Jadi Ayah Di Usia Tua Berisiko Bikin Anak Cacat Intelektual
oleh Seseorang, 13 Tahun Yang Lalu
Jakarta, Selama ini usia ibu sangat penting saat merencakan kehamilan dan punya anak. Tapi kini usia ayah patut diperhitungkan, karena usia ayah yang tua bisa menurunkan gen mutasi yang mempengaruhi kecerdasan anak.
Studi menunjukkan kelainan genetik tertentu dalam kromosom laki-laki terkait dengan cacat intelektual pada anak, terutama jika ia menjadi ayah dalam usia yang sudah tua. Kelainan ini disebabkan oleh 'copy number variation' dalam gen, seperti ada gen yang hilang, berulang, terbalik atau urutan DNA yang salah.
"Risiko cacat lahir biasanya meningkat seiring dengan usia ibu, tapi studi ini menunjukkan bahwa usia ayah yang semakin bertambah juga merupakan faktor penting," ujar Jayne Hehir-Kwa dari departemen genetika manusia University of Nijmegen di Belanda, seperti dikutip dari HealthDay, Rabu (5/10/2011).
Hehir-Kwa menuturkan jenis mutasi genetik yang diteliti biasanya ditemukan pada anak-anak dengan nilai IQ kurang dari 70. Anak-anak ini juga sering memiliki kelainan bawaan lain seperti cacat jantung.
"Ayah lebih sering jadi sumber penyimpangan gen dibanding ibu. Sekitar 70 persen dari kasus hilang dan duplikasi DNA untuk cacat intelektual diwarisi dari gen ayah," ujar Hehir-Kwa.
Namun karena hal ini masih sangat langka dan kejadian mutasi gen pada laki-laki tidak selalu diketahui, maka belum bisa dipastikan pada usia berapa risiko memiliki anak dengan cacat intelektual akan meningkat.
Dr Stephanie Sacharow, seorang asisten profesor genetika klinis dari University of Miami Miller School of Medicine menuturkan kondisi ini sulit untuk diprediksi karena perubahan variasi ini ditemukan dalam sperma yang dapat berubah terus.
"Seiring waktu, laki-laki cenderung memiliki mutasi baru dan ini bukan sesuatu yang bisa diprediksi berdasarkan usia seseorang. Tapi risiko memiliki anak dengan cacat intelektual akan semakin besar jika usianya semakin tua," ungkapnya.
Hasil studi ini sendiri sudah diterbitkan secara online pada 3 Oktober 2011 pada Journal of Medical Genetics.
Ada 0 komentar pada diskusi ini
Belum ada komentar pada post ini