World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu :
aspek toksikologis: katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh,

aspek mikrobiologis: mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan,

aspek imunopatologis,:keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.

Penggunaan zat aditif yang berlebihan dan dikonsumsi secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif yang nyata bagi kesehatan.Dampak negatif zat aditif yang terkandung dalam makanan cepat saji bisa terjadi sacara langsung maupun tidak langsung,bisa terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.Dampak zat aditif yang terkandung dalam makanan cepat saji dapat dilihat di bawah ini:
- Sulfit menyebabkan sesak napas, gatal-gatal dan bengkak
- Zat Warna menimbulkan alergi,menimbulkan kanker hati,menyebabkan hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid.
- MSG kerusakan otak,kelainan hati, trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat proses penuaan, alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidakmampuan belajar, dan depresi.
- BHT&BHA menyebabkan kelainan kromosom pada orang yang alergi terhadap aspirin
- Pemanis menyebabkan kanker kantong kemih (saccarin),gangguan saraf dan tumor otak (aspartan),mutagenik.

Selain itu untuk para perempuan sebaiknya lebih waspada lagi karena fast food dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas. Kandungan lemak yang tinggi dalam makanan fast food juga dapat merangsang pertumbuhan kanker terutama kanker payudara.Kandungan kolesterol dan kalori yang cukup tinggi pada makanan cepat saji merupakan penyebab kegemukan dan berbagai gangguan metabolisme dan jantung.

Selain bahaya yang ditimbulkan zat aditif makanan itu,juga yang perlu diwaspadai adalah bahaya yang terdapat pada kemasan makanan cepat saji.Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI. Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety (Kompas, 2003).Namun pada kenyataannya produsen jarang mempertimbangkan hal tersebut.Dibandingkan dengan memperhatikan unsur kesehatan,produsen memilih kemasan dengan dipengaruhi faktor tampilan yang menarik,melindungi produk yang dikemas dan pertimbangan ekonomis.

Bahan yang selama ini digunakan memiliki beberapa dempak negatif bagi kesehatan,diantaranya:

plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan nugget) bersifat mutagenik (mengubah gen) dan karsinogenik,
PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula) yang dapat menghambat produksi hormon testosteron (Atterwill dan Flack, 1992) ,
kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk) disinyalir mengandung timbal (Pb) dan VCM (Vinyl Chlorid Monomer) yang bersifat karsinogenik yaitu memacu sel kanker (Media Indonesia, 2003).