Sampai dengan usia saya sekarang ini, saya sudah mengalami mempunyai 3 orang anak. Dari ketiganya saya demikian merasakan bahwa mereka senang didongengi. Walaupun sudah ada tv, dengan tampilan atraktif visual, namun dongeng buat mereka jauh lebih asyik dan menarik.

Biasanya saya mendongengi anak-anak saat mereka mau tidur. Hilmy anak pertama saya paling sering saya dongengi. Karena kerepotan pindah rumah, kehidupan baru, dan sebagainya, adik-adiknya tidak mendapatkan dongeng sebanyak Hilmy.

Pengalaman saya, umumnya setelah 2 tahun anak sudah senang didongengi. Namun usia paling efektif adalah saat mereka udah berusia 3 tahun lebih. Saat ini mereka sudah mulai bisa mencerna dongeng, mulai mau mendengar dongeng yang agak panjang.

Dongeng saya gunakan untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak. Sehingga tema dongeng sering berubah-ubah, selaras dengan perkembangan si anak. Ketika si anak mulai nampak mau menang sendiri, saya mendongengi tentang tema ‘anak yang mau menang sendiri’. Saat anak sudah mulai kelihatan suka marah-marah, saya dongengi tema ‘anak yang suka marah’. Ya, terpaksa saya harus mengarang dongeng itu sendiri, hehehe.

Dalam dongeng karangan saya ini, saya membuat tokoh-tokoh. Tokoh anak yang benar serta tokoh anak yang salah. Saya ingin menggambarkan kepada anak-anak tentang adanya nilai-nilai yang benar dan nilai-nilai yang salah. Dalam dongeng ini saya tidak memunculkan ide-ide mistis, tetapi lebih mendorong ide-ide sebab musabab, kausalitas. Saya ingin sedari dini mengajak anak-anak untuk menggunakan akalnya untuk berpikir logis.

Suatu waktu saya bercerita kepada Hanif tentang tema berbohong. Karena terlihat dalam kehidupan sehari-hari ia mulai berbohong. Demikian dongengnya;

Suatu hari… Ada seorang anak bernama Badu. Ia suka berbohong. Akibat ia terbiasa berbohong sejak kecil, tidak ada teman-teman yang mau bermain dengan Badu. Karena terbiasa berbohong, maka sampai besar ia suka berbohong. Sampai ketika suatu waktu Badu membohongi seseorang Ibu, yang lalu Ibu ini melaporkan badu kepada polisi. Polisi lalu menangkap Badu, dan Badu dibawa oleh polisi ke dalam penjara. Karena Badu masuk penjara, ayah dan ibunya bersedih. Karena terus menerus bersedih, ia jadi sakit dan dirawat di RS.

Badu punya teman sejak kecil bernama Iman. Beda dengan Badu, Iman anaknya baik, tidak suka berbohong. Walaupun salah, ia tidak berbohong. Karena tidak suka bohong, teman-teman, Bu Guru, saudara-saudara, semua senang dengan Iman. Ketika sudah besar, karena tidak suka berbohong, orang jadi percaya kepada Iman. Iman jadi mudah mencari uang. Karena Iman punya uang, Ayah Ibunya yang sudah tua, kalau sakit, bisa dibelikan obat oleh Iman.

Umumnya setelah bercerita panjang dengan bumbu-bumbu emosional, saya bertanya kepada anak saya. “Hanif mau jadi seperti Badu atau Iman?” Biasanya Hanif akan menjawab lirih: “Iman“, sambil menarik nafas panjang, lalu mendekap bantal gulingnya. “Bismika Allahumma ahya wabiismika amuut“. Respon yang sama dengan Hilmy atau Fia kakaknya.

Pengalaman saya, dongeng ini sungguh-sungguh efektif untuk menanamkan nilai pada anak. Besok hari saya sudah dapat melihat adanya perubahan-perubahan pada sikap si anak. Untuk hal buruk yang tidak langsung berubah, kadang saya harus mengulang tema dongeng tersebut dengan kisah yang berbeda. Yang sangat penting, anak menjadi mengerti kenapa ia tidak boleh melakukan hal-hal buruk tersebut. Ia pun memahami dampak yang mungkin terjadi bagi dirinya, kalau ia melakukan hal tersebut. Alhamdulillah.