Anak-anak yang tubuhnya pendek biasanya terkait dengan perawakan tubuh orangtuanya. Tapi dengan terapi hormon pertumbuhan anak-anak bertubuh pendek bisa mengikuti perkembangan anak normal. Amankah terapi hormon ini?

Kekurangan hormon pertumbuhan biasanya hanya mempengaruhi satu orang dalam keluarga dan umumnya bukan diturunkan orangtua kepada anak-anaknya.

Kekurangan hormon pertumbuhan disebabkan adanya kerusakan pada kelenjar hipofisis pada bagian otak hipotalamus. Kejadiannya bisa sebelum atau selama kelahiran atau karena kecelakaan atau trauma penyakit tertentu.

Adanya tumor di dekat kelenjar hipofisis, seperti craniopharyngioma juga dapat merusak kelenjar hipotalamus dan pituitari yang mempengaruhi hormon pertumbuhan.

Nah, jika kelenjar hipofisis ini tidak berfungsi normal, efeknya tubuh akan mengalami defisiensi hormon pertumbuhan. Jika itu terjadi maka hormon yang ada tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan badan yang normal yang membuat pertumbuhan badan anak melambat atau berhenti.

Terapi hormon pertumbuhan untuk anak-anak dan remaja telah disetujui oleh FDA AS. Perawatan ini dapat membantu meningkatkan tinggi akhir sekitar 2 sampai 3 inci (5-7,6 cm).

Anak yang boleh mendapat perawatan terapi hormon sesuai pedoman FDA adalah untuk anak-anak yang memiliki sedikit hormon atau kemungkinan tinggi saat dewasanya untuk pria kurang dari 162 cm atau wanita 150 cm.

Tetapi kenyataan anak-anak yang tidak sesuai profil itu juga ikut melakukan terapi hormon karena orangtuanya mampu membayar terapi seharga US$ 20.000- US$ 22.000 (Rp 180-198 juta).

Dr Ron Rosenfeld, MD dari Stanford University di California mengatakan hanya anak-anak bertubuh pendek idiopatik atau idiopathic short stature (ISS) yang merupakan kandidat tepat untuk pengobatan terapi hormon.

"Karena tidak semua anak pendek harus diterapi dengan hormon pertumbuhan. Karena ada masalah medis, etika dan keuangan yang sangat besar terkait dengan perawatan ini," kata Dr Ron seperti dilansir dari KidsHealth, Selasa (31/8/2010).

Meski belum ditemukan efek samping dari terapi ini, Dr Ron tetap mengingatkan setiap pengobatan tetap saja ada risiko efek sampingnya
(ir/up)