Sebuah survei yang dilakukan pada 700 dokter anak dan calon dokter anak di tiga lokasi di Cincinnati dan Houstan, AS, ditemukan bahwa lebih dari setengahnya melakukan kesalahan diagnosa, sedikitnya 2-3 kali dalam sebulan. Dan kesalahan diagnosa yang paling sering adalah membedakan antara infeksi virus dan bakteri. Hampir separuh dokter mengatakan kesalahan tersebut bisa membahayakan, paling tidak 1-2 kasus dalam setahun. Survei ini dipublikasikan oleh jurnal Pediatrics.

Meski tidak dijelaskan jenis bahaya yang dimaksud, namun sebuah studi menunjukkan, sekitar 32% dokter anak yang melakukan malpraktik berawal dari kesalahan diagnosa. “Masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang kesalahan tersebut,” terang dr.Greeta Singhal, asisten professor pediatrik dari Baylor College of Medicine, AS.

Penyebab lain terjadinya kesalahan diagnosa adalah orangtua seringkali datang terlambat dari waktu yang seharusnya, sehingga gagal melakukan tindak lanjut hasil tes laboraturium. Selain itu orang tua juga terkadang tidak menuruti anjuran dokter.

Singhal pun menyarankan kepad apara orang tua agar tidak ragu bertanya informasi lebih lanjut kepada dokter jika tidak yakin dengan diagnosa yang diberikan atau mencari pendapat kedua. “Disarankan juga untuk tidak memaksa dokter memberikan respe antibiotik bila memang pasien tidak membutuhkannya. Dan pantau terus kondisi pasien bekerjasama dengan dokter dan seringlah berkonsultasi,” lajutnya