Anemia adalah turunnya zat dalam sel darah merah yang mengantar oksigen ke seluruh tubuh.

Kekurangan zat besi bisa berakibat fatal. Bagi ibu hamil, kondisi ini tak hanya memicu anemia yang mengganggu aktivitas, tapi juga akan menurunkan kekurangan zat besi pada janin yang berdampak buruk pada tumbuh kembangnya.

Anemia adalah turunnya kadar hemoglobin, yaitu zat dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.

Setiap kelompok usia memiliki nilai normal hemoglobin dalam tubuh. Menurut WHO, anak usia kurang dari enam tahun memiliki batas normal 11g/dL, anak usia lebih dari enam tahun 12g/dL, wanita 12g/dL, wanita hamil 11g/dL, dan pria 13g/dL.

"Dikatakan anemia jika kadar besi dalam darah berkurang. Sedangkan jika kadar besi hanya berkurang di bagian otak, otot, dan cairan tubuh lain maka dikata kekurangan besi atau Anemia Defisiensi Besi (ADB)," ujar Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi, dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang-pediatri sosial, dalam sebuah seminar di Gedung Prodia, Jakarta.

Menurutnya, pengukuran zat besi saat ini tidak dapat hanya pemeriksaan dalam darah. Pengukuran besi dalam anggota tubuh yang lain dapat memberikan solusi pencegahan anemia.

Berdasarkan data WHO, Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dilakukan di Indonesia pada 2001. Hasilnya, 47 persen balita dan 40,1 persen wanita mengidap kekurangan zat besi. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menderita gizi buruk dan gizi kurang.

Bagi orang dewasa, kekurangan besi dapat menyebabkan lemah, letih, dan lesu. Kekurangan besi yang menahun dapat mengakibatkan perubahan perilaku seperti mudah marah, bahkan gangguan perilaku. Sedangkan kekurangan besi berakibat fatal bagi anak karena dapat mengganggu tumbuh kembang otak.

Prof dr Djajadiman Gatot dari Divisi Hematologi Onkologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, mengatakan, kekurangan besi pada anak dapat disebabkan oleh kurangnya produksi hemoglobin, kegagalan sumsum tulang, gangguan pematangan sel darah merah, dan gangguan pada usus seperti cacingan.

Dampak kekurangan besi pada anak membuat melambatnya pertumbuhan percabangan sel otak (dendrit), sehingga hubungan antar sel otak kurang kompleks dan proses informasi melambat, juga terganggunya proses myelinisasi (selubung sel saraf) sehingga memicu gangguan penglihatan, pendengaran, dan perilaku.

Terjadi pula gangguan metabolisme di pusat kendali emosi dan pusat kendali kognitif. Menurunkan aktivitas enzim triptofan dan tirosin hidroksilase yang mengakibatkan gangguan produksi serotonin dan dopamin. Ini membuat anak tidak mampu mengendalikan diri dan perasaan, tidak mampu memusatkan perhatian, mengikuti pembelajaran dengan baik, dan gangguan perilaku.

Untuk dapat mengatasinya, wanita hamil dan menyusui dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen penambah besi. Anak berusia 6-24 bulan pun dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen besi karena usia dua tahun pertama bagi anak adalah masa penting bagi pertumbuhan otaknya.