T ak mudah memang, tapi si kecil tetap harus disapih. Kalau tidak, bisa keterusan sampai besar. Bukan cuma berdampak pada pertumbuhan giginya, tapi juga menghambat perkembangannya.

Di usia setahun anak seharusnya sudah lepas dari botol susu. Namun yang sering terjadi, anak malah masih terus menyusu dari botol. Bahkan, ada anak yang sampai di usia sekolah pun masih belum bisa lepas dari botol susu.

Tentunya, semakin besar usia anak akan semakin sulit untuk menyapihnya dari botol. Karena, seperti diterangkan Dra. Ninik Bawani, anak sudah mempunyai kebiasaan yang lama dengan pemakaian botol. "Semakin lama si anak dengan kebiasaannya menyusu dari botol, maka akan semakin sulit ia dilepaskan dari kebiasaannya itu."

Disamping, lanjut psikolog dari RS Internasional Bintaro, Jakarta ini, semakin besar anak, ia akan semakin punya kemauan. Misalnya, ia maunya hanya susu sehingga tak mau makan. "Nah, itu cukup mempersulit untuk disapih," tukasnya.

DAMPAK SUSU BOTOL

Ninik menekankan, bukan salah anak bila sampai usia batita masih menyusu botol. Hal itu lantaran orang tua tak pernah melatih anak dan mengajarinya menyusu dari gelas. "Orang tua lupa bahwa susu bagi anak usia batita bukanlah makanan pokok lagi. Anak sudah harus mendapatkan makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizinya, sementara susu hanya sebagai pelengkap," terangnya.

Itulah mengapa orang tua cenderung memberikan lebih banyak susu ketimbang makanan lain. Bahkan, kala si anak susah makan, orang tua malah memberinya susu lagi. Padahal, anak susah makan justru karena ia banyak minum susu. "Kalau anak sudah kenyang susu, tentunya ia enggak mau makan, dong. Tapi coba kalau minum susunya dikurangi, justru akan membuat anak lebih mau menerima makanan lain. Karena ia masih lapar dan mau tak mau ia akan makan."

Selain itu, dampak minum susu dengan botol pun akan berakibat pada perkembangan rahang dan gigi anak yang sedang dalam pertumbuhan. "Sisa susu yang lama berada di mulut dapat merusak gigi anak." Yang lebih parah, bila anak minum susu botol sambil tiduran, anak bisa tersedak dan masuk ke telinga. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya radang telinga pada anak.

Dampak lainnya, anak akan kekurangan waktu untuk melakukan aktivitas lainnya. Karena dengan menyusu dari botol, praktis ia butuh waktu lebih lama ketimbang bila ia minum susu dari gelas. Ia pun merasa nyaman dengan menyusu dari botol sehingga maunya minum susu lagi. Dengan demikian, disamping makannya jadi berkurang dan ia kehilangan waktu untuk melakukan aktivitas lain, rasa ketergantungannya pada botol pun sangat besar.

Itulah mengapa Ninik menganjurkan agar anak sebaiknya disapih dari botol setidaknya pada usia tak lebih dari setahun. Selain karena faktor-faktor yang sudah disebutkan di atas, di usia tersebut anak masih gampang diatur dan kebutuhannya akan rasa aman/nyaman juga sudah terpenuhi.

BERTAHAP

Yang harus diperhatikan, tak semua anak mudah disapih dari botol. "Anak yang mudah disapih mungkin karena kebutuhan akan ketergantungannya pada botol tak terlalu tinggi. Bisa juga karena si anak tak terpaku pada suatu kebiasaan tertentu, sehingga mudah dengan adanya suatu perubahan," jelas Ninik. Sementara anak yang sulit disapih mungkin karena kebutuhannya lebih banyak dan rasa ketergantungannya tinggi. "Bisa juga anak ini sulit mengalami suatu perubahan, sehingga begitu kebiasaannya diganti dia akan menjadi marah."

Selain itu, menyapih juga harus dilakukan secara bertahap. "Bagaimanapun, yang namanya perubahan dari suatu kebiasaan ke kebiasaan lain perlu dilakukan secara bertahap." Misalnya, sebelum anak diberi minum susu dari botol, cobalah beri pakai gelas atau cangkir. Namun gelas/cangkirnya bukan seperti yang bisa digunakan oleh orang dewasa, melainkan cangkir/gelas yang didisain untuk anak sehingga anak tertarik. Misalnya, ada gambar-gambar yang disukai anak-anak seperti tokoh-tokoh kartun.

Kendati demikian, bila anak masih juga belum mau minum susu dari gelas/cangkir, janganlah dipaksakan. "Tapi tetap dilatih secara bertahap sampai anak bisa menghilangkan kebiasaannya menyusu dari botol," anjur Ninik. Misalnya, dalam sehari anak menyusu botol sebanyak 6 kali. Nah, usahakan dikurangi menyusu dari botolnya menjadi 4 atau 5 kali dan yang sisanya gunakan gelas/cangkir. "Satu atau dua minggu kemudian baru dikurangi lagi," lanjutnya.

Bila orang tua ingin menyiasatinya dengan menggunakan gelas bermoncong, menurut Ninik, boleh-boleh saja. "Tapi itu bukan berarti suatu tahapan pakai gelas bermoncong dulu lalu nanti ke gelas biasa." Karena itu, anjurnya, anak sebaiknya disapih langsung pakai gelas atau cangkir biasa, agar nanti tak mengubah kebiasaannya lagi (dari gelas bermoncong ke gelas biasa).

Lain halnya bila orang tua menyiasati dengan mengganti isi botol. Jadi, bukan diisi susu tapi, misalnya, air jeruk, air putih atau air teh. "Sehingga rasa yang didapat anak berbeda dari susu. Lama-lama akan membuat anak merasa tak nyaman dan kebutuhan untuk mengisapnya pun jadi berkurang," kata Ninik.

BUANG BOTOLNYA

Ninik juga menganjurkan agar orang tua tak perlu mengganti botol maupun dot yang sudah jelek dengan membelikan yang baru. "Biarkan saja sampai botol atau dot susunya jadi makin jelek atau rusak. Tentu dotnya akan terasa enggak enak, sehingga dengan sendirinya anak tak mau pakai botol susu itu."

Begitu pula bila anak punya kebiasaan minum dari botol dengan menggunakan dot dalam bentuk/model tertentu, tak usah diganti. Atau bila diganti dengan bentuk/model lain dan si anak tak mau, ya, diamkan saja. "Itu malah lebih menguntungkan," ujar Ninik. Maksudnya, akan mempermudah dalam menyapih anak. Lagipula, lanjutnya, orang tua sebetulnya tak usah selalu menuruti kemauan anak. "Kalau anak dituruti terus kemauannya, maka orang tua tak akan tahu sampai kapan kebiasaan minum dari botol itu akan berlangsung."

Ninik malah menganjurkan agar botolnya dibuang saja, sehingga bagi anak tak ada pilihan sama sekali. Namun sebelumnya si anak diberi pengertian lebih dulu, misalnya, "Tuh, lihat, teman-teman Adik enggak ada yang minum dari botol lagi. Masak, sih, Adik enggak malu sama teman-teman." Atau, sebelum membuang botolnya, katakan, "Lihat, nih, botolnya sudah jelek, dotnya juga sudah lubang-lubang. Jadi, karena sudah enggak bagus lagi maka itu harus dibuang."

Pada awalnya anak mungkin akan menangis atau marah, biarkan saja. Toh, nanti tangisan atau amarahnya akan hilang sendiri. Karena anak usia batita sebenarnya sudah banyak aktivitas, sehingga ia tak akan terpaku lagi pada botolnya. "Lagipula anak usia ini juga sudah bisa diajak untuk mengerti," kata Ninik. Justru kalau botolnya tak dibuang dan masih ada kelihatan oleh anak, maka ia akan tetap terus minum susu dari botol.

Bisa juga orang tua menguatkan anak agar tak minum susu dari botol lagi dengan mengatakan, "Adik, kan, sudah besar, bukan bayi lagi. Ibu, Ayah, Kakak di rumah enggak ada yang minum pakai botol." "Biasanya anak batita dikatakan seperti itu akan merasa senang. Ada suatu kebanggaan tersendiri bahwa dirinya dianggap sudah besar," terang Ninik. Bisa juga dengan memberi contoh temannya, tapi bukan membandingkan dengan temannya, ya. Misalnya, "Temanmu, Nani sudah nggak minum dari botol lagi. Adik juga sebaiknya begitu." Biasanya dengan diberi contoh dari lingkungan temannya akan lebih mudah.

PUJIAN

Umumnya anak suka rewel dan marah dalam masa disapih. Lantaran porsi susu yang didapatnya berkurang sehingga ia merasakan sesuatu yang tak enak. Oleh karena itu Ninik minta agar orang tua memberikan perhatian dan kasih sayang lebih dari biasanya kepada anak, agar anak tetap mendapatkan suatu kenyamanan. Misalnya, ketika anak sedang rewel, orang tua jangan malah memarahinya, tapi, "dekati anak, peluk atau ajak membaca buku, main, dan sebagainya. Jadi, ada perhatian yang ditambah."

Jika anak dimarahi, malah akan mempersulit. Sebab, anak usia ini pada dasarnya masih ada kebutuhan untuk mengisap. Jangan lupa, menyusu pada anak selain berfungsi memenuhi gizi, juga ada kenyamanan. Nah, dengan disapih, kenyamanan anak dengan mengisap dot pun jadi berkurang. Jadi, bila kebutuhan tersebut dihentikan secara tiba-tiba, mengejutkan anak, dan tak secara bertahap, "anak akhirnya akan mengisap jempol atau jari lainnya untuk mendapatkan kenikmatan mengisap," jelas Ninik.

Begitu pula jika anak diberikan punishment atau hukuman, Ninik sangat tak menganjurkan. "Kalau anak dihukum, ia akan merasa tak aman. Akibatnya, perkembangan anak selanjutnya jadi tak baik." Tentunya bila anak merasa tak aman, ia akan menarik diri, penakut, tak percaya diri dan tak mau bersosialisasi.

Yang terbaik, lanjut Ninik, selain memberikan perhatian ekstra, anak juga perlu diberikan reward berupa pujian. Misalnya, "Wah, Adik sudah besar, sudah pintar, minum susunya enggak pakai botol lagi." Dengan begitu, si kecil akan merasa senang.

SAMPAI BESAR

Ninik mengingatkan, jarang sekali anak yang tak disapih dapat lepas dari botol dengan sendirinya. "Memang ada juga anak yang bisa lepas dari botol dengan sendirinya. Itu karena anak tak lagi mendapatkan kenikmatan dari menyusu botol tersebut," jelasnya. Bisa lantaran dotnya sudah jadi jelek karena sudah lama dipakai, sehingga dipakainya jadi tak enak. Bisa pula karena anak punya pengalaman, misalnya, mau tumbuh gigi sehingga dot yang kena gusi membuatnya jadi sakit. Atau, anak melihat di lingkungannya semua minum dari gelas lalu ia mencoba minum sendiri pakai gelas dan ia merasakan suatu yang berbeda, bukan sesuatu yang tak mengenakkan. "Cuma jarang anak yang lepas dari botol dengan sendirinya, kebanyakan memang harus dilatih oleh orang tuanya."

Bahkan, tambah Ninik, bisa jadi kebiasaan minum susu dari botol ini akan berlanjut sampai anak usia sekolah. Selain dampaknya terhadap perkembangan rahang dan giginya tak baik, juga merupakan suatu ketergantungan yang sebetulnya tak boleh dilakukan, "karena anak akan mengalami hambatan, ada rasa tak aman bagi anak." Bukankah ia harus mencari waktu-waktu tertentu untuk minum susu dari botol secara sembunyi-sembunyi? Ia, kan, tak mungkin melakukannya di muka umum karena merasa malu bila ketahuan, takut ditertawakan. Sementara di sisi lain kebutuhannya cukup tinggi untuk minum susu dari botol. "Nah, tentunya ini tak bagus untuk perkembangan anak."

Yang tak kalah penting, pesan Ninik, setelah anak sudah mau minum susu dari gelas/cangkir, jangan lupa untuk memperhatikan asupan makanannya. Karena dengan tidak menyusu dari botol lagi berarti konsumsi susunya menjadi berkurang, sehingga anak perlu ditambah gizinya dari makanan lain. "Jangan sampai susunya berkurang dan makanannya juga enggak ditambah. Nanti perkembangannya jadi enggak bagus."