Penyakit diabetes melitus (DM) atau akrab disebut kencing manis-- khususnya tipe 2 yang bukan faktor keturunan-- kini tak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja. Ironisnya lagi, diabetes pada anak sulit dideteksi, sehingga tidak bisa dicegah sejak dini.

"Tidak ada tanda-tanda khusus dari seorang bayi yang memiliki potensi terkena diabetes saat usia dewasa," kata dr Luszy Arijanti SpA, dokter spesialis anak dari RS Gading Pluit dalam sebuah seminar tentang DM, di Jakarta, pekan lalu.

Dr Luszy menuyebutkan, seorang anak baru akan terdeteksi menderita diabetes pada usia 7 tahun ke atas. Hal itu ditandai dengan sejumlah gejala yang mirip dengan gejala diare seperti muntah, sering buang air besar, kesadaran menurun (koma), dehidrasi berat, kejang-kejang dan sebagainya. Namun bedanya, nafas si anak berbau asam (aseton).
Kondisi itulah yang membuat orang tua terkadang salah dalam menilai kondisi kesehatan buah hatinya. "Banyak orang tua melihat gejala yang terjadi pada anaknya sebagai diare berat. Padahal dia sudah terserang diabetes. Tidak jarang anak penderita diabetes dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma," tuturnya.

Untuk mengantisipasi hal itu, dr Luszy menambahkan, orangtua harus memperhatikan kebiasaan makan dan aktivitas fisik anaknya di rumah. Selain juga memperhatikan perkembangan berat badan anak tersebut. Anak yang terindikasi menderita DM biasanya sering cepat merasa lapar dan haus, buang air kecilnya banyak dan berat badannya tidak pernah naik.

"Kalau orangtua melihat gejala yang demikian, itu harus hati-hati. Coba ajak anak untuk memeriksa kadar gula darahnya. Kadar gula darah yang normal pada anak sama dengan kadar gula yang normal bagi orang dewasa yakni berkisar antara 100-140 mg/dl," ucapnya.

DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.

Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose. Ini yang sering disebut orang sebagai kencing manis.

Dr Luszy menambahkan, selama ini anak-anak yang menderita diabetes masuk dalam tipe 1. Artinya, penyakit tersebut diturunkan dari orangtuanya karena terjadi defisiensi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas dalam tubuhnya. Kondisi itu menyebabkan anak kekurangan hormon insulin.

"Untuk DM tipe 1 pada anak bisa dikenali sejak awal. Yang jadi masalah adalah orangtua yang tidak memiliki riwayat DM, biasanya lalai menjaga kesehatan anaknya sehingga kegemukan dan berpotensi terkena DM tipe 2," katanya.

Ditanyakan, anak yang menderita kelebihan berat badan atau obesitas itu memiliki peluang untuk menderita DM, dr Luszy mengatakan, tidak semua anak obesitas memiliki peluang te terkena DM. Namun anak obesitas yang memiliki orangtua diabetes memiliki peluang yang besar untuk terkena penyakit yang sama dengan orangtuanya tersebut.

"Jadi untuk orangtua yang memiliki DM, tolong jaga anaknya agar tidak kegemukan dan memiliki kegiatan fisik untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Karena anak-anak mereka memiliki peluang terkena penyakit tersebut, kendati saat itu sehat-sehat saja," ujarnya.

Suka Mengompol


Hal senada dikemukakan dr Benny Santosa dari RS Gading Pluit. Katanya, diabetes pada anak dapat pula menyebabkan kematian dan mengganggu proses tumbuh kembangnya. Anak yang terkena DM hendaknya menjalani terapi insulin daripada mengkonsumsi obat-obatan. Anak yang menderita diabetes juga perlu dijaga pola makannya dan olahraga secara teratur.

"Anak-anak memang agak sulit untuk diatur pola makannya, apalagi sekarang ini gerai makanan cepat saji tersedia dimana-mana. Di sinilah perlunya peran orangtua, keluarga dan guru dalam membantu anak untuk bisa memperhatikan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang terkontrol," katanya.

Ia menambahkan, gejala awal DM biasa disebut dengan 3 P, yakni polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), dan poliuri (banyak kencing). Akan tetapi, yang seringkali terjadi kalau anak banyak makan dan banyak minum, orang tua menganggap wajar. "Sering kencing juga dianggap wajar, wong makan minumnya juga banyak. Itu yang membuat orang tua dan dokter kecolongan. Baru setelah anak terkena infeksi, baru diabetesnya kelihatan," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dr Benny, pasien sering datang dalam keadaan kejang dan kesadaran menurun. Setelah dicek kadar gula darahnya baru ketahuan anaknya menderita DM. "Pemeriksaan gula darah itu dijadikan pemeriksaan rutin supaya tidak kecolongan," katanya.

Gejala lain yang harus diwaspadai orang tua adalah jika si kecil tiba-tiba ngompol. "Misalnya, sudah 3-4 tahun anak tidak ngompol, lalu mendadak, kok, ngompol lagi. Nah, itu harus dicurigai sebagai gejala diabetes," tuturnya.

DM tipe I bisa muncul sejak usia dini, bahkan bayi sekali pun. "Cuma, kalau masih kecil, meski kekurangan insulin, biasanya tidak banyak. Jadi, tidak terlalu tampak meski kadar gulanya naik. Baru setelah anak semakin besar, makin kelihatan karena kebutuhan insulinnya makin banyak."

Apalagi kalau orangtua tidak mampu menjaga berat badan anaknya sehingga terkena obesitas. "Anak-anak sekarang, kan, hobi makan junk food yang jumlah kalorinya sangat besar. Tanpa serat, isinya hanya protein, lemak, dan karbohidrat. Kalau dihitung, bisa ribuan kalori per porsi. Padahal seharusnya porsi untuk sehari, sementara kalori yang dikeluarkan tidak sebanyak yang diasup," ujarnya.

Pada anak obesitas, kebutuhan insulin untuk metabolisme juga lebih banyak. "Kekurangan insulin makin lama akan makin menumpuk, meskipun kadang-kadang tidak bermanifestasi," katanya.

Pada anak obesitas, biasanya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah. "Apabila sangat meningkat, harus diwaspadai anak mudah menjadi diabetes, meskipun biasanya ada faktor genetik dulu. Memang, tidak semua pasien obesitas menjadi diabetes tipe II. Hanya sedikit, tapi diet tetap perlu. Selain gula darah tinggi, risiko kegemukan lain adalah kolesterol tinggi."

Diabetes patut mendapat perhatian karena penyakit tersebut telah menjadi kematian terbesar nomor lima di dunia. WHO melaporkan, jumlah kematian akibat penyakit tersebut di seluruh dunia adalah 3,2 juta orang per tahun. Itu artinya, setiap menit, 6 orang meninggal dunia akibat diabetes.

sumber:suarakarya.com