Rengekan anak bisa dibedakan menjadi dua. Ada anak yang merengek karena kebiasaan yang dibangun. Walaupun untuk kadar tertentu masih bisa dikatakan normal, tetapi kalau terlalu sering menjadi kurang baik.

Untuk rengekan yang seperti ini, kita perlu mengarahkan dia bagaimana mengkomunikasikan isi perasaannya, dengan bahasa yang kuat, jelas, dan sopan. Memberi contoh-contoh yang bisa ditiru anak menjadi sangat penting.

Mengarahkan saja terkadang tidak cukup. Seringkali anak secara tidak sadar memprogram pikirannya untuk merengek karena melihat kebiasaan kita dalam bereaksi.

Orangtua yang reaktif atau kurang bijak dalam menyikapi perilaku anak sangat mungkin membuat anak membangun rengekan yang sifatnya menuntut ketika punya maksud tertentu.

Intinya, jika rengekan itu sudah cenderung dijadikan anak sebagai senjata paling ampuh untuk meminta sesuatu, maka perlu kita arahkan jangan sampai kebiasaan.

Ada lagi rengekan yang disebabkan oleh faktor khusus, baik secara fisik atau kejiwaan. Anak yang lapar, sakit, ngantuk atau sedang berada di suasana yang kurang nyaman, sangat mungkin akan merengek atau rewel. Anak yang merasa mendapat tekanan dari luar atau karena dia baru belajar beradaptasi dengan lingkungan baru dapat juga menjadi rewel.

Terhadap rengekan yang seperti ini, kita perlu mengambil tindakan untuk menyelesaikan sebab-sebab yang melatarbelakanginya atau membantu anak dalam mengatasi masalahnya, dengan membuka pertanyaan yang mendorong dia untuk menceritakan apa yang dirasakan atau membantu dia menjalani proses adaptasi dengan tidak mengeluarkan ucapan atau sikap yang malah memperkeruh keadaan.

Yang perlu kita hindari lagi adalah melarangnya 100% atau menggunakan amarah untuk menghentikan rengekan, sementara kita tak mau peduli dengan apa yang dirasakannya. Anak akan mendapatkan pelajaran yang kurang mendukung kematangannya dari sikap kita.

Semoga bermanfaat.