Pengguntingan mulut rahim sebagai jalan untuk kelahiran janin pada saat persalinan kadangkala perlu dilakaukan. Melahirkan tanpa pengguntingan bisa mengakibatkan robekan ke mana-mana. Saat bayi dilahirkan, terutama kala kepala atau pantat bayi mulai "nongol", maka bisa jadi membuat robek leher rahim, vagina, labia, hingga perineum sang ibu. Terlebih lagi pada kelahiran dengan bayi besar atau proses kelahirannya terlalu cepat. Perobekan itu bisa melebar ke mana-mana dengan bentuk yang tak beraturan, sehingga proses penjahitan kembali akan mengalami kesulitan. Nah, untuk menghindari robekan yang tak teratur inilah, maka dalam proses persalinan, dokter kerap melakukan episiotomi. Episiotomi merupakan tindakan bedah ringan berupa sayatan/irisan di daerah perineum antara lubang kemaluan (vagina) dan lubang pelepasan (anus).

MEMPERLEBAR JALAN LAHIR
Tujuan utama episiotomi, lanjut Lastiko, untuk memperlebar jalan lahir, sehingga memudahkan kelahiran kepala bayi. Bahkan, bila yang keluar pantat duluan pun, tetap dilakukan episiotomi.

Tujuan lainnya untuk mencegah vagina tidak robek. "Sebab kalau robek secara spontan, bukan dengan digunting, maka robekannya akan compang-camping sehingga menjahitnya susah dan hasil jahitannya juga tak akan rapi. Jahit sana, jahit sini. Hasilnya juga tak indah, kan? Sedangkan kalau digunting, akan rata robeknya, sehingga dijahitnya juga rata, bagus, dan rapi," papar dokter dari RSIA Hermina Jatinegara, Jakarta ini.

Selain itu, dengan dilakukannya episiotomi, maka berarti juga mempersingkat waktu ibu dalam mendorong janinnya keluar. "Ddulu, kan, kalau melahirkan anak pertama, dokter dan bidan akan menunggu hingga jalan lahirnya elastis sendiri. Walau 3 jam pun akan tetap ditunggu. Nah, sekarang hal ini tidak lagi dilakukan. Dari sudut perinatologi, hal ini akan merugikan sang anak. Kalau terlalu lama bayi di jalan lahir, maka oksigen di kepala bayi akan makin berkurang, sehingga akan mengganggu kecerdasannya kelak."

KELAHIRAN PERTAMA
Umumnya, jelas Lastiko, episiotomi dilakukan pada ibu yang baru pertama kali melahirkan. "Sebab, pada kelahiran yang pertama, jalan lahir belum pernah dilewati bayi, sehingga biasanya jalan lahir masih agak kecil dan sukar meregang. Jadi, kalau tidak dibantu dengan episiotomi, biasanya akan robek."

Walaupun demikian, bukan berarti hal ini adalah harga mati, sebab kadang tindakan episiotomi tetap diperlukan pada kelahiran yang kedua dan ketiga sekalipun. "Bisa saja, walaupun bayi yang kedua 3 kg, tetap saja kegedean bagi jalan lahir si ibu, sehingga tetap diperlukan tindakan episiotomi. Terlebih lagi kalau perineumnya sangat kaku."

Selain itu, episiotomi juga dilakukan bila persalinan hendak dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah forcep atau tang atau cunam. Juga pada persalinan prematur atau letak sungsang. "Hal ini dimaksudkan untuk memperlebar jalan lahir agar tidak cedera karena tindakan alatnya."


Waktu yang tepat dilakukan episiotomi adalah saat puncak his dan mengejan, saat perineum sudah tipis, saat lingkaran kepala pada perineum sekitar 5 cm. "Jadi, episiotomi dilakukan saat kepala sudah di dasar panggul."

Sebelum tindakan, biasanya dokter akan melakukan infiltrasi anestesi (pembiusan lokal), supaya ibu tak merasakan sakit. Teknik pengguntingannya ada 3 macam. Yang pertama, teknik median; pengguntingan dilakukan secara vertikal antara vagina hingga hampir anus. Teknik ini ada untung ruginya. Ruginya, kalau kepala yang lahir terlalu besar, maka robeknya akan meluas. Bahkan bisa sampai merobekkan anus sehingga otot yang mengatur pelepasan pun ikut robek. Untungnya, karena pengguntingannya terletak di tengah, di mana daerah ini paling sedikit pembuluh darahnya, maka risiko perdarahan sangat kecil. Selain itu, penjahitannya pun jadi mudah dan terlihat rapi.

Kedua, episiotomi lateral; pengguntingan ke arah samping. Kerugian teknik ini, pembuluh darah ke arah samping sangat banyak, sehingga darah yang keluar akan sangat banyak. "Bekas parut jahitannya pun akan kelihatan. Terlebih lagi, karena menjahit ke samping, maka hasil jahitannya juga tak bisa rapi."

Ketiga, mediolateral; teknik pengguntingan ke arah bawah dan samping. Jadi, baru separuh arah vertikal yang dipotong, langsung diarahkan ke samping. Dengan kata lain, median separuh, lateral separuh. Ke samping bisa ke arah kiri atau kanan. "Kalau pada persalinan pertama dilakukan ke arah kanan, maka pada persalinan berikutnya akan dilakukan ke arah sebelahnya. Mengapa demikian? Karena menggunting jaringan parut yang dulu tentu masih sangat keras." Keuntungan teknik ini, selain jahitannya lebih rapi, perdarahannya agak berkurang. "Yang pasti jalan lahir jauh lebih lebar."

Panjang-pendeknya guntingan, menurut Lastiko, tidak ada patokannya. "Tergantung feeling dokternya. Disesuaikan dengan keadaan kepala atau bokong bayi yang hendak keluar. Kalau butuhnya sedikit saja, ya, kita potong sedikit, kalau butuh lebih lebar, ya, tambah lagi." Namun yang pasti, sayatan itu tidak pernah sampai ke anus. Kadang-kadang dalam kasus tertentu, misalnya, bayi terlalu besar, bisa sampai merobekkan anus. Toh, ibu tak perlu khawatir karena dokter pasti akan membenahinya lagi.

PENJAHITAN KEMBALI
Nah, Bu, saat si kecil sudah lahir, dokter atau bidan akan menjahit kembali sayatan/robekan tadi. Teknik menjahitnya, terang Lastiko, berbeda antara satu dokter dengan lainnya. "Ada yang suka menjahit dengan cara menjelujur, ada pula yang menjahit satu-satu." Itulah mengapa, sering, kan, orang bertanya pada pasien yang habis melahirkan, "Berapa jahitannya?" Ternyata yang dimaksud adalah penjahitan satu-satu; satu diikat, satu lagi, satu lagi. "Inilah yang bisa dihitung jumlah jahitannya."

Keuntungan penjahitan satu-satu, lanjut Lastiko, "kalau lepas satu jahitan, yang lain tidak ikut lepas. Lain halnya jika sistemnya memakai jelujur, maka kalau satu lepas, lainnya pun ikut lepas." Yang jelas, Bu, apapun teknik penjahitannya tidak akan mempengaruhi kenyamanan Ibu pasca melahirkan. "Kalau terjadi gatal di bekas parutnya, biasanya karena ada komplikasi. Mungkin karena ada infeksi. Karena itu, kebersihan pribadi sangat berperan, juga resistensinya terhadap kuman." Sebab, pada ibu-ibu yang daya tahan tubuhnya kurang, entah karena anemia atau gizinya kurang, umumnya lebih mudah terinfeksi. Begitu juga bagi ibu-ibu yang kerap minum obat antibiotik, maka membuat sang kuman pun lebih resisten dibandingkan yang jarang minum antibiotik.

Kendati demikian, kaum ibu tak perlu khawatir, bekas jahitan ini akan mengganggu hubungan intim dengan suami, kok. "Kalau tidak dijahit malah jalan lahir akan terbuka lebar. Justru dengan dijahit, maka vagina dibuat seperti semula lagi."

Memang, aku Lastiko, kendati jarang kadang terjadi kealpaan, misalnya, menjahit terlalu banyak, sehingga lubang vagina jadi terlalu sempit. "Sehingga menimbulkan trauma atau rasa sakit saat berhubungan. Jika ada keluhan seperti ini, sesudah 40 hari atau 3 bulan persalinan akan diperbaiki lagi untuk diperlebar." Perbaikan memang baru bisa dilakukan setelah masa nifas berakhir dengan anggapan kesehatan pasien sudah kembali pulih. "Sebab, kalau masih masa nifas, selain kesehatan secara umum belum pulih, pembuluh darah juga masih melebar, sehingga tidak baik dilakukan pembukaan ulang."

PENYEMBUHAN
Rasa tidak nyaman akibat episiotomi toh tak berlangsung lama. Umumnya luka episiotomi sudah membaik sekitar 7 hari kemudian. "Kecuali kalau terjadi infeksi, sehingga bekas luka episiotomi bisa membuka lagi." Itulah mengapa, pada persalinan yang disertai tindakan episiotomi selalu diberikan antibiotik sesudahnya. "Nah, infeksi ini terjadi karena pasien tak diberi antibiotik atau antibiotiknya tidak cocok. Misalnya, kumannya sudah kebal terhadap antibiotik itu, sehingga timbul nanah dan akan membuat jahitan membuka sendiri."

Yang penting, ibu harus segera ke dokter bila terjadi infeksi. Biasanya infeksi ditandai dengan gejala awal demam atau vagina terasa sakit. "Jangan tunda sampai keburu bernanah dan membuat luka terbuka." Karena bila sudah terlanjur infeksi, maka proses penyembuhannya akan memakan waktu lama. "Harus menunggu infeksinya hilang. Lukanya harus dicuci dengan obat antiseptik, serta diberi obat antibiotik lain." Penjahitan ulang baru bisa dilakukan setelah infeksi sembuh total. Itupun kalau perdarahannya sudah berhenti. "Kalau masih ada, maka pada luka tersebut harus dilakukan penjahitan situasi atau sementara agar pembuluh darahnya tidak terbuka."

Selain infeksi, kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah hematoma (penggumpalan darah dalam satu tempat). "Kalau terjadi hematoma, maka vagina bisa membengkak besar sekali." Hematoma bisa terjadi karena ada pembuluh darah yang pecah dan tak terdeteksi sehingga tidak dijahit saat penjahitan episiotomi berlangsung. "Umumnya robekan pembuluh darah ini letaknya di dalam, sehingga tidak gampang ketahuan. Darah pelan-pelan keluar, yang makin lama makin banyak sehingga timbul penggumpalan dan vagina pun akhirnya membengkak."

Robekan pembuluh darah sebenarnya bukan melulu akibat episiotomi. Bisa juga terjadi karena tekanan kepala bayi di jalan lahir. Pembengkakan bisa pula terjadi di bibir vagina, baik yang kanan ataupun kiri. "Jadi, kalau bibir kemaluannya tampak biru, tegang, sakit, berarti ada pembuluh darah yang pecah."

Penggumpalan akibat benturan atau tekanan kepala bayi inilah yang kerap menimbulkan hematoma. "Hematoma akibat episiotomi justru jarang sekali terjadi. Karena saat menjahit, kalau ada perdarahan atau perembesan, maka perdarahannya akan dihentikan dulu. Jadi, tak akan menggumpal."

Nah, kini kita sudah lebih paham, ya, Bu, ternyata pengguntingan itu jauh lebih banyak manfaatnya.