Ada beberapa keahlian yang perlu dimiliki si kecil untuk bisa memiliki rasa percaya diri dan penilaian moral yang kuat. Misalnya, menolak bergabung ketika anak lain diganggu atau—lebih baik lagi—berani membela anak yang sedang ditindas tersebut, berempati (memahami bahwa si korban sedang disakiti), berkemampuan untuk menyusun strategi (yaitu untuk merancang tindakan yang akan dilakukan), dan dapat mengantisipasi apa yang akan dilakukan anak-anak lain.

Untuk anak yang lebih kecil: Anak usia prasekolah biasanya fokus pada peraturan dan mengerti bahwa ia tidak boleh mengganggu temannya. Jadi, jika temannya diganggu, kemungkinan besar ia akan melaporkannya pada orang dewasa. Jika si kecil melapor pada Anda bahwa temannya masih mengompol, tekankan empati dasar ini: “Mama senang kamu cerita ke Mama, karena kamu juga sedih ‘kan, kalau diejek tukang ngompol?” Ini membantu mereka mengenali seperti apa rasanya diejek dan membuat mereka ingin melindungi orang lain dari merasa terluka, ujar Schiller.


i sisi lain, jika si kecil Anda yang gemar mengganggu temannya, coba ajak dia membayangkan kejadian yang sama: “Bagaimana jika ada orang yang mengejekmu? Bagaimana perasaan kamu jika itu terjadi padamu?” Jadi, anak juga akan belajar untuk berempati pada orang lain. Repetisi sederhana dan latihan memposisikan diri di tempat orang lain adalah kunci untuk membantu anak yang lebih kecil untuk mengembangkan empati.


Untuk anak yang lebih besar: Anak usia sekolah memiliki lebih banyak pertimbangan karena mereka sekarang punya sahabat dan kelompok teman, dan mereka merasa harus setia terhadap kelompoknya. Lagipula, minta tolong kepada guru atau orang tua ketika menghadapi masalah tidak lagi ‘keren’ setelah berumur 6 atau 7 tahun. Karena itu, berikan strategi kepada si kecil untuk mengatasi “pikiran kelompok,” ujar Erika Rich, Ph.D., seorang psikolog anak dari Los Angeles yang membentuk kelompok keahlian sosial untuk anak-anak. . Bila ia diganggu, tanyakan tentang detail kejadian tersebut, kemudian pikirkan tentang hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang sama di masa depan.


Ajak si kecil untuk lebih fokus ke anak yang diganggu, misalnya mengajak anak yang kerap diganggu untuk bermain bersama atau menghibur anak yang diganggu, serta berani menghadapi sang pengganggu setelah kejadian tersebut. “Semakin sering Anda membahas situasi macam ini dengan mereka, semakin cepat mereka dapat bereaksi di saat hal tersebut terjadi lagi,” ujar Rich.