuk beli kertas, Bunda simpan untuk membeli susu?" atau, "Nak, sekarang Bunda belum punya uang. Bila kamu ingin sekali membeli benda itu, bagaimana jika menabung dulu dari uang jajanmu. Sebagian kamu gunakan untuk jajan, sebagian kamu masukkan ke tabungan. Nanti kalau sudah terkumpul banyak, kamu bisa membeli kertas surat keinginan kamu itu." Dengan begitu, sekaligus kita juga mengajarkannya berhemat, menabung, dan bertenggang rasa