Aku Mau Sekolah, Ma!
oleh Seseorang, 13 Tahun Yang Lalu
Si kecil minta sekolah? Bisa hanya sebatas omongan, tapi bisa juga memang benar. Orangtua mesti bagaimana?
Setiap habis mandi, Prita (3 th) selalu minta dipakaikan baju yang bagus, sepatu, plus tas ransel Dora-nya. Kalau ada yang tanya ia mau kemana, pasti Prita lantang menjawab “Mau sekolah!” Padahal ia cuma bermain-main di rumah tetangga sebelah yang anaknya juga berperilaku sama dengan Prita. Tapi lantas, perilaku si kecil ini memunculkan pertanyaan di benak Mama, jangan-jangan Prita memang sudah ingin bersekolah.
Meskipun perilaku anak sudah menunjukkan keinginan untuk bersekolah, orangtua sebaiknya tidak gegabah. Amati perilaku anak secara lebih cermat. Apakah ia sekadar meniru dan bereksplorasi, atau memang benar-benar ingin bersekolah.
Pada usia 2-3 tahun, anak sangat menikmati permainan peran atau bermain pura-pura. Ia seringkali meniru perilaku apa pun yang dilihatnya. Entah dari orangtuanya, kakeknya, pengasuhnya, dan kalau dia bukan anak pertama, maka dia akan meniru kakaknya yang sudah memasuki usia prasekolah atau SD. Bisa jadi, "keinginan" itu juga muncul karena melihat kegiatan anak tetangga yang lebih besar. Misalnya, berpura-pura sedang berangkat ke sekolah, belajar di sekolah, sampai berpura-pura kalau dia sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Perilaku pura-pura ini didukung oleh keinginan anak untuk bereksplorasi dengan menunjukkan berbagai sikap. Selain itu, kemampuan motorik kasar dan halusnya juga sudah mendukung. Dia bisa berjalan, berlari, melompat, dan sebagainya. Imajinasinya pun sudah mulai tumbuh.
Lihatlah gejala yang ditunjukkan anak. Biasanya, bila perilaku tersebut hanya timbul beberapa waktu saja dan setelah bosan ditinggalkannya, maka mungkin dia sekadar melakukan peniruan. Beda hal kalau anak intens melakukannya dan berulangkali mengungkapkan keinginannya, "Aku mau sekolah seperti Kakak!" mungkin anak memang benar-benar sudah ingin bersekolah. Dari situ orang tua bisa menilai apakah keinginannya serius atau tidak.
Bila anak benar-benar tertarik dan sudah mampu menerima instruksi sederhana, tak masalah bila kita segera memasukkannya ke "sekolah". Umumnya, setelah usia 2 tahun, kemampuan kognitifnya mulai berkembang dengan baik dan tidak lagi terfokus pada perkembangan motorik atau manipulasi objek. Hal itu ditandai dengan perkembangan berbahasa yang sudah mulai kompleks dan kemampuan mengatasi masalah-masalah sederhana. Bila kedua aspek itu sudah terlihat berkembang, oke-oke saja untuk memasukkan anak ke "sekolah". Hal ini, kan, sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan sosialnya.
Sekolah playgroup khusus anak usia tiga sampai lima tahun, bertujuan mengajarkan anak bersosialisasi dengan rekan sebayanya, menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam bergaul dengan metode pendidikan bermain. Di taman bermain ini, anak juga memperoleh keterampilan motorik dan bahasa.
Dalam playgroup ini anak-anak memang hanya bermain. Karena masa mereka adalah bermain, dari bermain itulah mereka belajar. Permainan juga disarankan beragam dan tidak membahayakan. Ini agar anak enjoy dalam lingkungannya atau tidak lekas bosan. Play group yang bagus, adalah bila anak merasa aman belajar dan bermain.
Metode pendidikan belajar dan bermain ini sebenarnya bisa juga diberikan di rumah saja oleh orangtua. Apalagi bila tujuannya hanya sekadar pengenalan huruf dan bermain-main. Pendidikan di rumah bisa dilakukan lebih fleksibel disesuaikan dengan kondisi keluarga. Bedanya, di taman bermain ada unsur sosialisasi untuk ikut mendorong pertumbuhan anak.
Kalau perkembangan bahasa anak sudah dibarengi dengan kemampuannya memahami konsep abstrak, meskipun belum berusia 3 tahun, silakan saja disekolahkan di playgroup. Pemahaman konsep abstrak atau sesuatu yang tidak terlihat ini misalnya, anak bisa membayangkan sekolah yang diucapkannya, "Di sekolah aku bisa bernyanyi, menari, bermain ayunan, dan sebagainya”
Orangtua tidak perlu menunggu usia anak lebih besar bila anak sudah menunjukkan kemampuan tersebut. Soalnya, kesempatan untuk bisa belajar di lingkungan baru sangat baik untuk perkembangan sosialnya. Di sekolah, kan, anak bisa mengenal berbagai figur, ada guru, teman yang berbadan besar, bersuara lantang, ataupun yang bersuara lemah lembut. Anak juga bisa mengenal cara berbagi dan lainnya. Dengan begitu anak berada dalam situasi dimana dia bisa bersosialisasi, belajar, dan mengembangkan kognitifnya. Asalkan, proses pembelajarannya tidak melupakan jiwa anak yang masih dalam taraf bermain. Hal ini lebih bermanfaat daripada bila anak hanya berkutat dengan mainan di dalam rumah. Sekolah yuk sekolah!
Ada 0 komentar pada diskusi ini
Belum ada komentar pada post ini