Saya br saja membaca yang cukup menguguah hati bund dari Dr. Anna di RSAB Bunda Harapan KIta, berikut ceritanya:
Sudah genap berumur dua tahun, Putri, tak kunjung bisa merangkai kalimat. Hanya sebuah kata yang diucapkan berulang-ulang. Sayangnya, Siska dan Anton yang terlalu sibuk bekerja baru menyadari hal itu belakangan. Padahal, dari sisi medis, orangtua seharusnya sudah bisa mendeteksi keterlambatan bicara ini setahun lebih dini.

Ekspresif & Reseptif

Menurut dr. Anna Tjandra, SpA(K)., dari Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Putri mengalami speech delay atau keterlambatan berbicara pada anak. “Dikatakan terlambat apabila kemampuan perkembangan Si Anak memiliki keterlambatan dengan rentang lebih dari tiga bulan dari perkembangan yang seharusnya. Misalkan, anak dengan umur setahun namun kemampuan perkembangannya seperti anak berumur sembilan bulan,” paparnya.

Kemampuan berbicara dinilai Anna mencakup dua hal, ekspresif dan reseptif. Ekspresif sebagai pengungkapan gagasan atau perasaan baik dengan kata-kata maupun dengan anggota gerak badan seperti menangis atau tertawa. Sedangkan reseptif diungkapkan lewat bahasa.

Normalnya, perkembangan kemampuan berbicara dimulai sejak anak berusia tiga bulan. “Biasanya anak akan mengeluarkan suara,” ujar Anna. Umur empat bulan, ia akan mulai bubbling seperti mengucapkan “ma-ma-ma-ma”. Kemudian di usia sembilan bulan, anak mulai menggandakan kata seperti “mama-mama”.

Menjelang sepuluh sampai sebelas bulan, anak meniru kata yang persis diucapkan orang di sekitarnya. Barulah, di atas dua belas bulan ia mulai mengucapkan kata sekaligus mengerti artinya.
Sementara kemampuan mengumpulkan kosa kata dan akhirnya membuat sebuah kalimat akan dimulai ketika anak mendekati usia dua tahun.

Segera Periksa

Nah, apabila Si Kecil terlambat menunjukan tahap-tahap perkembangan kemampuan berbicara ini, orangtua harus waspada. Langkah pertama yang wajib dilakukan adalah mengunjungi dokter untuk memastikan apakah anak memiliki gangguan pendengaran.

Selain pendengaran, penyebab lain keterlambatan bisa dilihat dari fungsi otak. Apabila, anak terlihat tidak memiliki respons terhadap ekpresi dan reseptif, harus dicari tahu apakah terjadi kerusakan pada otak Si Anak.

Di RSAB sendiri, Anna mengungkapkan kasus yang sering terjadi adalah akibat Global Delay Development atau keterlambatan perkembangan psikomotor umum, down syndrome , kelainan saraf sensorik untuk pendengaran, maupun autis.

Faktor lain yang bisa memicu anak terlambat berbicara adalah kelainan organ bicara. Contoh, pada anak yang memiliki lidah pendek sehingga ia sulit mengucapkan huruf “t”, “n”, dan “r”.

Selain itu, Anna juga mengingatkan bila anak mengeluarkan kata dengan pengucapan yang kurang benar, misalnya kata “susu” menjadi “cucu”, “Orangtua atau orang lain jangan melafalkan kata dengan bahasa bayi. Bicaralah sesuai bahasa yang digunakan pada umumnya,” tegas Anna.

Efek di Masa Depan

Mitos yang mengatakan anak perempuan lebih cepat berbicara ketimbang anak lelaki, dibantah Anna. “Semua mengacu kepada perkembangan normal anak. Anak yang lebih banyak bergerak dan tidak bisa diam, biasanya agak sulit berkonsentrasi, cenderung tidak memperhatikan, sehingga kemungkinan mengalami terlambat bicara.”

Anna juga menjelaskan bahwa, “Seorang ibu yang terinfeksi toxoplasma atau parasit lainnya dalam masa kehamilan memiliki risiko melahirkan anak dengan gangguan pendengaran. Maka dari itu, menjaga tubuh tetap sehat secara lahir dan batin sangat diperlukan oleh ibu hamil.”

Layaknya benang kusut, apabila keterlambatan bicara pada anak tidak segera diatasi, anak akan mengalami kesulitan berkomunikasi di masa depan. “Misalkan, dia ingin meminta sesuatu namun tidak mampu mengutarakan, anak akan mengalami tantrum . Ia akan berpikir orang di sekitarnya tidak ada yang mengerti dia. Akhirnya orang akan menganggap anak itu nakal.”

Lain lagi jika orangtua sudah mengetahui dari awal penyebab keterlambatan anak berbicara, “Tentunya orangtua sudah bisa mengantisipasi. Bila anak mengalami gangguan pendengaran seperti tuna rungu, ia pasti akan mengalami tuna wicara. Maka, sudah semestinya ia dibekali alat bantu dengar supaya bisa mengimbangi orang di sekitarnya.

“Jika orangtua tidak menyadari itu, anak akan terlambat dalam segala hal mulai dari pendidikan sampai pergaulan. Otomatis kualitas hidupnya akan kurang,” papar Anna.

Untuk itu, orangtua diharapkan mampu mengenali pertumbuhan serta perkembangan normal anak dari segala aspek, yang meliputi berbicara, motorik kasar maupun halus, serta daya kognitif yang merupakan kemampuan berpikir serta bersosialisasi Si Anak.

Bercerita

Mendorong untuk anak seputar cerita Si Kancil atau cerita lain, dianggap Anna sangat membantu menstimulasi pekembangan berbicara. Si Pembaca Dongeng juga sebaiknya berekspresi sesuai jalan cerita. Berteriak saat menarik serta memiliki unsur warna-warni. Selain mendongeng, memutarkan lagu pada anak serta turut bernyanyi dan bergoyang mengikuti nada akan memicu anak lebih cepat berlebihan.

Hindari Dua Bahasa

Menurut Anna, cara paling efektif merangsang anak berbicara adalah melakukan komunikasi secara rutin dengan anak. Dalam berkomunikasi, orangtua harus memperhatikan beberapa hal berikut:
- Menggunakan bahasa yang memang digunakan dalam keseharian.
- Hindari penggunaan dua bahasa pada saat bersamaan agar tidak terjadi kebingungan bahsa pada Si Anak.
- Cari kata yang sederhana agar mudah dipahami anak.
- Beri tanggapan positif pada ocehan anak.

Saya gak terketuk hati bund.... soalnya saya juga bunda bekerja, alhamdulilah saya selalu menantau perkembangan sikecil saya, sekarang usia sikecil sdh bisa bicara lau kadang saya juga gak faham dy bicara apa, tapi tahu apa maksud yang di inginkanya. Mg2 sikecil saya diberi sehat dan berkembang sesuai dengan usianya amin...