Masalah gangguan tidur tak hanya terjadi di Indonesia. Dr Rini memamparkan hasil penelitian di sejumlah negara, antara lain, di Beijing, China dikatakan 23,5 persem anak usia 2-6 tahun mempunyai gangguan tidur. Di Swiss, ada 20 persen anak usia 3 tahun terbangun setiap malam. Sedangkan di Amerika, sebanyak 84 persen anak usia 1-3 tahun menderita gangguan tidur yang menetap (sulit untuk tidur pada waktu malam/terbangun pada malam hari).

Besaran jumlah jam tidur anak, disesuaikan dengan tingkatan umurnya. Bayi baru lahir biasanya tidur selama 16-20 jam per hari, bayi usia 2-12 bulan jumlah waktu tidurnya mencapai 9-12 jam pada malam hari dengan tidur siang 1-4 kali sehari.

Sedangkan anak usia 12 bulan-3 tahun, biasanya tidur 12-13 jam sehari dengan rata-rata tidur siang satu kali saja. Kalau anak sudah berusia di atas 4 tahun, seorang anak dapat tidak membutuhkan tidur siang lagi.

Rini menyebut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur anak di malam hari. Faktor pertama terkait dengan masalah fisik seperti rasa lapar dan haus serta adanya gangguan pada gigi, telinga, kulit, saluran cerna, saluran napas, saluran kemih, otot atau tulangnya.

"Makanan dan minuman juga berpengaruh. Bayi lebih gampang tidur dalam keadaan kenyang. Dan jenis makanan atau minuman tertentu, konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat asma juga mempengaruhi tidur balita," ujarnya.

Faktor lainnya adalah masalah psikis, yang terkait dengan tahapan perkembangan anak, pola asuh, temperamen, aktifitas dan faktor lingkungan. "Ada kebiasaan tidur di Indonesia yang tidur satu ranjang anak dengan orangtuanya. Sebaiknya pisahkan bayi sejak kecil ketika mau tidur, sehingga ketika orangtuanya "bergeser" sedikit saja anak langsung rewel," katanya.

Tidur Dalam


Untuk mendapat tidur berkualitas, menurut Rini, balita harus dapat melewati dua tahapan tidur, yaitu "tidur dalam" atau istilahnya fase tidur nonrapid eye movement (non-REM) dan "tidur aktif" atau yang biasa disebut tidur REM.

Pada tahapan "tidur dalam" aktivitas otak regular masih terus berjalan. Fase ini berperan penting dalam perbaikan sel-sel tubuh dan produksi hormon pertumbuhan yang maksimal sekitar 75 persen. Sedangkan fase tidur aktif ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang sangat cepat, detak jantung dan pernapasan yang terus meningkat dan tidak stabil dengan sering kali disertai mimpi.

"Pada tahapan ini metabolisme otak berada pada tingkat paling tinggi sehingga berpengaruh pada restorasi atau pemulihan emosi dan kognitif bayi dan batita," ucapnya.

Tahapan tidur REM dan non-REM terjadi bergantian dan membentuk suatu siklus tidur. Proporsi tidur REM pada awal bayi baru lahir adalah sebanyak 50 persen dan akan terus berkurang seiring dengan pertambahan usia bayi. Pada akhirnya hanya akan menjadi 20 persen saja dari keseluruhan siklus tidur. Pada anak lebih besar didominasi dengan fase tidur non-REM.

Ia menyebut ciri-ciri balita cukup tidur, yaitu, ia akan dapat jatuh tertidur dengan mudah di malam hari, terbangun dengan mudah dan tidak memerlukan tidur siang yang melebihi kebutuhan sesuai dengan perkembangannya.

"Tidur pagi dan siang berkaitan erat dengan lamanya atensi dan cepatnya proses pembelajaran. Pada anak usia 3 tahun, anak yang tidur siang akan memiliki kemampuan lebih adaptif atau mudah menyesuaikan diri. Hal itu penting untuk proses keberhasilan di sekolah," katanya.

Jika anak yang kurang tidur pada malam hari, lanjut Rini, akan mengantuk pada siang hari. Hal itu akan mengganggu proses kreatifitasnya selama terbangun. Untuk menanggulangi masalah tidur, orangtua perlu memperhatikan kondisi fisik balitanya. Kalau ada masalah atasi segera. Penting juga untuk kurangi aktifitas fisik pada sore-malam agar anak tak sering kaget saat tidur di malam hari.

Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan kondisi psikis anak dengan memperbaiki pola asuh, kualitas sentuhan, dan kenali temperamennya serta faktor lingkungan harus mendukung. Karena tidur merupakan perilaku yang dipelajari yang dapat dibentuk melalui rutinitas dan kebiasaan tidur yang baik.

"Paling ideal kebiasaan tidur nyenyak itu dimulai sejak anak berusia 3-6 bulan. Jika lebih dari 6 bulan bayi juga masih belum menemukan pola tidur yang teratur, maka ini perlu diwaspadai. Karena hal itu bisa berarti adanya gangguan tidur yang dialaminya," kata Rini menegaskan.

Dampak masalah kurang tidur pada balita, untuk fisik adalah gangguan pertumbuhan badannya karena pengeluaran hormon selama tidur menjadi "kacau", kerentanan fungsi imun atau daya tahan tubuh, iregulasi sistem endokrin, kegemukan dan mengantuk.

Sedangkan untuk masalah kognitif, adalah anak jadi kehilangan konsentrasi, lambat, kurang waspada, kurang perhatian, gangguan pembelajaran hingga prestasi akademik yang menurun. Pada kemampuan geraknya, anak menjadi kurang cermat dan ceroboh.

"Terganggunya tidur si kecil otomatis akan mengganggu kualitas tidur orangtua, sehingga berpotensi menimbulkan keletihan, bahkan stress pada orangtua," kata Rini menambahkan.

Melihatnya pentingnya tidur nyenyak pada bayi mendorong PT Johnson & Johnson mengembangkan produk kebutuhan bayi yang dapat membuat bayi tidur lelap melalui serangkai produk Johnsons's Baby Bedtime. Seperti dikemukakan Manager Marketing Johnson's Baby, Lita S. Bandar, produk Johnson's baby bedtime dengan bahan natural calm dari ekstrak jasmine blossoms yang secara klinis dapat membantu balita tidur lebih nyenyak.

Berdasarkan penelitian klinis yang dilakukan oleh perusahaannya bahwa terdapat tiga langkah yang dapat membantu balita tidur lebih nyenyak yaitu dengan memandikan balita dengan air hangat, memijat lembut balita dan melakukan aktivitas tenang seperti membaca dongeng, meninabobokan atau memperdengarkan musik tenang sebelum menidurkan balita.

"Jadi tak ada alasan lagi bagi orangtua yang mengaku kesulitan menidurkan anaknya. Bukan saja anak yang senang, tetapi juga orangtua. Orangtua juga bisa tampil lebih segar, karena cukup tidur," kata Lita. (Tri Wahyuni)