Dampak Buruk Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Anak

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan fenomena Manohara yang mengaku menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Untung mereka belum memiliki anak, kalau tidak kasihan anaknya.” Begitu kira-kira komentar beberapa ibu rumah tangga yang gemar menonton tayangan infotainment.

Kalau kekerasan ini disaksikan setiap hari besar kemungkinan dia menjadi traumatis, cenderung pendiam, sering marah hingga menangis. Dan lama kelamaan sifatnya menjadi general, artinya bukan hanya melihat teriakan atau pukulan orangtuanya saja, tetapi juga saat ia melihat hal itu dilakukan orang lain. Bahkan bukan tidak mungkin ia akan marah dengan orang lain yang belum tentu ada hubungannya dengan dia.

Nah, anak yang sudah bereaksi seperti ini perlu diberikan pendekatan. Henny sangat menganjurkan agar anak segera dibawa ke Psikolog supaya ia bisa terbuka dan menumpahkan isi hatinya. Tenang, Bun, si kecil tidak akan ditanya secara langsung tentang kekerasan yang sering ia lihat. Biasanya pendekatan dilakukan dengan cara bermain, bisa dengan menggambar atau bermain boneka. Dengan hal-hal itu dapat diketahui apa sih yang ada dalam pikirannya. “Misalnya kalau ia tidak suka pada ayahnya, ia hanya akan menggambar diri dan ibunya saja.” kata psikolog berkacamata ini.

Selain dengan bantuan psikolog tentunya anak harus terus diberi dukungan, baik dari orangtua (korban) atau pun keluarga dekat; tante, om, nenek atau kakek. Kalau si anak sedang bercerita jangan dipotong, biarkan ia mengeluarkan isi hatinya. Hal ini bisa membuatnya merasa lebih baik.

Tips :
Sebaiknya hindari pertengkaran dengan selalu menjalin komunikasi dengan pasangan. Dengan begitu rasa saling pengertian akan terjalin

Sebelum menikah hendaklah peka melihat reaksi pasangan, apakah ia mudah untuk melontarkan kata-kata kasar atau bahkan memukul