Saat ini, jumlah wanita yang bekerja sudah hampir seimbang dengan jumlah pria. Pengaruh industrialisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong terjadinya perubahan peran sosial-budaya dari kaum wanita. Apabila dulu jenis pekerjaan yang dapat dan boleh dilakukan oleh para wanita masih sangat terbatas. Namun sekarang kondisinya sangat leluasa hingga dapat ditemukan wanita yang mampu mengerjakan segala jenis pekerjaan. Bila zaman dahulu karir wanita sudah berhenti sebelum mencapai posisi menengah maupun puncak, namun zaman seperti sekarang ini sudah banyak ditemukan wanita menduduki jabatan yang justru lebih tinggi daripada pria.

Gejala semacam ini patut membesarkan hati oleh sebagian pihak karena memang dari dulu sudah timbul aspirasi wanita untuk dapat mengembangkan potensinya sampai batas tertinggi. Terlebih lagi kebiasaan dan berbagai norma kebudayaan jangan sampai menghambat wanita untuk dapat berkembang sebagaimana halnya kaum pria. Nampaknya saat ini aspirasi kaum wanita sudah hampir menjadi kenyataan.

Sementara itu, timbul persoalan baru yang khas, siapa yang akan menggantikan peran ibu di rumah jika ia pergi bekerja?

Masalah yang berkaitan dengan ketidakadaan seorang ibu di rumah, pengurusan dan perawatan anak-anaknya masih dilimpahkan kepada mereka yang masih kerabat dekatnya. Tetapi sekarang keadaannya berbeda secara struktur keluarga, terutama di kota-kota besar, struktur keluarga sudah mulai berubah dari struktur keluarga besar ke keluarga inti (kecil) sehingga tidak biasa lagi antar kerabat untuk diajak tinggal bersama.

Menghadapi realita seperti inilah, menuntut semua masyarakat untuk sedapat mungkin bisa menyediakan sesosok orang yang mampu menjalankan profesinya mendampingi sang anak tersebut. Itu berarti harus tersedia wadah pendidikan yang dapat mengasuh dan mendidik mereka bagi mereka yang berminat menjalankan profesi tersebut.

2. Proses perkembangan anak

Berikut akan diuraikan proses pertumbuhan dan perkembangan anak dari segi psikologis. Kesemuanya itu tak lain ditujukan agar dapat merancang program pendidikan yang bermanfaat bagi mereka yang betugas mendampingi anak yang ditinggal sang ibu bekerja.

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor hereditas / bawaan yang dimiliki oleh anak, sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan yang meluputi faktor belajar dan latihan. Proses tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik ialah yang menyangkut proses menjadi matang (maturation) dan menyebabkan perubahan dimensi fisik pada diri anak. Proses kematangan (maturation) ini biasanya tergantung oleh sifat gen sebagai faktor yang membawa sifat keturunan. Sedangkan proses tumbuh kembang yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik, seperti faktor belajar, akan terjadi melalui pengalaman-pengalaman empirik, bisa melalui pendidikan formal, atau bisa pula terjadi secara tidak disengaja.

1. Ciri-ciri perkembangan anak usia 0 – 2 tahun (masa bayi)

Secara fisik, seorang anak pada masa ini mengalami perkembangan yang sangat cepat. Tinggi dan berat badan si bayi cepat sekali bertambah, begitu pula kemampuannya di bidang motorik (pergerakan) nya. Sebelum usia dua tahun, anak-anak sudah dapat berjalan, berlari, bahkan melompat. Keseimbangan tubuhnya makin lama makin baik walaupun kemungkinan sering jatuh, menabrak dan lain sebagainya masih tetap ada.

Salah satu aktivitas fisik yang sering dilakukan pada masa ini adalah bermain, sebab bermain merupakan kegiatan yang amat menyenangkan bagi mereka. Oleh sebab itu, aktivitas bermain ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana mendidik anak mengenai berbagai hal. Dengan kata lain, melalui bermain anak dapat dicerdaskan dapat dikembangkan alam perasaannya, dapat diperkaya alam fantasi dan kreativitasnya. Namun manfaat utama dari kegiatan bermain ini adalah untuk menggembirakan anak sambil melatih kemampuan motoriknya, yakni menyangkut latihan otot-otot berikut koordinasinya.

Selanjutnya dari segi mental, anak-anak pada usia 0 – 2 tahun juga berkembang pesat. Perkembangan mental amat erat kaitannya dengan perkembangan berbicara dan bahasa. Sebelum umur satu tahun, anak tersebut sudah mulai mencoba bersuara dan berkata-kata. Merangsang perkembangan berbicara berarti merangsang perkembangan kecerdasan. Perkembangan mental amat dipengaruhi oleh perkembangan panca indera. Jadi melatih kemampuan pendengaran, penglihatan, penciuman dan lain sebagainya sejak usia dini amatlah dianjurkan.

Kemudian dari segi sosial-emosional, perkembangan seorang anak belum begitu menonjol, kecuali bahwa hendaknya ia memperoleh pengalaman sosial yang menyenangkan dengan orang dewasa dalam keluarganya. Ia hendaknya merasa aman berada di antara keluarganya. Apabila ia memperoleh kasih sayang dan kelembutan (love and tender care) dari lingkungan sosialnya, maka dasar-dasr suatu sikap (attitude) sosial yang positif telah terbentuk. Namun proteksi (perlindungan) atau pemanjaan yang berlebihan justru akan merusak perkembangan sikap sosial selanjutnya.

2. Ciri-ciri perkembangan anak usia 3 – 5 tahun (masa prasekolah / balita)

Secara fisik, seorang anak pada masa-masa ini terjadi penguatan otot-otot dan peningkatan kemampuan koordinasi sensorimotorik, artinya anak sudah mulai mampu melakukan gerakan yang lebi halus dan mengatur kerjasama antara mata dengan tangan dan kakinya. Pada masa balita ini, anak terlihat selalu bergerak dengan amat lincah. Bagi mereka, bergerak berarti memperoleh kesenangan walaupun bagi orang dewasa menganggapnya gerakan ini seolah-olah tanpa tujuan. Selain penguatan otot kasar dan tulang-tulang, terjadi juga penguatan otot-otot halus, sehingga pada masa prasekolah, anak sudah mampu mengerjakan gerakan yang sulit, seperti menulis, menggambar, menguntai dan lain sebagainya.

Begitu pula dengan perkembangan mentalnya, masa-masa ini adalah masa-masa bertanya bagi mereka. Sebab anak balita memiliki rasa ingin tahu yang tak terpuaskan tentang segala sesuatu yang terdapat di sekelilingnya. Dan juga pada usia ini adalah usia berfantasi / bergaul, berimajinasi, bermain-main, bercanda dan berpura-pura.

Dari segi bahasa, terjadi perkembangan yang sangat menonjol yang dibuktikan dengan penguasaan perbendaharaan kata-katanya yang sudah cukup kaya serta diiringi dengan kemampuan membuat kalimat dengan tata bahasa yang cukup tepat. Makin banyak teman sebaya yang diajak bercakap-cakap maka makin baik pula perkembangan bahasanya, demikian juga bila ia sering dibacakan cerita atau membaca buku. Sehingga minat terhadap ilmu pengetahuan sudah dapat mulai dirangsang.

Selanjutnya, dari segi perkembangan sosial-emosional, pada masa tersebut sang anak sudah dapat dididik untuk berdisiplin walaupun dalam batas-batas tertentu yang ditentukan dengan kemampuan anak. Pada masa ini, pertama kali terbentuk “pribadi” anak sebagai sebuah unit yang disadari oleh anak, atau dalam bahasa psikologinya lebih dikenal dengan sebutan egosentris. Agar pribadi ini, atau yang biasa disebut “aku”nya anak dapat berkembang dengan baik, ia perlu diakui dan dihargai. Kepercayaan akan dirinya akan mulai muncul jika orang dewasa memberi “support” (semangat) ada anak tersebut. Namun yang perlu diingat, memberi support bukan berarti memanjakan anak.

Pada masa prasekolah ini pula anak sudah mulai menunjukkan kebutuhan untuk berkawan sehingga penanaman akan norma-norma sosial bisa dimulai. Usia 3 – 5 tahun merupakan usia dimana anak dapat dilatih untuk membedakan baik dan buruk.

3. Ciri-ciri perkembangan anak usia 6 – 12 tahun (masa Sekolah Dasar)

Perkembangan anak pada masa ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai masa-masa / usia yang cukup tenang. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang dewasa –terutama pendamping anak- mendidik dengan menyeimbangkan antara bermain, belajar dan istirahat bagi mereka. Aktivitas belajar misalnya, orang dewasa perlu membantu anak mengembangkan disiplin belajar yang akan sangat membantu bagi keberhasilan belajar selanjutnya.

Anak pada usia 6 – 12 tahun suka sekali menjelajah kesana kemari, seperti suka bermain agak jauh dari rumah. Mereka juga suka sekali berkawan hingga sering meninggalkan rumah.

4. Ciri-ciri perkembangan anak usia 13 – 18 tahun ( masa remaja)

Pada masa ini, sang anak mulai dihadapkan dengan berbagai masalah dan cobaan. Maka tak jarang masa-masa ini disebut-sebut sebagai masa penuh gejolak. Kadang-kadang mereka bertengkar dengan orang tua, sering terganggu komunikasi antara anak dengan orang tua. Kecenderungan berkelompok dan kegiatan bersama dengan teman seumurannya makin menonjol. Anakpun makin sering keluar rumah dan beberapa diantaranya sudah mulai mempunyai pasangan (pacar).

3. Peran orang tua pendamping

Perkembangan zaman yang semakin kompleks seperti saat ini nampaknya menuntut tumbuhnya suatu perubahan dalam pribadi seseorang. Begitu pula dengan bertambahnya sebuah profesi baru yang dinamakan “surrogate mother” atau ibu pendamping. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa peluang pekerjaan yang diperuntukkan bagi wanita semakin hingga kesulitan untuk mengatur waktunya bagi buah hatinya di rumah. Maka menuntut pula keberadaan seorang ibu pendamping untuk mengganti perannya mengurus anak. Nah, tugas utama ibu pendamping adalah mengasuh anak selama ditinggal ibu bekerja.

Sudah menjadi rahasia umum dan tak perlu diperdebatkan lagi bahwa tanggung jawab mengasuh anak sesungguhnya terletak di bahu seorang ibu, walaupun tanggung jawab tersebut juga harus dipikul oleh seorang bapak. Kewajiban ini harus dilaksanakan sebab proses tumbuh kembang anak memerlukan pendamping, pengawasan dan suri taudanan dari orang tuanya.

Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Di dalam pola asuh tersebut, interaksi (hubungan timbal balik) antara anak dengan orang tua akan tertata dengan baik. Disamping tersampainya keinginan anak kepada orang tua, interaksi yang kondusif juga akan membentuk akhlak dan moral sang anak melalui didikan yang positif, seperti anjuran, larangan maupun pengendalian aktivitas anak.

Setiap orang tua pastilah menyadari akan kewajiban ini, membina dan mendidik anaknya supaya bertanggung jawab dan menghormati nilai-nilai di masyarakat dan memenuhi kebutuhan sang anak, mulai dari kebutuhan akan makanan dan pakaian yang merupakan kebutuhan yang bersifat fisik-biologis sampai pada pendidikan, pemberian rasa aman dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang merupakan kebutuhan yang bersifat psikologis-sosial. Maka lama-lama orang tua secara langsung ataupun tidak langsung berusaha memenuhi kebutuhan anaknya.

Namun tidak semua kebutuhan sang anak dapat dipenuhi oleh ibu kandungnya disebabkan sang ibu sedang bekerja, walaupun keberadaannya di samping anak tidak tergantikan. Maka disinilah peran penting seorang ibu pendamping dalam menggantikan posisinya sebagai ibu sejati. Berikut ini beberapa kriteria seorang ibu pendamping yang ideal bagi anak:

Memiliki watak yang baik dan kepribadian yang sehat.
Mempunyai minat untuk merawat dan mendidik, walaupun yang dirawat dan dididik itu adalah anak orang lain.
Memiliki latar belakang pendidikan umum yang cukup memadai dan telah memperoleh pendidikan khusus membina anak dalam keluarga.
Beberapa ilmu yang dikuasainya antara lain mengenai: kesehatan anak, pendidikan anak dalam keluarga, dan psikologi perkembangan yang meliputi tentang proses tumbuh kembang anak hingga etika sopan santun agama.
Pandai berkomunikasi dengan anak dan keluarganya, berani mengutarakan pendapat dan mampu bermusyawarah dengan orang tua mengenai hal-hal yang pelu disepakati bersama atau dicarikan jalan keluarnya bersama. Dalam kata lain, ia mampu menjalin hubungan baik dengan seluruh anggota keluarganya.
Sadar akan posisinya sebagai seorang pendamping anak yang profesional sehingga tidak dianggap sebagai baby sitter biasa apalagi pembantu rumah tangga.

Dengan begitu, sang ibu sedapat mungkin tetap menjalankan tugasnya dalam mengasuh anak kandungnya dan tidak membiarkan ibu pendamping mengambil seluruh kasih sayang anak hingga mengurangi kualitas hubungan anak dengan ibu kandungnya.