Sebagaimana manusia belum dewasa, anak adalah entitas makhluk Allah yang keberadaanya dilengkapi dengan harga diri yang menyertainya. Karena itu menghargai keberadannya dengan rangkaian usaha yang beragam merupakan langkah yang harus dilakukan. Pendek kata segala sikap dan tindakan yang dapat menumbuh-kembangkan anak merupakan langkah yang patut dikedepankan sebaliknya berbagai tindaan yang dapat mengganggu dan menghambat perkembangan dan pertumbuhan anak mesti dihindarkan.
Dalam kaitan inilah Allah berfirman dalam surat al-An?am [6] ayat 151: “...dan janganlah kamu sekalian membunuh anak-anakmu...” Jika membaca ayat di atas secara harfiyah jelas ayat tersebut sedang merekam kebiasaan transisi masyarakat Jahiliyah ke Islam yaitu yaitu membunuh anak sebagai tindakan yang dilarang. Tetapi yang dimaksud dengan kata “membunuh” dalam ayat tersebut dapat dimaknai secara luas dengan membunuh psikis dan rohani anak atau membunuh eksistensi anak yang biasanya dilakukan orangtua dengan mengatasnamakan cita-cita orangtua dan “kecintaan”. Tindakan semacam itu merupakan perilaku yang dilarang Islam. Dan dengan pembacaan mafhum mukhalafah terhadap ayat tersebut maka berbagai upaya untuk menumbuh kembangkan anak merupakan langkah yang mesti diutamakan.
Salah satu hal yang Rasulullah teladankan adalah Tidak membubarkan anak yang sedang bermain. Adakalanya seseorang diantara kita bertemu dengan sekumpulan anak yang sedang asyik bermain, lalu kita mengatakan “ayo pulang! Nanti dicari orang tua kalian.” Atau “bermain ditempat lain saja!”. hal ini sering kita jumpai di masyarakat. Akan tetapi Rasulullah SAW sama sekali tidak bersikap demikian. Anas Sa. Yang menjadi pelayan Rasulullah SAW menceritakan pengalaman berikut :
” pada suatu hari aku melayani Rasulullah SAW. Setelah kurasakan bahwa tugasku untuk melayani beliau telah selesai dan kukira beliau sedang istirahat siang, aku keluar menuju ke tempat anak-anak bermain, lalu aku datang menyaksikan mereka sedang bermain. Tak lama kemudian, Rasulullah SAW datang seraya menucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain, lalu beliau memanggilku dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya, sedang beliau SAW duduk di bawah naungan pohon hingga aku kembali kepadanya. (Ahmad, Musnadul Muktsirin 12552)
Rasulullah selelu memperhatikan keadaan anak-anak dan membiarkan mereka memenuhi kebutuhan psikologisnya. Seperti yang dikemukakan oleh Santrock (1995) bahwa anak usia 5-6 tahun termasuk dalam masa awal anak-anak yang berarti dimasa ini anak-anak kecil akan belajar untuk mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan ketrampilan kesiapan sekolah dan meluangkan waktu berjam-jam untuk bermain bersama dengan teman sebayanya.
Permainan (Play) adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Fungsi permainan adalah:
• meningkatkan afiliasi dengan teman sebaya,
• mengurangi takanan,
• meningktakan perkembangan kognitif,
• meningkatkan daya jelajah, dan
• memberi tempat teduh yang aman bagi perilaku yang secara potensial berbahaya
Bagi Freud dan Ericson (dalam Santrock, 1995), permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Permaianan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan-perasaan yang terpendam.
Sedangkan menurut Piaget (dalam Santrock, 1995), permainan memnungkinkan anak mempraktekkan kompetensi-kompetensi dan ketrampilan-ketrampilan mereka yang diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan.
Tak jauh beda dengan Piaget, Vygotsky juga yakin bahwa permainan adalah setting yang bagus untuk perkambangn kognitif. Sedangkan Daniel Berlyne menjelaskan bahwa permainan sebagai sesuatu yang asyik dan menyenangkan karena permaianan itu memuaskan dorongan penjelajahan kita.
Kekuatan umat ini terletak pada pemudanya, begitu pula kebaikannya. Rasulullah sangat memberikan perhatian pada upaya membangun mental anak-anak dengan cara yang benar serta mendidik mereka pada pendidikan yang mengacu pada suatu manhaj (metode) yang diakui ketelitian dan kejeliaannya oleh metode ilmiah mana pun yang tidak membabi buta. Hal ini dimaksudkan agar para pemuda tidak tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang cacat mentalnya serta berantakan kepribadiaannya.
Rasulullah paham jika orangtua mengekang atau membatasi anak dalam pemenuhan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan berontak. Untuk itu, terlebih dahulu Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain itu sebagai tanda penghormatan kepada mereka sekaligus sebagai teladan yang harus mereka contoh untuk membudayakan salam dan menyebar kedamaian. Setiap kali mereka melihat bahwa Rasulullah memperhatikan permainan mereka dan merasa senang dan kagum dengan keceriaan dan gerakan mereka yang gesit, mereka pun semakin bertambah senang dan gembira. Dengan demikian tertanamlah kecintaan mereka terhadap Rasulullah SAW dan itulah sasaran yang dimaksud beliau agar ditanamnkan kepada anak sedini mungkin.
Sebagai umat islam, sepatutnya kita meniru apa yang Rasulullah lakukan. Karena masa depn kita ditentukan dari baik atau buruknya anak-anak.