Seberapa jauh curhat itu penting bagi anak dan orangtua? Tentu ini relatif. Hanya memang perlu kita sadari bahwa akan lebih baik jika anak punya tradisi curhat kepada orangtuanya. Melalui curhat, orangtua akan mengetahui masalah yang dihadapi anak dan bisa memberikan pengarahan, sehingga terjadi dialog. Melalui curhat pula, orangtua berkesempatan untuk mendidik anak melalui storytelling (menceritakan dirinya sewaktu masih kecil untuk menanamkan nilai).
Dari sejumlah fakta yang terungkap media, ternyata anak-anak yang prilakunya bermasalah memiliki riwayat hubungan yang memiliki kesenjangan dengan orangtua. Kesenjangan di sini bisa dalam arti jarang melakukan dialog atau sharing (berbagi) atau bisa juga dalam arti selalu bertentangan (hostile communication). Kesenjangan komunikasi atau interaksi mungkin tidak akan terjadi apabila orangtua dan anak membiasakan tradisi curhat.
Banyak anak yang masih enggan curhat dengan orang tuanya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Sebelum kita mengoreksi anak, mungkin ada baiknya juga kalau kita mengoreksi diri kita selama ini. Disadari atau tidak, ada sejumlah gaya orangtua yang tidak kondusif untuk mendorong anak-anak untuk curhat kepada orangtuanya. Di antara gaya itu adalah:

1. Judgmental: kita menghakimi mereka. Mereka salah dan kita yang benar atau temannya yang benar. Gaya ini bisa membuat enggan untuk curhat lagi. Akan lebih bagus kalau kita melakukan eksplorasi, misalnya bertanya apa yang terjadi, bagaimana itu terjadi, dan seterusnya. Setelah itu barulah kita memberikan opsi, solusi atau motivasi.
2. Emosional: kita mengeluarkan reaksi yang berlebihan sehingga anak “merasa bersalah” atas reaksi kita. “Waduh, nyesel saya bilang sama orangtua kalau akhirnya begini”, mungkin begitu di dalam hatinya. Akan lebih bagus kalau kita tahan dulu sambil mencari informasi dan bukti. Yang penting lagi, mengarahkan anak menghadapi masalah seperti itu, plus mendorongnya untuk menceritakan ini kepada orangtua supaya bisa diselesaikan.
3. Careless: kita kurang peduli atau kurang memperhatikan curhat mereka. Bentuknya antara lain: memotong atau mengalihkan isu pembicaraan, menganggap itu tidak penting, atau menunjukkan sikap yang meremehkan. Jika dia mendapatkan orang lain (teman atau siapa saja) yang ternyata lebih peduli dan perhatian, pasti dia lebih suka ke mereka ketimbang ke kita.
4. Membocorkan rahasia. Misalnya dia bercerita tentang persoalan yang sangat pribadi, tetapi kita membocorkannya ke anggota keluarga yang lain. Ini juga sering membuat anak jera curhat sama kita.
5. Membosankan. Gaya berkomunikasi yang membosankan itu antara lain: terlalu diam, terlalu banyak bicara, terlalu itu-itu saja yang kita kasih nasehat. Supaya tidak membosankan, variasi sangat diperlukan.

Dari banyak kasus yang terjadi, selain faktor bawaan anak, misalnya anak yang pendiam karena faktor keturunan, bisa dikatakan bahwa hambatan komunikasi antara anak dan orangtua lebih sering karena model parenting (pola asuh). Pola asuh yang tegang atau pola asuh yang masa bodoh (careless). Semoga bermanfaat.