Ini saya baru saja membaca artikel yang menurut saya bagus dan ingin berbagi dengan para orang tua di sini. Semoga bermanfaat ya...

Di usia batita, pengenalan matematika dapat dilakukan lewat number sense atau peduli angka yang mengutamakan konsep logika. "Peduli angka" ini bisa dikenalkan lewat salah satu esensi matematika, yakni persamaan dan perbedaan yang memperlihatkan perubahan dari suatu kondisi ke kondisi lain, misalnya panjang-pendek, besar-kecil, bulat-kotak, dan sebagainya. Dengan tahapan praoperasional, anak batita yang kemampuan melihatnya sudah sempurna, dengan mudah akan bisa membedakan bentuk maupun warna.
LOGIKA KESEHARIAN
* Bentuk dan perbedaan
Seperti sudah disinggung sebelumnya, pengenalan matematika pada batita hendaknya lebih menekankan pada pengenalan logika yang menunjukkan bentuk dan perbedaan. Contohnya pengenalan bentuk lingkaran, bola, segitiga, bujur sangkar, persegi panjang, kubus, balok dan silinder. Alangkah baiknya jika aneka benda dalam berbagai bentuk tadi memiliki beragam warna serta dapat mengeluarkan bunyi-bunyian. Jadi selain dapat melihat dan meraba bentuknya, benda-benda tadi juga bisa digunakan untuk menstimulasi indra pendengaran si kecil.
Pengenalan yang paling sederhana dapat dilakukan dengan senantiasa menciptakan "lingkungan matematika" di rumah. Misalnya, ayah dan ibu tidak lupa menyertakan bentuk benda yang dipegang si kecil. "Yuk kita makan dengan piring bundar dan minum dari gelas silinder ini." Boleh jadi selama ini bapak dan ibu sudah melakukannya, tapi tak menyadari kalau yang dilakukan sebenarnya bernuansa matematika. Contoh lagi, "Ayo Dek, susunya dihabiskan dong. Masih separuh lagi, Sayang. Anak pintar kan minum susunya habis satu gelas." Pembiasaan-pembiasaan ini hendaknya dilanjutkan agar anak terlatih melek matematika.
* Mendongeng atau bercerita
Matematika bisa diselipkan ketika ayah/ibu sedang mendongeng kepada si kecil. Saat bercerita tentang induk ayam yang sedang bertelur, contohnya, sampaikan berapa jumlah telur yang ada, apa bentuk telur dan sebagainya. Lama-kelamaan batita akan mengerti mengenai konsep jumlah dan bentuk. Terutama bila orangtua bisa kreatif mendongeng berbagai cerita yang selalu mengaitkan dengan konsep matematika seperti aneka bentuk, pengurangan dan penjumlahan sederhana, serta perbandingan. Jangan lupa, kala bercerita tunjukkan ekspresi dan suara penuh penjiwaan sehingga anak merasa tertarik.
* Menunjukkan bentuk benda apa saja
Mengenalkan konsep matematika tak melulu harus menggunakan peraga dari balok kayu. Bisa juga dengan buah yang berbentuk bulat dari pohon atau kantong belanjaan. Atau bisa juga dengan memanfaatkan benda/perkakas apa saja yang ada di rumah. Misalnya kotak perhiasaan ibu yang berbentuk kubus, atau piring makan yang berbentuk bundar. Pendek kata, segala sesuatu yang mengarahkan asosiasi anak pada konsep matematika hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin. Menunjukkan penjumlahan dan pengurangan pun dapat dilakukan dengan memperlihatkan benda secara langsung.
* Mengenalkan pada konsep angka
Bukan sekadar lewat hapalan 1 sampai 10 ataupun pengurangan dan penjumlahan rumit. Melainkan lakukan dalam hal-hal sederhana yang konkret, semisal nomor-nomor di pesawat telepon. "Dek, mama mau telepon Eyang nih. Adek yang pencetin nomornya ya," sambil menyodorkan secarik kertas yang memuat angka-angka yang ditulis dalam ukuran cukup besar.
Lain kali Anda dapat menunjukkan angka-angka di kalender. "Sekarang tanggal 1, minggu depan ayah ulang tahun," sembari melingkari angka-angka yang dimaksud menggunakan spidol merah, yaitu angka 1 dan 8 agar anak terbiasa melihat pergerakan angka linear dari 1 ke 8. Konsep linear dalam matematika bersifat fundamental dan ini dapat diperkenalkan sejak anak batita.
* Memasak di dapur
Dapur sebetulnya merupakan salah satu tempat yang paling menyenangkan untuk "belajar" matematika karena di sanalah bertebaran berbagai bentuk dan jumlah. Ketika menyiapkan bekal, contohnya, orangtua bisa mengenalkan konsep penjumlahan, pengurangan, dan pembagian. Contoh lainnya, "Tadi di kulkas jeruknya ada tiga. Dimakan ayah satu. Sekarang tinggal dua deh."
Memasak sebetulnya merupakan aktivitas yang sarat matematika karena berkaitan dengan kemampuan mengatur porsi, menakar, mengukur, dan menentukan waktu. Meski si batita belum mengerti sepenuhnya mengenai satuan ukuran dalam timbangan dan gelas ukur, kenalkan saja. Ketika membuat jus jambu, misalnya, katakan dengan suara cukup lantang, "Yuk kita masukkan sebuah jambu yang sudah dipotong jadi empat bagian ini. Tambahkan gula pasir dua sendok makan dan setengah gelas air putih." Dengan cara ini, si kecil mulai memasukkan konsep-konsep angka dalam kepalanya.
Bila ia ngotot ingin membantu ibu membuat kue, beri kesempatan kepadanya untuk membantu menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan. "Adek masukkan tepung 200 gram. Nah, sekarang lihat jarum timbangannya bergerak sampai di angka dua ratus." Harap dicatat, si batita tentu belum tahu berapa ukuran 200 gram itu. Tapi dengan pembelajaran secara langsung ia mulai mempelajari simbol-simbolnya. Bukankah angka berkaitan dengan simbol?
* Membandingkan ukuran
Pembelajaran yang satu ini pun bisa dilakukan di mana saja. Ketika di meja tergeletak 2 pensil yang berbeda ukuran, Anda bisa menanyakan, "Dek, mana ya pensil yang lebih panjang dan mana ya yang lebih pendek?" Atau ketika sedang menyaksikan tayangan kartun, pancing anak dengan pertanyaan mengenai siapa yang badannya lebih besar, apakah Tom si kucing dan Jerry si tikus. Atau ketika ibu menenteng dua tas sepulang belanja, tanyakan "Menurut Adek, mana ya tas yang lebih berat?"
Sebenarnya di saat melakukan berbagai aktivitas di atas, orangtua sudah mengajarkan pada anak batitanya konsep panjang, berat dan sejenisnya meski masih pada tataran sederhana. Ini berarti fungsi kecerdasan matematika mendapat stimulasi lewat cara-cara sederhana.
TERKAIT KECERDASAN BAHASA
Tak dapat dipungkiri kalau setiap periode kehidupan manusia tak lepas dari matematika. Matematika dibutuhkan kapan saja dan di mana saja. Anak yang cerdas matematika umumnya mampu mengembangkan banyak hal dengan menyimpulkan sesuatu berdasarkan fakta-fakta yang dilihatnya. Ia pun tak hanya puas berhenti pada hasil saja, tapi juga berusaha menjelaskan proses analisis kesimpulannya tadi.
Dari sini setidaknya terlihat bahwa ada keterkaitan antara logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Kemampuan matematika membuat anak mampu menganalisis atau menjabarkan alasan logis, disamping mengonstruksikan solusi dari persoalan yang timbul. Sementara kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan, kemudian menjabarkannya menggunakan bahasa.
Kendati penting, bukan berarti nantinya anak harus berprestasi dalam pelajaran matematika dan bahasa. Ingat, setiap anak adalah unik. Potensi kecerdasan apa pun yang dimiliki anak sebaiknya dikembangkan agar hasilnya optimal. Tak usah mimpi punya anak yang menjuarai olimpiade matematika bila ia memang lebih menunjukkan minat yang besar pada bidang kesenian. Singkirkan anggapan yang salah kaprah bahwa anak yang cerdas matematika adalah anak yang pandai. Sedangkan mereka yang tidak cerdas matematika berarti anak yang biasa saja. Masih banyak, kok, bentuk kecerdasan lain yang bisa dikembangkan sebagai bekal hidup anak. Yang penting, jangan sampai anak buta matematika.
AGAR MENYENANGKAN
- Sampaikan dengan cara menyenangkan dan kreatif, di antaranya lewat beragam permainan dan kegiatan di rumah.
- Bersikaplah sabar dan telaten, tidak memaksa.
- Mulailah saat si kecil relaks kapan dan di mana saja. Namun, gantilah segera topiknya kalau si kecil mulai bosan dengan obrolan matematika. Mungkin ia sedang ingin belajar yang lain atau bermanja-manja.
- Perhatikan faktor keamanan. Alat peraga seperti gelas kaca berbentuk silinder memang contoh yang baik, tapi bisa berbahaya. Kalau jatuh dan pecahan kacanya mengenai si kecil bisa-bisa ia mengalami trauma.
- Perbanyak referensi mengenai matematika untuk usia dini.
- Reward dan punishment sebaiknya tidak diterapkan di usia batita karena tujuan pengenalan matematika pada batita bukanlah untuk mengetesnya mampu berhitung