Pemahaman tata kelola keuangan haruslah dimulai sedari awal. Pemahaman itu diberikan sesuai jenjang usia si anak. Orang tua sebagai figur sentral pendidikan keuangan utama diluar sekolah memiliki peranan penting. Peranan itu akan tercermin bagaimana anak mengelola keuangan mereka. Tanpa adanya acuan dari orang tua, anak tentu berisiko menganut budaya konsumtif dan jangka pendek.

Sebuah studi di AS mengungkap minimnya pengetahuan tata kelola keuangan ditengah pola konsumtif bisa berbahaya. Faktanya, studi juga mengungkap satu dari enam siswa di negara itu tidak memahami bahwa saham jangka panjang menghasilkan keuntungan berlipat ketimbang obligasi. Hal mengejutkan lain, hanya satu dari lima siswa yang mengerti bahwa bunga yang dibayarkan pada rekening tabungan dikenakan pajak.

Hasil survei ini merupakan yang terburuk dalam rangkaian enam tes selama 11 tahun terakhir. “Anak-anak tidak begitu mengerti tentang keuangan. Parahnya, kebanyakan orang tua tidak tahu bagaimana cara mendidik anak-anak mereka mengelola uang,” papar Luara Levine Direktur Eksekutif Koalisi JumpStart seperti dikutip dari majalah Time edisi online, Kamis (16/9).

Dalam buku Intelligent Investor karya Benjamin Graham dikatakan tidak ada masalah untuk mengenalkan manajemen uang pada anak. Menurut buku itu, ada sejumlah jenjang usia yang harus diperhatikan orang tua ketika mengenalkan pengelolaan uang pada anak. “Tidak mungkin menerapkan manajemen uang yang sama antara anak yang berusia 9 tahun dengan anak berusia 15 tahun. Orang tua harus membuat semacam pemahaman kepada anak tentang keinginan dan kebutuhan serta tabungan anak. Pengenalan terhadap lembaga amal, aset rumah dan rekening tabungan merupakan pembuka yang baik,” tulis Graham.

Usia 9 tahun

Pada usia 9 tahun, pembelajaran tata kelola keuangan diawali dengan pemberian uang saku mingguan sebesar setengah usia mereka. Uang itu yang kemudian dialokasikan dalam tiga toples yang berbeda. Toples pertama digunakan untuk pola konsumtif, toples kedua untuk tabungan jangka panjang seperti membeli iPod atau perbaikan komputer dan toples terakhir digunakan untuk amal.

Dengan alokasi uang pada tiga toples tadi, anak-anak tahu kemana uang itu diperuntukan sekaligus memberikan pemahaman pentingnya perkiraan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. “Saya sering berbicara dengan klien yang berhasil menerapkan pemahaman arti menabung. Tak pelak, anak-anak mereka bisa menerapkan kebiasaan menabung,” papar Kelly Campell, pakar perencanaan keuangan, Campbell Wealth Management, Washington DC.

Usia 13 tahun

Memasuki usia remaja, pengeluaran uang mendadak tanpa rem. Tak terhitung berapa dana yang harus digelontorkan para remaja untuk sekedar menonton, menyaksikan konser musik, membeli baju, ponsel atau game konsol. Di fase ini, pemberian pemahaman tentang pengelolaan keuangan dapat membantu anak ketika memasuki usia remaja yang cenderung konsumtif. Tekanan dan stimulus dari pergaulan merupakan tantangan tersendiri ketika menerapkan perencanaan keuangan.

Prinsip toples yang diterapkan dalam perencanaan keuangan haruslah berubah menjadi rekening bank, kartu ATM dan deposito. Para remaja juga harus menguasai tentang dasar-dasar ekonomi seperti perbedaan saham, obligasi dan reksa dana. Remaja juga harus mahir membuat anggaran belanja pribadi dengan mempertimbangkan sejumlah aspek seperti membuat perbandingan harga dan barang, membuat keputusan cepat dan menawar sesuatu yang menguntungkan. “Remaja mudah mempelajari sesuatu dengan cara bermain, pelajaran langsung, menyenangkan dan nyata,” komentara Lewis Mendel, pakar perencana keuangan University of Washington Business School.

Usia 18 tahun

Usia 18 tahun merupakan tahapan awal menuju pribadi yang dewasa. Kebutuhan di usia ini lebih banyak berorientasi pada masa depan. Misalnya saja, rencana memasuki jenjang perguruan tinggi. Usia ini merupakan kesempatan terakhir orang tua untuk mengarahkan anak dalam mengelola keuangannya.

Karena itu, orang tua tentu harus lebih memantapkan kembali skala prioritas anak terhadap kebutuhan dan keinginan. Anak berusia 18 tahun tentu akan berhadapan dengan istilah ekonomi yang lebih rumit seperti denda keterlambatan, saldo tabungan yang minim atau tunggakan pinjaman.

Sebuah riset mengungkap indikator terbaik dari kesuksesan pengelolaan keuangan di masa mendatang adalah kemauan anak untuk menunda kepuasan serta memperkuat tabungan untuk jangka panjang. Bila orang tua masih memberlakukan uang saku, berikanlah dana yang cukup besar sehingga memungkinkan dia untuk mengalokasi sejumlah dana dalam bentuk anggaran belanja. Bila orang tua sedari awal telah mengajarkan alokasi dana yang menengahi keinginan dan kebutuhan sudah dipastikan anak tidak akan mengalami persoalan keuangan.

Usia 23 tahun

Jelang kelulusan, orientasi anak tentu berubah dan condong untuk bersiap menggeluti karier yang diidamkan. Anak juga akan memikirkan konsekuensi dari penghasilan yang mungkin dia terima. Karena itu, di usia ini anak harus lebih baik mengelola keuangan seperti menyimpan catatan keuangan, membayar tagihan secara online, dan mulai berinvestasi.

“Ketika remaja mereka berpikir tidak akan sakit dan hidup selamanya,” tutur Levine. Menurut dia, anak yang tengah memasuki jenjang perguruan tinggi memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang tata kelola keuangan dengan baik. Setidaknya, kata dia, anak mulai belajar tidak bergantung dengan pemberian orang tua. Pembelajaran itu nantinya akan menjadi bekal ketika dia memasuki jenjang keluarga dan seterusnya.


semoga bermanfaat bunda....