Di dunia kerja, tantangan menyusui tentu bertambah. Tak perlu gentar! Galanglah dukungan agar Anda sukses memberi yang terbaik untuk si buah hati.

Apa saja tantangan menyusui eksklusif 6 untuk ibu bekerja, dan bagaimana kiat menghadapi semua tantangan?

Mobilitas kerja tinggi dan sering lembur. Dulu Anda enjoy saja jika harus seharian di luar kantor untuk urusan pekerjaan. Lembur juga no problem. Tetapi sekarang, manakala “memerah” dan “menyusui” tercatat di agenda, mobilitas kerja terlalu tinggi bisa menyulitkan kegiatan memerah. Lembur juga bikin hati pilu karena Anda tahu betapa bayi senang menyusui sembari kelonan di malam hari. Cara mengatasinya:

Cari tahu apakah lingkungan pekerjaan membahayakan jiwa, mempengaruhi kesehatan dan produksi ASI? Misal, persentuhan dengan zat kimia, polusi udara, atau tertular penyakit dari pasien. Jika ya, ajukan mutasi bagian untuk sementara.
Jika tetap harus bekerja, ekstra waspada dan lakukan tindakan preventif seperti lebih sering cuci tangan, mengenakan masker, minum air kemasan (jika kantor di kawasan industri yang airnya kemungkinan tercemar) dan menjaga stamina tubuh.

Sering dinas ke luar kota atau luar negeri. Dinas ke luar kota atau ke luar negeri berhari-hari adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dalam pekerjaan karena Anda seorang jurnalis, koordinator tur atau purchasing manager.

Cara mengatasinya:

Delegasikan tugas dinas kepada junior atau asisten
Jika tidak mungkin didelegasikan, jadual ulang perjalanan, misalnya menggeser jadual bertemu supplier di luar negeri.
Bawa anak beserta pengasuhnya dalam perjalanan dinas
Pilihan terakhir, tetap berangkat namun pastikan stock ASI cukup selama Anda tidak ada dan selama dinas tetap memerah.


Stres di kantor. Banyak hal bisa mencetus stres di tempat kerja; kolega yang tidak kooperatif, bos atau klien penuntut, target kerja yang tidak bisa ditawar (misalnya profesi marketing), tingkat kesulitan kerja yang tinggi (misal, kreatif iklan) atau sekedar ruangan kerja tidak sehat sehingga Anda kena office building syndrome. Selagi tidak menyusui, rasanya semua bisa diatasi dengan gagah berani. Tetapi sambil menyusui, ditambah hormon-hormon yang belum pulih benar, jangan-jangan mempengaruhi produksi ASI!

Cara mengatasinya:

Saatnya menjadi “badak”, maksudnya, pertinggi ambang stres dan jangan terlalu melibatkan emosi dalam pekerjaan karena Anda tengah memiliki goal yang harus diselesaikan dalam 3 bulan. Jangan sensitif menanggapi omongan atau sikap orang lain, fokus bekerja dan menyusui.
Tetap sibuk agar positive thinking dan tidak sempat mendengarkan gosip – khususnya gosip tentang Anda.
Disiplin waktu agar pekerjaan tidak bertumpuk dan bikin stres; datang dan pulang kerja on time (senyum bila disindir karena yang lain lembur), makan siang cepat, dan memerah tepat waktu. Namun, pastikan tetap membina hubungan baik dengan kolega dan klien.
Supaya kantor lebih fresh (dan Anda tidak cepat suntuk), taruh tanaman atau ikan hias di meja, aromaterapi, camilan sehat dan multivitamin, juga...foto Si Kecil!


Tidak ada ruang laktasi di kantor. Yang ada hanya toilet yang tidak higienis, seiprit ruang sholat, sejengkal dapur, bahkan makan siang pun di meja kerja. Di mana memerah?

Cara mengatasinya:

Jadikan mobil pribadi “ruang laktasi”. Pasang hordeng, nyalakan AC dan buka kaca sedikit, pasang musik dan perahlah ASI setelah cuci tangan dulu
Alternatif lain, gunakan ruang rapat jika kosong, meminjam rumah atau apartemen teman yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dari kantor


Jarak kantor dengan rumah jauh. Pulang pergi kerja menghabiskan waktu 4 jam atau 1-2 kali waktu perah. Bagaimana jika payudara bengkak di jalan? Bagaimana jika ASI perah yang disimpan keburu rusak?

Cara mengatasinya:

Jika ada budget, kos atau sewa apartemen 3 bulan di dekat kantor dengan memboyong bayi dan pengasuhnya.
Jika tidak memungkinkan, cari lokasi memerah di perjalanan (seperti ruang menyusui di mal)
Sekali lagi, jadikan mobil “ruang laktasi” (meski Anda benci hordengnya!).
Agar ASI perah tetap baik, beli cooler box yang muat minimal 5 bungkus ASI.


Negosiasi dengan pimpinan. Sebenarnya ibu-ibu di Indonesia beruntung karena rasanya kantor dan perusahaan di sini tidak kejam-kejam amat terhadap ibu menyusui. Berkat budaya kekeluargaan di banyak perusahaan juga kampanye ASI ekslusif yang kian marak, banyak pimpinan masa kini mengerti karyawan wanita yang usai cuti bersalin umumnya menyusui bayinya.

Kadang, rasa tidak enak hati justeru timbul dari diri sendiri sebab Anda merasa sudah tidak hadir di kantor akibat cuti bersalin. Jadi, kok ya sungkan minta (lagi) dispensasi menyusui. Berikut ini cara bernegosiasi dengan bos tanpa kehilangan profesionalisme:

Pastikan atasan mendapat informasi tentang ASI ekslusif yang sedang Anda jalani. Terangkan, Anda perlu waktu 3 kali dalam sehari, masing-masing 15 menit, untuk memerah ASI selama setidaknya 3 bulan. Total 45 menit dikompensasikan dalam jam makan siang yang dipangkas waktunya.
Jika benar-benar butuh dispensasi, misalnya, pengurangan target kerja, mobilitas, perjalanan dinas atau mutasi, bayarlah dengan penambahan beban kerja di sektor yang Anda yakin bisa diatasi tanpa mengganggu manajemen laktasi. Yakinkan pimpinan, seusai ASI ekslusif semua akan kembali normal.
Selain bos, dukungan rekan kerja juga penting karena Anda bagian dari team work. Komunikasikan jika tejadi perubahan ritme kerja yang mempengaruhi team work.
Saat ASI ekslusif selesai, ucapkan terimakasih kepada pimpinan dan kolega. Bawa kue ke kantor berikut kartu ucapan yang memuat foto bayi di dalamnya