Banyak calon ibu yang cemas dengan ukuran payudaranya yang kecil. Mereka khawatir produksi ASI tidak akan memadai.

"Banyaknya ASI tidak ditentukan oleh ukuran besar atau kecilnya payudara," ujar Konselor Laktasi dr. Ambarsari Kusuma Ningtyas.


Ambarsari memaparkan, produksi ASI terjadi lantaran didorong oleh beberapa hormon, di antaranya prolaktin dan oksitosin. Pada umumnya setelah 2-3 hari melahirkan, produksi ASI meningkat karena hormon penghambatnya (ada sejak sebelum melahirkan) mulai menurun.

Hormon prolaktin yang memproduksi ASI ini lebih banyak dihasilkan pada malam hari. "Karena itu, menyusui pada waktu itu mampu menjaga pasokan ASI," katanya.

Sementara itu, hormon oksitosin dihasilkan otak, yang muncul akibat rangsangan dari puting payudara saat bayi menyusu. Hormon yang dikirim dari otak ini kemudian memeras kelenjar-kelenjar yang penuh berisi ASI, untuk selanjutnya keluar melalui puting.

Hormon tersebut kadang disebut juga sebagai hormon cinta. Dokter lulusan Universitas Gadjah Mada ini menuturkan, hormon ini bisa membuat seorang ibu begitu cinta pada bayinya, serta membuatnya tenang.

"Ibu yang memberikan botol susu pada bayinya mungkin tidak memiliki perasaan yang sama," ungkap Ambarsari. "Sebab refleks oksitosin sangat dipengaruhi oleh pikiran, perasaan dan sensasi ibu."

Perasaan positif, semacam senang dan puas terhadap bayinya, serta percaya diri bahwa ASI miliknya yang terbaik untuk sang bayi, bisa membantu refleks oksitosin bekerja. "Dengan begitu, ASI-nya mengalir," kata Ambarsari.

Sebaliknya perasaan negatif, misalnya kesakitan, cemas, marah atau khawatir bahwa tidak punya cukup ASI, dapat menghambat refleks oksitosin. Bahkan menghentikan ASI mengalir.
"Produksi ASI juga dikendalikan di dalam payudara itu sendiri," lanjut Ambarsari.

Bisa saja, kata dia, hormon oksitosin dan prolaktin sama-sama mengalir ke kedua payudara, tapi hanya satu payudara yang menghasilkan ASI. Ini terjadi akibat ASI yang keluar tidak normal, sehingga banyak yang tertinggal. Produksi jadi terhambat.

Contoh paling mudah, ketika bayi lebih banyak menyusu pada satu payudara, maka payudara itu bakal memproduksi ASI lebih banyak ketimbang satunya lagi. "Dengan diisap bayi atau diperah, zat penghambat produksi ASI ikut keluar," kata dokter kelahiran Sleman, 24 Februari 1984 ini.

Jadi kuncinya, semakin sering ASI dikeluarkan, baik dengan cara disusukan ataupun diperah, ASI akan semakin banyak diproduksi. Selain faktor psikologis dan alami yang memproduksi ASI ini, beberapa makanan juga bisa membantu.

Ambarsari menyebutkan, di antaranya daun katuk, daun pepaya, serta kacang-kacangan. Makanan itu dikenal dengan istilah laktagog.

Makanan-makanan tersebut boleh saja dikonsumsi secara ekstra selama proses menyusui. Namun yang terpenting adalah menjaga asupan makan ibu dengan cara mengonsumsi makanan bernilai gizi tinggi, variatif, dengan porsi secukupnya saja tidak perlu hingga berlebihan.

Berikut ini tips dari dr. Ambarsari untuk meningkatkan rangsangan pada refleks oksitosi, hormon yang mampu memproduksi ASI:

1. Untuk suami dan keluarga: bantu ibu secara psikologis dengan cara bangkitkan rasa percaya dirinya.

2. Cobalah bantu mengurangi sumber-sumber nyeri dan kecemasannya.

3. Bantu juga ibu membangun pikiran dan perasaan positif tentang bayinya.

4. Bagi ibu yang baru melahirkan, sering-sering duduk tenang, baik sendiri maupun dengan teman yang mendukung. Beberapa ibu dapat memerah dengan mudah dalam kelompok yang terdiri dari sesama ibu menyusui

5. Mendekap bayi dengan kontak kulit jika memungkinkan. Ibu dapat mendekap bayi di pangkuannya sambil memerah ASI. Jika tidak memungkinkan, bisa sambil memandangi bayinya. Jika ini masih tidak memungkinkan juga, kadang hanya dengan menatap foto bayinya pun bisa membantu.