Jelas saja, menumbuhkan rasa percaya diri anak tak bisa dilakukan dalam sehari. Perlu diajarkan, dipupuk, dan ditanamkan terus-menerus sejak anak masih kecil. Susahnya, justru orang tua yang kerap menghancurkan rasa pe-de alias percaya diri anak. Tentu saja, orang tua melakukannya secara tak sadar. Hal itu bisa berlangsung lewat komentar, kalimat, atau tindakan yang jauh dari menyenangkan.

“RESEP” PENTING

Berikut sejumlah cara yang bisa Anda lakukan.
*Percaya pada kemampuan anak dan biarkan dia tahu bahwa ia mampu, berguna, menarik, dan mandiri.

*Beri pujian yang positif untuk segala sesuatu yang telah diselesaikannya dengan baik. Sampaikan dalam kalimat atau ucapan yang menyenangkannya karena hal itu bagaikan musik nan merdu di telinganya. Jelaskan juga pada anak, membuat kesalahan adalah hal yang normal dan merupakan bagian dari kehidupan yang harus dihadapinya. Hindari memberi kelewat banyak kritik yang hanya akan menghancurkan rasa percaya diri baginya.

*Aktif bertindak, pasif mendengarkan dengan sabar. Ulangi apa yang Anda dengar agar benar-benar mengerti apa maksud si kecil dengan baik, kemudian berikan ia dorongan dan semangat yang positif agar dia teatp melakukan hal yang baik-baik.

*Terima perasaan yang dilontarkan anak dan bantulah dia untuk mengutarakan dengan baik. Misalnya, biasakan ia mengungkapkan, “Ma, hari ini aku sedih, deh, Soalnya ,,,” atau “Bunda, aku sedang senang, lo, karena tadi di kelas ….”

*Fokuskan pada kelebihan dan kekuataan yang ada pada anak. Jangan hanya sibuk dengan kelemahan anak.

*Hormati keinginan anak walaupun mungkin hal itu membosankan bagi Anda. Ambil dan tiru ide yang menarik dan baik dari temannya atau dari sekolah. Hal ini sekaligus memperlihatkan, Anda peduli dan mendengarkan semua cerita anak.

*Terima dan pahami semua bentuk ketakutan atau ketidaknyamanan yang diperlihatkan anak. Mungkin Anda merasa ketakutan anak tak beralasan, namun jangan pernah menyepelakannya. Tunjukkan bahwa Anda mengerrti dan memahami kekhawatirannya serta beri ia cara mengatasinya.

Misalnya, jika anak berujar, “Aku memang enggak bisa pelajaran matematika,” katakan padanya, “Pasti karena matematika memang pelajaran yang sulit jadi kamu harus belajar lebi keras. Yuk, Mama/Papa coba bantu menerangkan supaya kamu mengerti.” Jangan malah mengatakan, “Kamu memang payah! Mulai besok harus les, ya!”

*Beri semangat atau dorong agar anak menjadi sosok yang mandiri. Beri kesempatan untuk mencoba hal-hal baru. Keberhasilan akan memberi dan mendorongnya memiliki rasa percaya diri yang besar. Jangan lupa, kerap anak juga perlu belajar dari kesalahan yang dia perbuat.

*Fokuskan pada kegiatan yang ia kuasai. Misalnya, renang, musik, atau apa saja yang ia kuasai dengan baik. Jangan mencoba untuk menfokuskan pada bidang di mana ia sering menemui kegagalan.

MEMBANGUN RASA PEDE

Apa pun alasannya, sebaiknya hindari melontarkan kritik dan komentar yang tidak menyenangkan. Misalnya ia tengah membawa segelas susu dan Anda sudah mengatakan, “Hati-hati, jalannya pelan saja supaya susunya tidak tumpah,” namun ternyata susu itu tumpah. Yang sangat mungkin terjadi, secara refleks Anda akan berkata dengan suara keras, “Tuh, kan, Mama sudah bilang, hati-hati jalannya! Kamu enggak pernah mau mendengar Mama, sih!”

Komentar seperti di atas, percaya atau tidak, dapat menjadikan anak merasa rendah diri karena dianggap tak mampu. Akan sangat bijaksana jika Anda berujar, “Lain kali harus lebih hati-hati, ya. Jalannya pelan saja, pasti, deh, susunya enggak tumpah.”

Bukan hanya komentar atau kritik yang dapat menghancurkan rasa percaya diri anak, tapi kalimat tak menyenangkan atau kritik pedas bisa ditirunya. Yang lebih parah lagi, anak lama-lama percaya dengan “cap” yang diberikan padanya seperti bodoh, nakal, ceroboh, dan lainnya. Yang pasti, kata-kata seperti itu bisa menghambat motivai anak untuk mencoba hal-hal baru demi memperbaiki dirinya.

Orang tua, secara tak sadar, sering menghancurkan rasa percaya diri anak. Padahal, anak belajar mengatasi masalah dari apa yang dilihatnya pada orang dewasa di sekitarnya. Jika Anda termasuk tipe yang bersikap berlebihan dalam menghadapi suatu masalah, seperti misalnya sering mengatakan, “Aduh, pekerjaan saya banyak sekali. Enggak tahan, deh, rasanya,” atau “Kok, nasib saya sial terus, ya?” anak akan menganggap Anda tak mampu mengatasi masalah yang harus dihadapi.

Jelas, hal itu bukan contoh yang baik bagi anak. Sebaliknya, anak jadi rendah diri dan pesimis dalam menghadapi kehidupan. Yang harus diperlihatkan adalah sikap optimis, berani, serta sanggup menghadapi masalah.

Jadi, di masa-masa mendatang, sebaiknya berpikirlah masak-masak sebelum Anda berbicara dan bertindak. Pilih kata-kata yang baik dan pantas didengar oleh semua orang. Memang, sangat mudah untuk mengeluarkan kata-kata umpatan tanpa harus berpikir dua kali, namun Anda juga harus memikirkan pengaruhnya terhadap si kecil. Jangan sampai membuat anak merasa dirinya tidak berharga, bodoh, lamban, malas, dan sebagainya.

Satu hal lagi, jangan pernah malu atau gengsi untuk minta maaf jika Anda melakukan kesalahan. Tak ada seorang pun yang sempurna, kadang kita mengeluarkan kata-kata secara spontan tanpa dipikir dan baru kemudian menyesal. Jika itu terjadi di depan anak, yang terbaik adalah langsung meminta maaf kepadanya sambil menjelaskan bahwa seharusnya kita tidak boleh mengeluarkan perkataan itu, kemudian peluklah si kecil.