Sebagai seorang istri, terkadang Anda dihadapkan pada pilihan membahagiakan anak atau suami. Banyak wanita yang lebih memilih menjadi ibu yang sempurna daripada istri yang sempurna bagi suaminya. Namun mendahulukan kebahagiaan anak ternyata bisa menjadi masalah besar.

Banyak pasangan yang memiliki anak kecil merasa dirinya lelah, kesal, marah dan mengaku kehidupan rumah tangganya berantakan karena terlalu fokus dengan anak-anaknya, sementara suaminya sendiri sibuk dengan urusan kantornya.

Awalnya hal ini mungkin baik karena dapat memicu hubungan seksual yang lebih fantastis dengan suami, namun jika terjadi terus menerus malah merepotkan.

Ketika menikah dan belum mempunyai anak, sebagai pasangan, mungkin Anda masih memiliki banyak waktu, tenaga dan biaya untuk menjalani hubungan yang romantis. Pergi makan malam dan bercinta setiap saat pun dapat dilakukan tanpa mengkhawatirkan anak yang menangis atau tertabrak pintu.

Psikolog Dr Michelle Golland mengatakan, seorang istri harus memiliki rasa cinta yang lebih besar pada suami ketimbang anaknya. Jika tidak ada cinta yang kuat, sehat dan terikat dengan pasangan, kemampuan menjalani peran sebagai seorang ibu pun tidak akan dimiliki seorang istri.

Michelle pun memiliki kalimat pamungkas yang biasanya ia ucapkan pada diri sendiri, "Saya sangat mencintai anak-anak, tapi saya tidak mencintainya lebih dari cinta saya pada suami," ujar Michelle, seperti dilansir Yourtango, Senin (20/7/2009).

Kesalahan yang sering dilakukan seorang ibu menurut Michelle adalah, mereka percaya bahwa ketika menjadi seorang ibu yang baik, suami akan mengerti dan baik-baik saja.

Tapi kenyataannya, suami sering merasa tersisih dan dilupakan karena peran seorang ibu yang harus dijalani istrinya. Ujung-ujungnya, mereka pun akan bertengkar dan marah karena masing-masing menganggap tidak menjalankan perannya dengan baik.

Dari skenario tersebut, suami akhirnya akan mundur dan semakin kurang memperhatikan anaknya. Sementara itu, sang istri menjadi semakin marah dengan perilaku suaminya. Ia pun menjadi kurang perhatian dan tidak melayani suaminya dengan baik, yang membuatnya semakin jauh dengan pasangan. Jika hal ini terus berlanjut, perceraian akan menjadi topik selanjutnya.

Inti masalah ini sebenarnya hanya satu, yaitu istri mendahulukan kepentingan anaknya dibanding suaminya. "Untuk menjadi seorang ibu atau ayah yang baik seharusnya dimulai dengan menjadi seorang istri atau suami yang baik terlebih dahulu," kata Michelle.

Biasanya, jika seorang istri merasa keinginan emosionalnya tidak terpenuhi oleh suami, ia akan lari dan mencarinya dari sang anak. Hal ini jelas-jelas tidak sehat bagi perkawinan maupun mental si anak dan dapat memancing suami untuk mencari pemenuhan emosionalnya di luar rumah.

"Ingat, penghargaan Anda sebagai seorang partner atau pasangan tidak dapat disamakan dengan penghargaan sebagai orang tua, tapi satu sama lain akan saling mempengaruhi," jelas Michelle.

Jangan pernah berpikir bahwa perkawinan Anda akan bertahan hingga setidaknya anak umur 18 tahun, kecuali Anda benar-benar mendedikasikan waktu dan energi untuk pasangan Anda.

"Saya selalu mengatakan pada klien saya, Anda bukan hanya duduk berdampingan sebagai ayah dan ibu. Tapi yang harus diketahui juga adalah, anak Anda sebenarnya memperhatikan bagaimana peran Anda sebagai seorang istri dan suami," ujar Michelle.