Bermain alat-alat kedokteran selagi kecil sebetulnya membantu anak dalam memahami realita sakit bila kelak dia harus berhadapan dengan orang-orang yang menangani penyakitnya. "Intinya, untuk menghindari anak mengalami trauma pascasakit, pada waktu penanganan penyakitnya itu sendiri, anak harus mendapatkan pengalaman seperti bermain. Selanjutnya kalau dia diajak ke dokter atau ke rumah sakit lagi, dia bisa lebih menerima," ungkap Dwijo.
Lalu kalau misalnya setiap hari si anak harus disuntik. Ketika dia menangis dan berkata "sakit", maka respons orang tua harus positif. Artinya, orang tua harus memahami dan menenangkan anak, bukan malah memarahinya agar suntikan bisa tetap diberikan.
Selanjutnya, yang mesti dijelaskan pada anak usia di bawah 6 tahun bukanlah alasan kenapa dia harus disuntik tiap hari dan penjelasan tentang penyakitnya, tapi memberikan lingkungan yang seaman mungkin baginya. "Buat mereka, yang penting adalah siapa yang mengobati dan apakah ayah dan ibu ada di dekatku ketika aku diobati. Mungkin selagi disuntik ia merasa kesakitan lalu menangis. Namun kalau ayah dan ibu ada di dekatnya dan menunjukkan reaksi yang tenang, anak akan cepat diam kembali. Apalagi kalau dokter yang menanganinya sudah dikenal dengan baik."
Itulah mengapa, dalam menangani penyakit anak yang kronis dengan terapi yang terus-menerus, idealnya dokter dan tim kesehatan yang bertugas harus bisa membuat diri mereka sebagai bagian dari keluarga.