Perkembangan anak meliputi segala perubahan yang terjadi pada anak, baik secara fisik, kognitif, emosi dan psikososial. Kemampuan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya terkait dengan perkembangan psikososialnya.
Perlu dipahami bahwa setiap anak berbeda dan unik. Ada yang sulit dan ada yang mudah beradaptasi. Karena itu jika anak sudah cukup usianya, ada baiknya ia disekolahkan di taman kanak-kanak, TKA atau TPA. Namun, jika belum cukup umurnya, sering-seringlah anak diajak ke luar rumah sekalipun hanya di sekitar lingkungan rumahnya untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Sebab, banyaknya teman dan interaksi akan membuatnya mudah belajar tentang perilaku sosial seperti berbagi, berempati, menolong teman, memahami dan mengerti antar sesama teman, serta harus mandiri. Dengan semakin banyak teman, anak pun akan kaya dengan pengalaman. Hal ini berbeda dengan anak seusianya yang jarang berinteraksi dengan teman sebayanya di sekitar rumah; ia akan cenderung menjadi ’raja’ atau ’ratu’ yang harus dilayani, diperhatikan, dan diutamakan. Hal ini akan menghambat perkembangan psikososialnya.

Tiga Tipe Anak
Ketika anak-anak akan masuk sekolah, di sinilah biasanya akan terlihat kemampuan sosialisasi anak. Ada anak-anak yang mudah menyatu dengan dengan teman-teman barunya, bahkan ada yang berani memimpin barisan teman-teman barunya. Namun, ada yang masih agak malu-malu berkenalan dan bermain dengan teman-teman barunya, walaupun akhirnya mereka bergabung juga. Adapula anak yang enggan atau takut bergabung dengan teman barunya, malah cenderung tidak mau lepas dari ibunya.
Dari fakta ini dapat dipetik sebuah kesimpulan, bahwa ada tiga tipe anak dalam bersosialisasi: (1) tipe anak yang mudah; (2) tipe anak yang memerlukan pemanasan; (3) anak yang sulit. Ketiganya membutuhkan penanganan yang berbeda.
Anak yang mudah biasanya penampilannya penuh keberanian dan terbuka. Tampil dan berbicara apa adanya. Mudah bergaul dengan orang-orang yang mudah dikenalnya, lincah, serta banyak bicara. Mereka sama sekali tidak canggung berada di lingkungan yang baru, bahkan beberapa di antaranya tergolong sangat aktif.
Anak yang perlu pemanasan biasanya tidak terlalu berani, tetapi tidak pula penakut; ia cenderung berhati-hati terhadap lingkungan yang baru. Ia hanya memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setelah beberapa waktu, mereka biasanya memperoleh kepercayaan dirinya kembali sehingga ia bisa menjadi begitu berani seperti anak-anak yang mudah. Dengan orang yang belum dikenal mereka biasanya diam, tetapi setelah kenal, mereka biasanya segera akrab. Anak-anak seperti ini perlu diberi motivasi atau dorongan semangat terlebih dulu. Waktu pemanasan yang dibutuhkan oleh anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru bisa dipersingkat dengan latihan-latihan. Sebelum anak dilatih dengan membawanya ke tempat-tempat baru baginya, lebih baik jika diberi pengertian dan motivasi terlebih dulu agar ia tidak terlalu terkejut dan sudah sedikit mengenal lingkungan baru tersebut melalui cerita ibunya. Dapat juga dengan memberinya permainan-permainan yang mendorong tumbuhnya keberanian.
Anak yang sulit cenderung pasif, pemalu dan penakut; terlalu bergantung pada orangtua atau pengasuhnya; sering selalu mengikuti atau membuntuti ibu atau ayahnya. Jika disapa sering menghindar, bahkan bersembunyi di balik perlindungan orangtuanya. Ia sering memiliki rasa takut dan khawatir yang berlebihan jika berada di lingkungan yang baru. Anak tipe ini biasanya mudah diatur dan dikendalikan karena sangat bergantung kepada orangtua. Cara mengurangi rasa kekhawatirannya yang berlebihan ini adalah dengan pembiasaan, pemberian pengertian, dan motivasi, di samping selalu meningkatkan keberanian si anak.

Potensinya Sama
Pada dasarnya setiap anak mempunyai potensi dan kemampuan untuk bersosialisasi, tinggal bagaimana para orangtua dan orang-orang yang dekat dengan anak berupaya untuk mengasahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa hal sederhana berikut:
Sesering mungkin anak diajak berkomunikasi, misalnya ketika ia sedang menangis atau marah-marah; tanyakan apa yang membuatnya marah, kemudian diarahkan supaya sang anak mencari solusinya.
Melatih anak untuk peka terhadap lingkungannya, misalnya ketika temannya marah kepadanya, anak diajarkan untuk menghadapinya dengan tenang, lalu menanyakan masalahnya dan mau meminta maaf jika ia yang bersalah.
Hendaknya setiap orangtua menghindari memanjakan anak secara berlebihan, karena hal ini akan menjadikannya kurang tangguh ketika ia ditimpa dengan berbagai masalah.


balita-anda.com