anak melakukan kesalahan, Anda mengingatkannya untuk menuruti peraturan yang berlaku dalam rumah tangga. Ketika anak melakukan kesalahan yang sama, Anda mulai menaikkan peringatan dengan menghukum. Saat terjadi ketiga kalinya, Anda merasa perlu menaikkan hukuman dengan memukul anak. Maka, dimulailah awan gelap kehidupan anak.

Kesalahan cara penghukuman yang dilakukan orangtua sebenarnya berasal dari beberapa hal. Selain karena inkonsisten pola pendidikan, kesalahan membuat peraturan, hingga ketidaksetujuan salah satu orangtua pada pemberian hukuman. (lihat artikel, Cara Salah dalam Mendisplinkan Anak).

Kesalahan Anda akan menjadi berlipat dan membuat masa depan anak terancam, manakala dengan dalih penegakkan peraturan, Anda menerapkan pukulan sebagai cara efektif membuat anak jera. Padahal, jangankan menerima pukulan, melihat proses pemukulan saja dapat berpengaruh pada anak.

Anda mungkin tidak akan membayangkan bahwa Adolf Hitler, Sang Fuhrer, memiliki pengalaman kekerasan dalam rumah tangga sejak usia tujuh tahun. Dimulai dari ketatnya kedisiplinan sang Ayah pada keluarga, hukuman bagi kakaknya yang berakibat lari dari rumah, hingga hukuman yang sering diterimanya karena kakaknya sudah tidak ada.

Secara psikologis, anak yang melihat ataupun mengalami pemukulan bisa mengalami shock dan ketakutan, terutama bila terjadi pada balita. Efek traumatis, cenderung pendiam, sering marah, hingga menangis, dan dapat muncul sebagai akibat. Hebatnya lagi, ketika hal tersebut berdampak pada prestasi belajarnya di sekolah, Anda kembali menghukumnya untuk memberi efek jera "mendapat nilai jelek di kelas".

Dengan kekerasan yang seringkali terjadi, sifat anak bisa menjadi general. Artinya, bukan hanya dengan saat mendapat perlakuan orangtuanya saja, tetapi juga ketika anak melihat peristiwa yang sama pada orang lain. Akibat ketidaksetujuannya yang terpendam, anak bahkan bisa meluapkan amarah pada orang yang tidak dikenalnya. Contoh Hitler adalah contoh menarik dengan kesukaannya pada Pastor dan Biarawan, dan di sisi lain cerita penyaliban Yesus yang dilakukan orang Yahudi. Buahnya adalah penghakiman sadis bangsa Yahudi di masa PD II, dengan dalih tidak disiplinnya para tahanan.

Oleh karenanya, anak yang mengalami sikap dan perlakuan seperti itu perlu mendapat pendekatan khusus. Disamping menghentikan tindakan kekerasan dan menghindari perlakuan tersebut terulang kembali, konseling pada psikiater juga akan sangat membantu. Selain itu, keluarga dekat juga bisa menjadi bantuan yang efektif dengan memberitahu orangtua anak tersebut.