Gejala stroke pada anak (bayi dan remaja) dapat berbeda sama sekali dengan gejala stroke pada orang dewasa.



Di negara barat tercatat, delapan puluh hingga delapan puluh lima persen stroke pada orang dewasa merupakan stroke iskemik dan sisanya bersifat hemoragik. Sedangkan pada anak-anak, jumlah stroke iskemik kurang lebih lima puluhlima persen, dan sisanya merupakan hemoragik.

Dr. E Steve sebagai pimpinan ahli yang membuat panduan tersebut mengatakan bahwa gejala pertama stroke pada bayi adalah kejang yang hanya mengenai satu lengan atau tungkai. Gejala kejang ini sering sekali timbul hingga jumlahnya mencapai sepuluh persen dari kelainan kejang yang terjadi pada bayi. Sedangkan pada orang dewasa, gejala kejang jarang sekali ditemukan. Walaupun gejala stroke pada anak dan orang dewasa dapat berbeda, namun diagnosis dan pengobatan sejak dini sangat penting untuk mengurangi resiko kerusakan otak, cacat, serta kematian.

Perbedaan utama dalam penanganan stroke di antara anak dan orang dewasa adalah pengurangan t-PA (tissue plasminogen activator).Obat antikoagulan ini merupakan obat kunci pada stroke iskemik dewasa, yang tidak dianjurkan secara umum pada anak-anak, terlebih lagi pada bayi.

Faktor resiko yang seringkali mendasari timbulnya stroke pada anak adalah penyakit sickle cell dan penyakit jantung kongenital, atau didapat. Keadaan lainnya adalah infeksi kepala dan leher, kelainan sistemik, misalnya saja inflamasi usus, otoimun. Demikian juga trauma kepala dan dehidrasi. Sedangkan faktor resiko maternal yang diduga dapat menimbulkan stroke pada bayi adalah riwayat infertilitas, korioamnionitis, ketuban yang pecah dini,d an preeklamsia.

Pencegahan yang pertama kali dilakukan adalah pencegahan primer, mencegah terjadinya stroke pertama kali (jika ada faktor resiko, seperti kelainan jantung / sickle). Pencegahan kedua adalah:

1. Anak dengan stroke iskemik yang juga menderita migran harus dievaluasi untuk resiko stroke tambahan. Umumnya migran cenderung tidak berhubungan dengan stroke, namun migran didahului dengan aura yang tampaknya meningkatkan resiko.
2. Lakukan konseling pada keluarga yang memiliki anak yang menderita stroke mengenai manfaat diet sehat, olahraga. Hindari penggunaan produk tembakau.
3. Anak dengan pendarahan otak yang tidak disebabkan trauma harus menjalani evaluasi adanya faktor resiko secara cermat. Misalnya melakukan angiografi serebral standar, jika tes non invasif gagal menemukan adanya faktor resiko yang dapat diobati, sebelum timbul pendarahan lagi.